Oleh :
Rudi S Kamri
Kalau kita cermati beberapa kejadian yang terjadi akhir-akhir ini, mulai gejolak sosial di Papua, gesekan horizontal terkait isu revisi UU KPK dan kebakaran hutan – lahan (karhutla) serta gangguan nyinyiran oleh orang-orang yang tidak ada kerjaan seperti Sri Bintang Pamungkas semua mengarah secara sentral menunjuk sebagai kesalahan Jokowi. Entah mengapa saya tidak percaya hal tersebut kejadian yang berdiri sendiri. Saya meyakini kejadian-kejadian tersebut adalah saling kait mengkait dan ‘by design’.
Tujuannya jelas mengganggu bahkan ada upaya untuk menggagalkan pelantikan Presiden Jokowi untuk jabatan periode kedua pada 20 Oktober 2019. Saya bisa katakan usaha mereka inkonstitusional, ilegal dan saya haqul yakin akan berakhir sia-sia belaka. Dengan pertimbangan dan alasan apapun MPR RI tidak mungkin akan menunda atau menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden. Karena itu perintah konstitusi.
Kerusuhan dan gejolak sosial di Papua yang sampai saat ini belum reda sepenuhnya, jelas terlihat ada kepentingan kelompok tertentu di dalam negeri yang memprovokasi. Dan tentu saja gejolak di tanah Papua dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok Benny Wenda dan kawan-kawan di luar negeri. Namun ternyata usaha mereka gagal total karena dalam kenyataannya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tetap menyatakan dengan tegas bahwa Papua adalah merupakan bagian dan kedaulatan penuh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Belum tuntas masalah Papua terselesaikan, isu pelemahan KPK terkait revisi UU KPK sengaja dihembuskan oleh internal KPK dengan cara menjijikkan yaitu menggalang opini publik. Meskipun sudah ada penjelasan secara detail dari Presiden Jokowi dan Prof. Romli Atmasasmita yang merupakan salah satu bidan lahirnya KPK, tetap saja berbagai LSM dan beberapa tokoh nasional serta beberapa gelintir mahasiswa berhasil disesatkan oleh Novel Baswedan dan kawan-kawan. Aneh.
Karhutla demikian juga, hal ini merupakan sub ordinasi atau pembangkangan dari perintah Presiden agar kejadian ini dicegah supaya tidak terjadi. Namun kenyataannya di berbagai daerah seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah kejadian karhutla tetap saja terjadi. Apakah kita sudah melihat Kapolda atau Pangdam yang diganti karena dinilai tidak mampu menjalankan perintah Presiden ? Belum ada. Mengapa mereka tidak diganti ? Entahlah, hanya Tuhan dan atasan mereka yang tahu. Kalau hal ini bukan karena faktor ketidakbecusan aparat negara di daerah bisa jadi kejadian ini merupakan kesengajaan yang bertujuan membuat malu Presiden Jokowi.
Gangguan kecil lainnya adalah nyinyiran kelompok orang kurang kerjaan seperti yang dilakukan Sri Bintang Pamungkas (SBP) dan kawan-kawan. Bagaimana mungkin seorang tersangka kasus makar yang telah dicokok oleh aparat kepolisian pada Desember 2016 tetap bebas berkeliaran dan tetap nyinyir bernarasi keras yang jelas-jelas melawan pemerintah yang sah ? Dan anehnya kelakuan memuakkan SBP dan kawan-kawan tidak ditindak oleh Polri. Lalu bagaimana kabar sangkaan kasus tindakan makar yang dilakukan SBP Desember 2016 lalu ? Apakah sengaja ada pembiaran ? Hanya Polri dan Tuhan yang tahu.
Dari rangkaian kegiatan yang menggangu kenyamanan dan kedamaian masyarakat tersebut saya menduga keras ada tali temali yang saling berkait. Tokoh-tokoh pelaku operasional kerusuhan tersebut ibaratnya hanya binatang piaraan yang sengaja dilepas Sang Tuan. Mereka sengaja dilepaskan, disuruh melakukan keonaran dan pembakaran suhu politik di masyarakat kemudian Sang Tuan datang tampil bak pahlawan seolah-olah berhasil memadamkan api yang sengaja dinyalakan.
Bisa jadi hal tersebut bertujuan mencari muka kepada Presiden untuk mendapatkan kredit poin. Bisa jadi juga hal ini merupakan “tes ombak” untuk mengukur dukungan politik baginya. Tapi apapun alasannya semua ini terlihat sangat merepotkan Presiden Jokowi. Fokus kerja Presiden jadi terganggu dan kredibilitasnya secara sengaja telah dihina-dinakan di depan rakyat.
Rangkaian kegiatan tersebut mudah-mudahan dapat dilihat dengan jernih oleh Presiden Jokowi. Sehingga menjadi evaluasi dan pertimbangan dalam memilih pembantunya yang loyal di Kabinet Kerja Jilid II yang akan datang. Jangan lagi Presiden Jokowi salah memilih orang atau justru secara tidak sengaja memelihara harimau di halaman istana. Sejinak-jinaknya macan, pada suatu kesempatan pasti akan berusaha menggigit tuannya.
Tapi satu hal yang dilupakan oleh para pengganggu Jokowi adalah bahwa Jokowi merupakan salah satu kehendak Tuhan atas Indonesia. Otomatis mayoritas rakyat Indonesia akan tetap kukuh berdiri di depan untuk membentengi Presiden Jokowi. Suara mayoritas rakyat Indonesia adalah suara Tuhan. Jadi artinya suara sekelompok orang yang mengganggu Jokowi adalah suara setan.
Kapan ada cerita setan mengalahkan kehendak Tuhan ? Tidak pernah terjadi, kawan !!!
*Salam SATU Indonesia*
20092019