JAKARTA, Beritalima.com– Untuk meningkatkan bauran listrik dari sumber Energi Baru Terbarukan (EBT), anggota Komisi VII DPR RI bidang Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempermudah izin untuk masyarakat yang menggunakannya.
Pemerintah harus mendukung masyarakat, apalagi swasta, yang proaktif berpartisipasi dalam program penggunaan listrik dari sumber EBT. Itu akan mempercepat target pemenuhan bauran energi dari sumber EBT 23 persen 2025 yang tinggal empat tahun lagi.
“Dalam jangka pendek, mestinya Jokowi melonggarkan alur dan syarat perizinan, sehingga menarik swasta menggunakan EBT. Jangan sampai izin berlarut-larut bahkan sampai lebih dari 6 bulan. Ini bisa membuat swasta maju-mundur,” ujar Mulyanto Jakarta, Kamis (4/3).
Selanjutnya, ungkap Wakil Ketua bidang Pembangunan dan Industri Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI tersebut terkait mekanisme dan biaya ekspor listrik, harusnya PLN dapat menegosiasikan dengan baik sesuai semangat akselerasi kontribusi listrik dari sumber EBT.
“Kalau Pemerintah masih bertindak bisnis as usual atau terkesan ogah-ogahan dalam akselerasi program EBT, dapat dipastikan target bauran EBT 2025 akan meleset.
Perlu gebrakan dan progam-program inovatif dalam mendorong partisipasi sektor swasta dalam penerapan EBT ini.”
Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Bantein ini menegaskan, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) ini sangat prospektif. Selain harganya kompetitif juga sangat fleksibel dipasang di atap rumah-rumah masyarakat.
“Apalagi untuk daerah yang masih belum teraliri listrik, karena jauh dari transmisi listrik. Program ini dapat meningkatkan pemerataan listrik masyarakat menuju 100 persen tingkat elektrifikasi,” tandas Mulyanto.
Sebelumnya diberitakan, PT Coca Cola Amatil (CCA) Indonesia mengalami kesulitan mengembangkan teknologi EBT sebagai sumber energi alternatif. CCA menyebut masih ada sederet kendala yang dihadapi dalam penggunaan EBT, khususnya PLTS Atap di pabriknya.
Public Affairs, Communication&Sustainability Director Coca-Cola Amatil Indonesia, Lucia Karina mengatakan, ada empat tantangan dalam mengembangkan EBT. Pertama, keterbatasan pilihan dan ketersediaan EBT.
Kedua, regulasi yang kurang menunjang investasi EBT untuk institusi non pemerintah. Ketiga, investasi tinggi atau besar dengan periode pengembalian modal (payback period) yang panjang. Dan terakhir, tidak adanya stimulus atau insentif guna mendorong penerapan EBT oleh industri. (akhir)