JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto menilai, tiga indikator penting sektor migas sangat memprihatinkan. Untuk itu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI mendesak Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengevaluasi secara menyeluruh kinerja pembangunan sektor migas nasional.
Beberapa indikator yang terlihat memprihatinkan, ungkap politisi senior dari Dapil III Provinsi Banten tersebut adalah lemahnya perawatan kilang yang ada, kinerja lifting minyak dan kinerja impor serta defisit trasaksi berjalan.
“Semua indikator jeblok. Kita dikejutkan dengan kabar para pejabat BUMN yang mengelola usaha sektor ini dimanja dengan fasilitas kartu kredit yang limitnya mencapai Rp 30 milyar, uang saku, uang representative dan fasilitas lain yang sangat fantastis. Ini sangat kontradiktif,” kata Mulyanto dalam keterangan tertulis pekan ini.
Pemegang gelar doktor nuklir Tokyo Institute of Technology (Tokodai) 1995 ini juga menyoroti maraknya kasus kebakaran kilang migas sebagai indikator lemahnya perawatan. Dalam waktu yang relatif dekat terjadi dua kebakaran kilang yakni di Balongan, Jawa Barat dan Cilacap, Jawa Tengah.
Kebakaran kilang dengan jarak waktu kurang dari tiga bulan ini mencerminkan otoritas migas kita tidak mengambil pelajaran dari kasus-kasus kebakaran yang ada dan terkesan menganggap remeh masalah tersebut.
“Padahal, kalau cadangan operasional dalam kilang-kilang tersebut terbakar, praktis untuk menggantinya dipenuhi melalui penambahan volume impor. Apakah ini ada kesengajaan dari mafia impor?” selidik Mulyanto.
Terkait kinerja lifting minyak, Mulyanto mencatat, target dan capaian lifting minyak terus turun dari tahun ke tahun. Target lifting minyak dalam asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2022 juga masih sangat konservatif karena hanya 705 ribu barel per hari (BPH).
Itu sudah atas desakan Komisi VII DPR RI. Awalnya Pemerintah mencantumkan target lifting minyak di bawah angka itu. Memang ada wacana untuk menggenjot target lifting minyak di 2030 satu juta BPH. “Namun, saya melihat visi ini sekedar mimpi dari Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas saja,” kata dia.
Tidak tampak kesungguhan Pemerintahan Jokowi dalam pencapaian visi lifting minyak sejuta BPH di 2030. “Akibatnya gap kebutuhan dan penyediaan minyak domestik semakin menganga. Dan lagi-lagi solusinya adalah impor,” jelas wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut.
Terkait dengan kinerja impor dan defisit transaksi berjalan sektor migas, kata dia, data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan. tahun ini terjadi lonjakan impor dan melebarnya defisit transaksi berjalan sektor migas. Padahal tahun-tahun sebelumnya sudah ada tanda-tanda perbaikan untuk itu.
Dari data BPS mutakhir diinformasikan, Mei 2021 terjadi lonjakan impor migas menjadi 2.06 milyar dolar AS. Bila dibandingkan dengan bulan yang sama 2020 (y-on-y) impor meningkat 212 persen.
Defisit transaksi berjalan untuk sektor migas Mei tahun ini 1,12 milyar dolar AS. Bila dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun lalu (y-on-y) meningkat 1020 persen.
“Ini angka yang fantastis. Meroket lebih dari sepuluh kali lipat. Ini artinya, kembali terjadi peningkatan defisit transaksi berjalan sektor migas 2021. Dan angkanya diprediksi semakin melebar mencapai 86 persen dibandingkan dengan 2020.
“Padahal pada tahun-tahun sebelumnya defisit transaksi berjalan sektor migas ini sudah cenderung turun,” ungkap Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan tersebut.
Karena itu, Mulyanto mendesak Pemerintah untuk waspada dengan kinerja impor dan neraca perdagangan sektor migas di semester kedua 2021.
“Pemerintah harus sungguh-sungguh mengevaluasi dan menyeluruh kinerja pembangunan sektor migas ini. Bila tidak, ketahanan migas nasional bisa semakin melorot,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)