Unair Dukung Pernendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021

  • Whatsapp

SURABAYA, Beritalima.com|
Sesuai dengan nilai dasar yang menjadi acuan UNAIR yakni Excellence with Morality, yang mengharuskan UNAIR selalu mengedepankan aspek moralitas dalam penyelenggaraan pendidikan, Universitas Airlangga berkomitmen serta mendukung penuh upaya Mas Menteri dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mencegah secara dini adanya tindak kekerasan seksual, serta memberikan bantuan pendampingan dan pemulihan korban kekerasan seksual.

“Sebagai wujud dari komitmen penuh dalam pencegahan dan penanganan tindak kekerasan seksual, Universitas Airlangga telah melakukan berbagai upaya, baik strategis maupun taktis,” terang rektor universitas Airlangga Prof M Nasih.

Prof. M Nasih menjelaskan bahwa sejak tahun 2011, pihaknya telah membentuk satgas dengan nama Help Center (HC) sebagai unit yang berfungsi dan bertugas untuk menangani pelapor yang mengalami masalah terkait dengan kehidupan kampus, melalui pendampingan (counsellor) dan pemulihan. Dan, masalah yang ditangani tidak terbatas pada kekerasan seksual. Pada tahun 2021 ini, Help Center tersebut telah menangani belasan ‘kasus’ kekerasan seksual.

Universitas, berdasarkan laporan hasil penanganan dan investigasi yang dilakukan oleh ‘satgas’ ini juga telah memberikan sanksi berupa pemberhentian dosen, tendik, dan juga mahasiswa.

“Sejak tahun 2010, Universitas Airlangga juga telah membentuk Dewan Etik, baik di tingkat fakultas maupun universitas yang berfungsi dan bertugas untuk memeriksa dan mengadili pelanggaran etika di lingkungan kampus, termasuk tidak terbatas pada pelanggaran kekerasan seksual,” sambung Prof M Nasih.

Saat ini, Universitas Airlangga tengah memproses pembentukan Satuan Tugas (SATGAS) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual sebagaimana diamanahkan dan diwajibkan dalam Permendikbud-Ristek No. 30 Tahun 2021.

“Kami mentargetkan akhir bulan ini atau paling lambat akhir tahun 2021 SATGAS tersebut telah terbentuk dan melaksanakan tugasnya.Pada hakekatnya, Permendikbud-Ristek No. 30 Tahun 2021 mempunyai misi yang sangat bijaksana dan mulia terkait dengan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus. Agar misi mulia tersebut dapat diterima secara luas dan tidak menimbulkan polemik, kegaduhan, dan kontra-produktif, ada baiknya penggunaan istilah ‘tanpa persetujuan’ terkait tindakan kekerasan seksual ditelaah ulang. Kata tanpa persetujuan diidentifikasi merupakan terjemahan umum dan serta merta dari kata sexual consent. Tidak ada salahnya dan dipastikan tidak akan mengubah substansi Peraturan Menteri tersebut bila kata ‘tanpa persetujuan’ diubah dengan kata ‘tanpa hak’ yang lebih bernuansa sebagai bahasa hukum/peraturan yang memiliki konsep sui generis,” pungkasnya. (Yul)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait