Oleh
DR. dr. Robert ArjunaFEAS
Dewasa ini, kita terpanggil untuk memeriksakan test D-dimer dalam sebuah test Covid-19 setelah ada artikel dari Bapak Dahlan Iskan mantan Menteri BUMN dan peyintas Covid beberwpa bulan yang menulis tentang pemeriksaan D-dimer ini.Hal ini, banyak pasien COVID-19 yang masuk rumah sakit dengan kondisi D-dimer tinggi.itu bisa menjadi salah satu prediktor mortalitas (kematian) pada pasien yang dirawat .
Data Medical News Today, meskipun belum diketahui secara pasti bagaimana virus SARS-CoV-2 menyebabkan kematian, laporan klinis menunjukkan bahwa orang dengan Covid-19 parah mengembangkan pnemonia, sindrom gangguan pernapasan akut dan kegagalan banyak organ.
PEMERIKSAAN D-dimer ?
D-dimer merupakan fragmen protein yang mampu membantu proses pembekuan darah. Proses tersebut sangat dibutuhkan ketika kita mengalami luka supaya darahnya berhenti. D-dimer sederhananya adalah parameter pemeriksaan laboratorium yang memberikan gambaran ada atau tidaknya penggumpalan di dalam darah.
Sebab, makin tinggi kadarnya, makin besar risiko pasien mengalami sumbatan akibat penggumpalan darah Jika darah mengental dan menggumpal, maka masalah seperti emboli paru rentan terjadi. Penderita yang mengalami emboli paru akan mengalami nyeri dada dan sesak napas yang muncul mendadak. Emboli paru merupakan sumbatan pembuluh darah di paru-paru. Selain penggumpalan darah, emboli paru bisa disebabkan oleh gelembung udara, kuman
APA ITU TEST D-dimer?
D-dimer adalah salah satu fragmen protein yang diproduksi ketika gumpalan darah larut di dalam tubuh.Pembekuan darah adalah proses penting yang mencegah seseorang kehilangan terlalu banyak darah saat cedera.
Biasanya, tubuh akan melarutkan gumpalan setelah cedera sembuh. Dengan gangguan pembekuan darah, gumpalan bisa terbentuk saat tidak mengalami cedera yang jelas atau tidak larut saat seharusnya. Kondisi ini bisa sangat serius dan bahkan mengancam jiwa. Tes D-dimer dapat menunjukkan jika seseorang memiliki salah satu dari kondisi inl.
Dalam penelitian pembekuan darah pada seseorang, para tenaga kesehatan sering mengukur jumlah kompleks protein, yang disebut D-dimer, dalam darah.
Melansir Healthline, tes darah D-dimer membantu mendiagnosis adanya emboli paru. Adapun kadar D-dimer yang tinggi dalam darah menjadi indikasi trombisis dan emboli.”Ada hubungan yang kuat antara tingkat D-dimer, perkembangan penyakit, dan fitur CT dada yang menunjukkan trombosis vena,” ujar van Beek.
HASIL D-dimer ?
Jika hasil tes darah D-dimer berada pada kisaran normal atau negatif dan seseorang tidak memiliki banyak faktor risiko, kemungkinannya tidak mengalami emboli paru.
jika hasil D-dimer menunjukkan angka yang tinggi atau positif, ini menandakan adanya pembentukan gumpalan yang signifikan dan degradasi yang terjadi di tubuh.
Hasil D-dimer positif tidak menunjukkan lokasi keberadaan gumpalan di tubuh. Sehingga, diperlukan tes lebih lanjut untuk mendapatkan informasi tersebut.
D-dimer tinggi dijumpai pada:
1. Operasi atau trauma
2. Emboli paru paru
3. Serangan jantung
4. Infeksi berat
5. Penyakit hati dan Kehamilan
Sebuah penelitian yang ditulis tim dari Centre Hospitalier Universitaire de Besancon di Perancis melaporkan, sebanyak 23 dari 100 pasien di rumah sakit dengan Covid-19 parah memiliki tanda-tanda emboli paru, yaitu gumpalan darah yang telah menyebar ke paru-paru.
Pasien-pasien ini lebih mungkin berada di unit perawatan kritis dan memerlukan ventilasi mekanis, dibandingka orang yang tidak memiliki emboli paru. Penemuan ini didukung oleh studi yang dilakukan tim peneliti lain dari Hopitaux Universitaires de Strasbourg di Perancis. sebanyak 30 pe⁶rsen dari 106 pasien di rumah sakit dengan Covid-19 parah menunjukkan tanda-tanda pembekuan darah di paru-parunya.
“Tingkat (emboli paru) ini lebih tinggi daripada yang biasanya ditemui pada pasien sakit kritis tanpa infeksi Covid-19 (sebesar 1,3 persen) atau pada pasien gawat darurat (3–10 persen),” ujar peneliti tersebut.
Tim Strasbourg juga menemukan, orang-orang tersebut juga memiliki tingkat D-dimer yang lebih tinggi dalam darahnya dibandingkan orang yang tidak memiliki emboli paru.
Prof. van Beek menjelaskan, sudah ada bukti adanya hubungan antara tingkat D-dimer yang tinggi dan hasil yang buruk untuk pasien dengan Covid-19.Berdasarkan analisis yang dilakukan, para peneliti merekomendasikan untuk mengukur kadar D-dimer, memantau tanda-tanda emboli atau trombosis, dan inisiasi awal terapi antikoagulasi utk menghindari pembekuan darah.
PEMBEKUAN DARAH & COVID
Membaca Jurnal of Radiology berkata bahwa Pembekuan darah menjadi salah satu yang menyebabkan beberapa orang dengan Covid-19 mengembangkan sakit parah. sebagian besar dari penderita Covid-19 parah menunjukkan tanda-tanda pembekuan darah yang dapat menimbulkan komplikasi yang mengancam nyawa.
Usia dan kondisi media yang mendasari, menjadi faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena Covid-19 parah.
Pembekuan darah merupakan mekanisme alami sebagai respons tubuh terhadap cedera. Tapi, saat gumpalan terbentuk dalam pembuluh darah, ini dapat membatasi aliran darah.Kejadian tersebut dikenal sebagai trombus, yang dapat menyebabkan keadaan darurat medis yang parah.Apabila trombus terlepas dan menyebar ke bagian tubuh lain, disebut sebagai embolus. Emboli yang mencapai paru-paru, otak, atau jantung, dapat mengancam jiwa.Trombi dan emboli menjadi masalah pada orang dengan Covid-19, karena virus corona dapat menginfeksi sel di paru-paru.
Profesor Edwin van Beek dari Queens Medical Research Institute di Universitas Edinburgh di Inggris.berkata bahwa “Dari analisis semua data medis, laboratorium, dan pencitraan yang tersedia saat ini tentang Covid-19, menjadi jelas bahwa gejala dan tes diagnostik tidak dapat dijelaskan hanya dengan gangguan ventilasi paru infeksi virus dapat mengaktifkan jalur pembekuan darah. Para ahli percaya, proses ini berkembang sebagai mekanisme untuk membatasi penyebaran infeksi virus. Risiko penggumpalan darah umumnya meningkat apabila tubuh tidak aktif secara fisik banya mengonsumsi makanan berlemak, dan obesitas Sedangkan pada pasien COVID-19, pembekuan atau penggumpalan darah rentan terjadi karena infeksi virus itu sendiri. Infeksi virus SARS-CoV-2 menyebabkan peradangan sistemik dan badai sitokin yang berlebihan di tubuh pasien. Badai sitokin adalah pelepasan sitokin (senyawa biologis perangsang sel) yang terlalu banyak Akibatnya, sistem imunitas justru merusak tubuh. Untuk peradangan sistemik, kondisi ini merupakan segala tanda peradangan yang muncul di tubuh akibat infeksi Kedua hal tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan aktivasi koagulasi dan darah kental (hiperkoagulasi).
PENGOBATAN
Untuk pemberian obat-obatan, umumnya yang digunakan adalah agen pengencer darah. Namun, obat ini harus terkontrol. Bila tidak, justru ada risiko pendarahan Sebelum memberikan pengencer darah, ada nilai poin yang dipertimbangkan. Jika kurang dari 7, maka pasien cenderung aman diberikan obat tersebut. Sebaliknya, bila jumlah poinnya di atas 7, pengencer darah rentan menyebabkan pendarahan pada pasien.Demikian artikel singkat padaat yang kami sajikan semoga bermanfaat dan tetap jaga protokol kesehatan walaupun udah divaksin atau belum divaksin .
RobertoNews 1274 《20.3.22(07.30)》
• Paktisi Dokter & Penulis Ilmu Kesehatan