Jakarta – Reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah awal mendukung program pemerintah untuk melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan organisasi Kejaksaan Republik Indonesia yang baik, efektif dan efisien.
Hal tersebut disampaikan Wakil Jaksa Agung RI, Setia Untung Arimuladi saat membuka Webinar Peningkatan Maturitas SPIP Kejaksaan Republik Indonesia dengan Tema “Manajemen Resiko” tahun 2021, Selasa (14/9/21).
“Sehingga dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat, dan professional guna terwujudnya good governance dan clean government aparatur Kejaksaan yang bersih dan bebas dari KKN, serta terciptanya pelayanan prima dan meningkatkan akuntabilitas kinerja,” terang Untung yang juga selaku Ketua Tim Pengarah Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI.
Dijelaskan Untung, mekanisme pengukuran pencapaian target keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi sebagaimana maksud diatas digunakan indikator yang ada dalam “aspek pemenuhan”, “aspek hasil antara” dan “aspek reform”.
Penerapan SPIP dan Manajemen Resiko berada pada indikator yang ada dalam “aspek pemenuhan” dan “aspek hasil antara” (dengan hasil penilaian SPIP).
Lebih lanjut, Untung menjelaskan, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) telah dimandatkan lima unsur pengendalian intern, yang salah satunya adalah penilaian resiko.
Dalam peraturan tersebut, mewajibkan setiap instansi untuk melaksanakan penilaian resiko yang meliputi identifikasi resiko, analisis, evaluasi dan penanganan resiko sebagai aktivitas pengendalian.
“Kondisi ini juga telah sejalan dengan amanat Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2020 tentang Penerapan Manajemen Resiko di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia,” jelasnya.
Pada tahun 2020, penilaian maturitas SPIP Kejaksaan Republik Indonesia menghasilkan skor sebesar 3,3034 dan unsur SPIP Kejaksaan Republik Indonesia rata-rata telah mencapai level 3 (terdefinisi). Tingkat maturitas atau kematangan SPIP menunjukkan kualitas proses pengendalian terintegrasi dalam pelaksanaan sehari-hari tindakan manajerial dan kegiatan teknis di lingkungan Kejaksaan.
“Unsur penilaian resiko penyumbang terbesar dalam ketidak berhasilan pencapaian level maturitas SPIP, persoalan mendasar terkadang bahwa manajemen resiko belum menjadi aktivitas sehari-hari, selain budaya resiko yang harus dibangun, struktur manajemen resiko juga memainkan peran penting dalam meningkatkan maturitas SPIP,” terangnya.
Wakil Jaksa Agung RI mengatakan, Kejaksaan Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Kejaksaan Nomor 6 tahun 2020 tentang Penerapan Manajemen Resiko Di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia, hal ini dilakukan guna mengakomodir amanat pelaksanaan reformasi birokrasi terkait penerapan SPIP di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.
“Dimana upaya manajemen resiko pada tingkat pusat di koordinasikan oleh bidang pengawasan dan di inisiasikan pelaksanaannya baik dari level pusat maupun level satuan kerja daerah di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki,” lugasnya.
Sebagai lembaga penegak hukum, Kejaksaan harus terus mengikuti perkembangan zaman terutama di era digitalisasi saat ini. “Digitalisasi Kejaksaan nantinya diharapkan menyentuh tata kelola dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari baik itu menyentuk aspek tata kelola perkantoran, persuratan, administrasi perkara, pelayanan publik dan manajemen resiko di Kejaksaan dengan basis teknologi informasi atau elektronik,” sebutnya.
Penerapan teknologi informasi dan komunikasi di Kejaksaan merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan tugas dan fungsi yang berbasiskan digital, hal ini guna meningkatkan transparansi dan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien sebagaimana dalam Instruksi Jaksa Agung R.I. Nomor 15 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Hasil Rapat Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2020 tanggal 16 Desember 2020, sebagai bentuk dan arah kebijakan Kejaksaan yang bersifat mengikat dan wajib diimplementasikan diantaranya terkait “Digitalisasi Kejaksaan”.
Untung menambahkan, teknologi memperoleh perhatian lebih karena berkaitan dengan aplikasi manajemen resiko yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi melalui simplifikasi proses manajemen resiko yang sangat kompleks, sehingga dapat mempercepat dan meminimalisasi waktu.
“Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah perlunya sistim informasi yang dapat membantu otomatisasi proses perolehan data, penyimpanan dan validasi data serta komunikasi dan penelusuran informasi dalam register resiko,” pungkas Ketua Tim Pengarah Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI. (Red).