Untuk Sang kandidat, Ning Lia Istifhama Bukan Sebuah Kebetulan Melainkan Sebuah Isyarah

  • Whatsapp

Oleh: Abdur Rahman

Siang itu saat saya sedang asyik menulis beberapa narasi tentang dinamika kontestasi Pilwali Surabaya 2020, saya dikejutkan oleh dering HP yang bertengger tak jauh di sebelah saya. Dering itu menjadi sangat bermakna karena nama yang muncul pada layar adalah nama seorang Guru Waskita, seorang hamba yang diberi pangkat oleh Allah sebagai Waliyullah (Kekasih Allah). Beliau tinggal di sebuah padepokan sederhana di salah satu desa di Kabupaten Sampang dan memang sudah lama kami tidak saling bersua, sehingga kerinduan akan suasana damai dan bahagia saat sedang bersamanya sungguh sangat mendalam.
“Pak Rahman, bhada ka’emma..”? Tanya beliau di seberang telepon.

“Engghi, bhada e compo’, Kiai.” Jawab saya penasaran
Ternyata beliau meminta saya untuk menemani beliau bersama puteranya makan di sebuah rumah makan yang kelezatan masakannya ke sohor hingga manca negara. Dan tanpa pikir panjang, saya mengajak isteri untuk segera menemui beliau.

Di rumah makan itu, ternyata beliau sudah berada di sana lebih dulu. Sebuah meja di pojok dekat pintu masuk, hidangan telah tersedia lengkap untuk 4 orang. Sungguh saya merasa tersanjung dan sekaligus malu. Tersanjung karena beliau yang sangat saya hormati telah berkenan menjamu santri yang nakal ini, malu karena diri merasa tak pantas mendapat penghormatan seperti itu.

Selama kurang lebih satu jam, kami bercengkerama banyak hal dari persoalan spiritual hingga persoalan kemasyrakatan. Dari pesoalan pendidikan, ekonomi, hingga pada persoalan politik, termasuk pilkada serentak 2020 di Indonesia . Pada saat beliau membicarakan tentang pandangan politiknya, saya teringat pada peristiwa 7 bulan yang lalu, tepatnya pada Bulan Juni 2019 yang kisahnya akan saya tulis dengan Judul #BisikanLangit (2).

Seperti beliau sedang memahami apa yang sedang berkecamuk dalam fikiran saya, tiba-tiba beliau bertanya, “Ada apa, sepertinya sedang ada yang difikirkan, Pak Rahman?”

Memang benar bahwa beberapa minggu terakhir ini, fikiranku senantiasa dipenuhi oleh kegamangan tentang ketidakpastian rekomendasi partai pengusung untuk Sang kandidat, Ning Lia Istifhama maju dalam kontestasi Pilwali Surabaya tahun ini.
“Mohon beribu maaf, Kiai. Kami mohon berkah dan do’anya bagi Ning Lia agar dapat maju sebagai Calon Walikota/Wakil Walikota Surabaya Tahun 2020”. Damba saya kepada beliau.

Setelah menanyakan banyak hal tentang Ning Lia, beliau terdiam sejenak. Suasana hening di tengah keramaian para pengunjung lain di rumah makan itu. Kemudian beliau menjawab, “Sungguh, jaringan orangnya sampean ini sangat kuat. Dukungan sangat banyak datang dari berbagai elemen masyarakat. Dan…. akan banyak yang melamarnya. Akan banyak yang melamarnya.”Kata beliau dengan mengulang kalimat ‘akan banyak yang melamarnya.’

Mendengar jawaban beliau seperti itu, saking bahagianya, maka spontan saya dan isteri berdiri dan berteriak, “Alhamdulillah…, Aamiin Yaa Allah…” sembari mencium tangan Sang Mursyid yang wajahnya selalu tergambar senyum dan kedamaian. Saya baru sadar bahwa tingkah kami sempat menjadi perhatian para pengunjung lain yang ada di rumah makan itu, tetapi rasa bahagia mendengar ‘berita gembira’ ini telah menenggelamkan rasa malu.
Terima kasih, Guru.

Begitulah sekelumit kisah perjumpaan spiritual yang saya sampaikan dalam acara Konsolidasi Relawan Ning Lia (yang disepakati dengan nama BENTENG LIA tadi malam di kediaman Sang Kandidat, Jemur Wonosari Wonocolo. Dan saya berharap bahwa kisah ini dapat menjadi media dalam menata hati dan niat kita semua dalam berjuang bersama dalam barisan orang-orang baik ini dengan penuh rasa Optimis Dan Tawakkal

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait