Wakil Ketua Fraksi PKS: Integrasikan Kelembagaan Iptek, Bukan Melebur

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Pembentukan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) sebaiknya diarahkan untuk mengkonsolidasikan sumber daya riset dan teknologi (ristek) yang tersebar di beberapa lembaga yang ada. BRIN harus bisa mengintegrasikan semua kegiatan riset sehingga mencapai target inovasi yang diharapkan.

Demikian disampaikan politisi senior di Komisi VII DPR RI memnidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan&Teknologi (Iptek) serta Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto dalam keterangan pers yang diterima awak media di Jakarta, Rabu (5/5).

Mulyanto mengatakan, masalah krusial dalam pengembangan riset dan inovasi nasional terkait efek pengenceran (dilution effect), baik anggaran, SDM, sarana dan prasarana Iptek yang tersebar di berbagai lembaga litbang di LPNK ristek maupun balitbang Kementerian teknis.

Karena itu, upaya untuk mengkonsolidasikan sumber daya Iptek menjadi penting untuk dilakukan Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Pembentukan BRIN dalam rangka proses konsolidasi itu menjadi strategis,” kata Mulyanto.

Kenapa integrasi riset penting dilakukan, salah satunya terkait anggaran riset nasional yang kecil. “Anggaran litbang hanya Rp 20 triliun atau 0.2 persen dari PDB akan menjadi semakin kecil karena persebaran. Malaysia saja anggaran risetnya sudah di atas 0.5 persen, Unesco mentargetkan minimal 1 persen dari PDB.”

Bahkan bila dibandingkan dengan anggaran riset perusahaan seperti Microsoft  (US$14.7 miliar, sama dengan Rp 206 triliun) atau Huawei  (US$15.3 miliar= Rp 214 triliun) pada 2018, anggaran riset kita sudah kalah jauh.

Kata kuncinya, konsolidasi sumber daya riset atau dalam bahasa Pasal 48 UU No: 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek adalah ‘integrasi’, yakni mengintegrasikan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian dan Penerapan (litbang-jirap) serta Invensi dan Inovasi.

“Dengan begitu, berbagai invensi yang dihasilkan lembaga litbang benar-benar dapat dihilirisasi menjadi produk inovasi, yang dapat diterapkan, baik secara sosial maupun ekonomi,” kata Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Pembangunan dan Industri itu.

Ditambahkan frasa ‘integrasi/ litbangjirap ini secara khusus ditegaskan dalam bagian Penjelasan UU No: 11/2019, yakni proses mengarahkan dan menyinergikan terutama dalam penyusunan perencanaan, program, anggaran dan sumber daya Iptek lainnya.

Jadi, memang harapannya BRIN menjadi lembaga integrator yang mampu mengarahkan dan mensinergikan penyusunan perencanaan, program, anggaran, dan sumber daya Iptek lainnya.

“Instrumen utama integrasi perencanaan, program, dan anggaran ini adalah Rencana Induk Pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RIRIN), yang mencakup perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan,” kata dia.

Dengan integrasi berbasis RIRIN dikawal BRIN, perencanaan, program dan anggaran riset benar-benar dapat disinergikan. Amanat UU lebih mengarah pada integrasi perencanaan, program dan anggaran bukan pada peleburan kelembagaan.

Peleburan kelembagaan, apalagi kelembagaan litbang, bukan soal remeh-temeh, karena lembaga bukan sekedar ‘benda mati’. Di dalamnya ada ruh kelembagaan, visi yang melekat lama, jiwa korsa, budaya kerja, tokoh dan simbol dan atmosfer kebersamaan yang tercipta dalam waktu panjang secara organik yang berkelindan membentuk elan vital dan etos kerja bahkan militansi lembaga.

“Misalnya penggabungan LIPI dan BPPT dengan tupoksi, sejarah, jiwa korsa dan budaya Ristek yang berbeda bukanlah hal yang bisa sekali jadi dan dapat segera tune in dalam waktu 2-3 tahun.

Alih-alih meningkatkan kinerja kelembagaan Riset, kita khawatir peleburan kelembagaan ini malah membuatnya ambruk. Perlu sikap kehati-hatian Pemerintah,” imbuh Wakil Ketua FPKS DPR RI ini.

Apalagi terkait peleburan Batan dan Lapan, lanjut Mulyanto, Pemerintah dapat diduga melanggar UU No: 10/1997 tentang Ketenaganukliran dan UUU No: 21/2013 tentang Keantariksaan. Karena Bayan dan Lapan bukan sekedar lembaga penelitian dan pengembangan.

“Keduanya masing-masing badan pelaksana tugas pokok ketenaganukliran dan badan penyelenggara keantariksaan dan penerbangan sehingga jika kedua lembaga ini dibubarkan akan terjadi kekosongan pelaksanaan tugas atas amanat UU di atas,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait