“Semar Mbabar Wahyu Katentreman”
Beritalima.com – Penghayat Kepercayaan kerohanian Sapta Darma (Persada) kota Surabaya gelar sejumlah ritual untuk memperingari bulan Suro 1956 Saka selama 3 hari (19-21 Agustus 2022) mulai Tirakatan Teteki dan Ruwat Negari hingga wayang kulit berlakunya “Semar Mbabar Wahyu Katentreman” yang memaknai giat spiritual dan filosofis dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun kegiatan bertempat di Sanggar Candi Busana Sapta Darma di Jl Jemursari Selatan VI no 32 – 34.
Wakil Ketua Persada Kota Surabaya, Dian Yeni Cahyawati menjelaskan adanya giat bulan Suro tahun ini para penganut aliran kebatinan berdoa bersama penuhi ruang terbuka dalam sanggar yang diawali ibadah menjalankan tirakatan teteki yakni laku spiritual melaksanakan sembah sujud kepada Tuhan YME.
“Tujuan dari ibadah para warga yang tergabung dalam wadah Persada Kota Surabaya ini untuk melakukan pembersihan diri dengan merefleksi dan memohon ampun atas segala kesalahan yang telah diperbuat) hingga mendapat siram rohani melalui gelar seni budaya tradisi asli Jawa melalui pertunjukan wayang kulit bagan dari simbolis crita kehidupan di alam dunia dilakukan oleh dalang yang berpengalaman,” ujarnya.
Peringatan bulan Suro tahun ini yang juga bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 77, lanjut Yeni, warga Sapta Darma juga menggelar ruwat negari. Diantaranya gelar doa’ bersama agar bangsa Indonesia diberikan kekuatan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
“Kegiatan ini adalah sebuah momentum penting bagi seluruh Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia untuk memperingati dari tahun ke tahun diadakan,” katanya, Minggu (21/8).
Selain Tirakatan Teteki dan Ruwat Negari, warga Sapto Darmo juga disertai pembagian paket sembako sebagai bentuk kepedulian dan empati kepada masyarakat. Sembako langsung dibagiakan melalui sanggar di setiap kecamatan masing masing.
“Tujuannya tidak lain untuk membangun empati diantara sesama tanpa melihat keyakinannya. Dan bagian dari hal dasar yang sangat dipedomani dalam merawat keberagaman dan toleransi diantara para pemeluk agama dan kepercayaan,” tambahnya.
Yeni menuturkan, daribrangkaian kegiatan juga tak kalah penting adalah menanamkan nilai nilai pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi penting untuk disematkan pada generasi muda sekaligus mengamalkan isi Wewarah Tujuh yang mewajibkan warga Sapta Darma untuk saling mengasihi dan menolong tanpa berharap imbalan apapun.
Senada disampaikan Penyelenggara kegiatan dan Ketua Persatuan Warga Sapta Darma Pusat, Naen Soeryono menambahkan gelar seni budaya pertunjukkan Wayang kulit sangat penuh arti dan makna dengan wejangan dari nilai nilai luhur kemanusiaan dalam amalkan ajaran budi pakerti.
Untuk itu, lanjut Naen harus bangga sebagai bangsa Indonesia yang mewarisi keragaman budaya dan adat istiadat yang beragam. Sebab budaya adalah asset bangsa yang harus dilestarikan keberadaannya.
“Selain itu, budaya adalah perekat keragaman dan pitutur luhur untuk menuntun sikap budi luhur, pungkas Naen Soeryono,” tandasnya. (Utg)