Jombang, beritalima.com – Seluas 74,88 ha kawasan kumuh di Kabupaten Jombang telah ditangani oleh Kabid Pengembangan Kawasan Pemukiman (PKP) baik program daerah, program provinsi maupun program pusat, hingga akhir tahun 2019 tinggal 55,41 Hektar.
Kata Syaiful Anwar, Kepala Bidang PKP pada Dinas Perumahan dan Pemukiman Kabupaten Jombang, Kamis (29/6/2020), di kantornya.
Syaiful pun mengatakan, kawasan kumuh yang ditangani Kabid PKP tersebut tersebar di 7 wilayah kecamatan. Namun dari 55ha lebih yang belum tertangani itu, Kabid menyatakan harus segera diselesaikan. Namun yang menjadi kendala bagi Kabid adalah, munculnya kawasan kumuh baru ketika sedang mengentaskan kawasan kumuh yang sudah diinventarisir sebelumnya.
“Contoh kawasan Tebuireng tidak masuk kumuh, tapi sekarang terlihat kumuh akibat adanya pergerakan perekonomian masyarakat di sana (Tebuireng) sehingga harus ditangani,” tandasnya.
Dijelaskan Syaiful, bahwa kawasan kumuh yang telah ditangani itu harus lewat program yang ada dalam program pengembangan kawasan pemukiman sendiri, seperti pemberdayaan masyarakat untuk infrastruktur. Sedangkan program yanh ditangani itu, srmua anggarannya dari pusat per tahunnya bisa mencapai 1 – 2 miliar rupiah per kawasan.
“Jadi 1 sampai 2 miliar itu bukan untuk kawasan yang diajukan tapi dianggarkan per kawasan. Contoh tahun 2019 memperoleh Rp13 miliar untuk 9 kawasan,” imbuh pria yang bertubuh tambun itu.
Masih diungkapkan Kabid PKP, telah memastikan bahwa dalam penanganan kawasan kumuh itu ada dua persyaratan. Pertama, dapat mengidentifikasi kawasan kumuh tapi semua penanganan kawasan kumuh harus berangkat dari SK yang telah ditetapkan oleh Bupati Jombang. Kedua, SK Bupati Jombang No. 188.4.45/398/415.10.3.4/2017 menjadi acuan pelaksanaan kawasan kumuh.
“Dari luas kawasan kumuh seluar 74,88 Ha sudah kami tangani sejak diterbitkannya SK Bupati tahun 2017, lalu tahun 2018, kemudian tahun 2019. Hingga sekarang tersisa 55,41 Ha,” jelasnya.
Selain sudah menangani kawasan kumuh yang sudah tersisa 55,41 Ha itu, ternyata muncul beberapa lokasi kawasan kumuh baru. “Nah itu perlu di SK kan ulang,” tandas Syaiful kepada beritalima.com
Dijelaskan Syaiful, tanpa SK tidak bisa bekerja di lokasi – lokasi yang tidak ber SK. Semua pekerjaan harus teratur sesuai lokasi yanh sudah teridentifikasi berdasarkan SK untuk menghindari kawasan kumuh baru.
Jadi ditegaskan pria yang faham tentang pemukiman itu, semua kawasan kumuh yang ditangani harus berdasarkan SK. Seperti SK yang dikeluarkan tahun 2017 itu untuk 7 kecamatan. Sedangkan untuk tahun ini katanya, akan mengidentifikasi ke seluruh kawasan Kabupaten Jombang, di 21 kecamatan
“Sebenarnya untuk identifikasi sudah kita anggarkan, kita mengundang unsur – unsur desa yang belum teridentifikasi untuk dilakukan pembinaan dan sosialisasi pengidentifikasian kawasan kumuh yang insya Allah kita rencanakan di bulan ini,” imbuhnya.
Ironis yang direncanakan bulan ini melarang kita untuk melakukan pengumpulan orang, akhirnya kegiatan untuk melatih masyarakat untuk mengidentifikasi kumuh dibatalkan.
“Termasuk tenaga ahli yang bisa mengidentifikasi kumuh juga dibatalkan. Dan anggarannya dikembalikan sesuai permintaan Pemerintah Daerah untuk refocusing anggaran Covid-19, sehingga mengacu pada SK yang pertama,” jelasnya.
Ditegaskan Syaiful, tahun ini sebenarnya tahun 2020 ini akan mengupdate SK kumuh yang baru. Rata-rata untuk penanganan kawasan kumuh, nilai anggaran terbesar dari pusat. Tapi Pemerintah Pusat tidak akan menurunkan anggaran jika tidak ada SK Bupati.
“SK Bupati baru mengacu pada SK tahun 2017 padahal lokasi lokasi kumuh baru itu ada, contoh di Kecamatan Sumobito adalah kumuh baru dan tidak bisa kita usulkan karena tidak masuk dalam SK 2017,” pungkasnya.
Lebih lanjut Kabid Pengembangan Kawasan Pemukiman mengharapkan, wabah Covid-19 ini dapat selesai sehingga tahun 2021 seperti yang diharapkan Kabid, bisa diawali untuk mengidentifikasi kecamatan lain selain 7 kecamatan.
“Sehingga arah penyelesaian kumuh ini bisa sinergi dengan pemerintah pusat,” tutupnya.
Reporter : Dedy Mulyadi