SURABAYA, Beritalima.com |
Perkembangan start-up dan ekonomi digital di dunia mulai menjadi sorotan baru, tak terkecuali di Indonesia. Bahkan Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa perkembangan ekonomi digital Indonesia menjadi yang tercepat di Asia Tenggara.
Selaras dengan hal tersebut, dosen manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR Dr. Zaenal Fanani SE., MSA. Ak. memberikan tanggapan perihal potensi dan tantangan perkembangan start-up di Indonesia.
Menurut Zaenal, sapaan akrabnya, secara etimologi start-up merupakan perusahaan rintisan yang belum lama bergerak. Start-up dapat meliputi jenis pekerjaan yang baru ada dan ada perubahan evolusi bisnis dari manual ke arah digital, sehingga bisa menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi.
“Kata kunci dari start-up adalah berkaitan dengan teknologi, jaringan, dan internet yang sekarang sedang tren,” jelasnya.
Direktur Airlangga Executive Education Center (AEEC) itu menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan start-up di Indonesia menjadi yang tercepat di Asia Tenggara.
Pertama, kondisi pandemi Covid-19 yang didukung dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat menyebabkan perkembangan start-up menjadi semakin cepat.
“Yang kedua, didukung juga dengan infrastruktur yang ada di Indonesia. Berdasarkan data, lebih dari 50 persen penduduk Indonesia merupakan pemuda yang sudah melek digital,” imbuhnya.
Selanjutnya, pengembang start-up biasanya berasal dari kalangan pemuda yang juga didukung dengan penggunaan smartphone. Hal itu menyebabkan perkembangan e-commerce di Indonesia mengalami banyak perkembangan.
“Pelayanan bisnis start-up juga sangat memuaskan karena yang pengelola adalah para pemuda yang menggunakan teknologi dengan lebih efektif dan efisien,” paparnya.
UMKM Penopang Perekonomian
Berdasarkan data, lanjutnya, pada tahun 2025 mendatang di Asia paling tidak ada kontribusi sebesar 50 persen dari start-up. Peluang bisnis start-up di masa datang sangat besar. Bahkan, diprediksi tahun 2045, di pasar Ekonomi Asia Tenggara akan ada sekitar 240 miliar US dollar untuk start-up.
Lebih lanjut, Zaenal mengungkapkan bahwa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai penopang utama perekonomian di Indonesia harus berkolaborasi dan memanfaatkan perkembangan start-up dengan baik. Menurutnya, UMKM yang eksis adalah UMKM yang berbasis teknologi digital.
“Jika UMKM hanya sekedar menggunakan cara manual, pasti akan kalah. UMKM yang akan diakses adalah UMKM yang bisa memanfaatkan momentum di era digital ini dengan baik, bergerak bersama ke arah perkembangan teknologi digital,” ungkapnya.
Bukan hanya kolaborasi, lanjut Zaenal, UMKM juga harus memanfaatkan fasilitas digital saat ini. UMKM harus bisa memanfaatkan teknologi ini dalam membangun komunikasi dan jaringan penjualan. Dengan penguasaan pengetahuan mengenai jaringan ini, UMKM tersebut bisa menjadi leader.
Pemerintah juga harus memberikan dukungan terhadap start-up dengan memberikan fasilitas khusus karena pengembang start-up biasanya merupakan pemula. Ketika semua orang memiliki usaha, pendapatan negara akan meningkat.
“Ketika pendapatan masyarakat meningkat, pajak juga akan meningkat sehingga pembangunan juga akan meningkat,” pungkasnya.
UNAIR sebagai universitas terbaik di Indonesia berkomitmen mendorong civitas akademika untuk berkontribusi kepada masyarakat luas. (Yul)