Jakarta, 12 Februari 2019. Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dianggap masih belum mampu menjawab permasalahan yang ada dan belum mampu mengubah petani dan nelayan sebagai produsen pangan. Hal ini mendorong Fraksi Partai Nasdem DPR RI merasa perlu memberikan dukungan yang diperlukan dalam penyelesaian persoalan pangan, baik dari segi anggaran, pengawasan, maupun peraturan-perundangan.
Sebagai bentuk dukungan Fraksi Nasdem, maka pada hari Selasa, 12 Februari 2019, di Ruang Rapat Fraksi Partai Nasdem, Gedung Nusantara I DPR RI Lt.22 diselenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Revisi Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan”.
FGD ini diharapkan menjadi wadah analisa, kajian dan bedah yang mendalam terhadap undang-undang terkait Pangan ini dan tidak menutup kemungkinan jika pada akhirnya akan mengusulkan kepada DPR RI bersama Pemerintah untuk merevisi kembali Undang-Undang Pangan dimaksud.
Undang-undang Pangan yang saat ini kita pedomani tidak sesuai dengan kondisi real yang kita hadapi saat ini yang juga beririsan dengan banyak hal termasuk undang-undang perkebunan. Sebut saja, pasal 14 ayat 2 dalam pelaksanaannya ternyata bias. Misalnya saja Kementrian Perdagangan melakukan impor namun ternyata koordinasi dengan Kementrian Pertanian masih sangat kurang. Kita berharap bahwa undang-undang ini seharusnya menjadi produk hukum yang memayungi semua kepentingan pangan. Hal tersebut dijelaskan oleh Sulaeman L. Hamzah, Anggota DPR RI Fraksi Partai Nasdem Komisi IV, ketika membuka secara resmi acara FGD.
“Kami sempat mengkritik keras Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 ini karena isinya mencampuradukkan istilah, hingga saya merasa bahwa kita perlu kembali ke konsep kedaulatan pangan sendiri,” kata salah satu narasumber Prof. Dr. Dwi Andreas Santoso, Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia, mengawali penjelasannya.
Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian IPB ini, untuk membuat konsep undang-undang Kedaulatan Pangan, ada lima hal yang perlu diperhatikan yaitu akses atas pangan, hak atas input pertanian alami, akses terhadap SDA, family farming, demokratisasi pertanian, dan pasar yang berkeadilan.
Hal senada juga dikatakan Johnny G. Plate, anggota DPR RI Fraksi Partai Nasdem Komisi XI, bahwa FGD ini tidak dimaksudkan untuk langsung membuat revisi, namun kodifikasi untuk ketahanan pangan, kepentingan kedaulatan pangan dan juga swasembada pangan.
“Kita harus melihat beberapa faktor atau setidaknya dari dua sisi yaitu supply dan demand. Dari sisi demand, misalnya, secara tidak sadar merupakan pola konsumsi yang berbasis impor seperti misalnya gandum,” jelas Johnny yang juga menjabat sebagai Sekjen Partai NasDem.
Menurut salah satu narasumber, Henry Saragih, kita perlu segera mengerjakan dua hal, yaitu pembenahan birokrasi yang membenahi fungsi dan peran antar kementrian yang berkaitan dengan urusan pertanian dan pangan, juga menjawab persoalan yang mendesak dihadapi petani seperti pupuk subsidi dan pemenuhan kebutuhan petani atas input pertanian yang mudah dan murah.
“Untuk memikirkan apalagi untuk mengubah Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 ini bukanlah suatu pekerjaan yang mudah atau cepat. Kita perlu mengembangkan pertanian kecil dan menengah, bukan skala besar dan tidak monokultur,” jelas Ketua Umum Serikat Petani Indonesia ini. []