KUPANG, beritalima.com – Profesi jurnalis adalah pekerjaan yang membutuhkan skill, dengan tentunya tetap harus menjunjung Undang-undang Pers, dan mengedepankan sikap independen dalam menulis berita.
Dalam buku “ SERIKAT JURNALIS UNTUK KEBERAGAMAN (SEJUK) menerbitkan buku “ mewartakan agama” Panduan Peliputan terbaik. Buku ini sekiranya tidak menjadi panduan bagi wartawan saja tetapi juga para pemimpin redaksi dan pemimpin middle di redaksi sehingga bisa menulis dengan baik tanpa harus menimbulkan konflik.
“ Kita prihatin melihat tayangan-tayangan yang menyudutkan kelompok-kelompok tertentu. Dengan sebuah buku panduan, maka jurnalis dalam menulis tidak lagi menyudutkan atau mendeskreditkan kelompok tertentu dalam masyarakat”, kata Ana Djukana, Pemred Harian Kota KURSOR saat membawakan materi tentang “ Perspektif Keberagaman dan KBB dalam menulis berita” pada acara Workshop Penulisan tentang Keberagaman dan Kekebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Kantor Harian KURSOR, Jumat (26/8) siang.
Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama Harian Kota KURSOR dengan Peace Journlist Community Kupang (PJCK) didukung AFSC, dengan menghadirkan tiga pemetari yakni Ana Djukana (Pemred Harian KURSOR), Alexander Dimoe (Ketua AJI Kupang), dan Agus Sape dari Harian Umum Pos Kupang dan diikuti para wartawan, baik media cetak, Online dan Elektronik di Kupang.
Menurutnya sudah saatnya media mengusung masalah – masalah yang selalu luput dari perspektif jurnalis, seperti toleransi beragama, Lesbian Gay Biseksual Transgender (LGBT), perempuan, anak, disabilitas, etnisitas, keberagaman.
Dikatakannya, berbagai liputan tentang isu-isu agama, sebaiknya jurnalis, tidak hanya mengambil satu pandangan saja. Harus ada pembanding dan membiarkan masyarakat yang menyimpulkan sendiri. Dengan demikian wartawan harus paham visi dan misi dari masing-masing agama yang menjadi bekal dalam berbagai peliputan isu-isu agama.
Menurutnya, kemampuan jurnalis di lapangan dalam menulis berita dan redaktur dalam melakukan editing di ruangan redaksi tidak memiliki perspektif keberagaman dan pengetahuan yang baik tentang agama-agama sehingga berita-berita keberagaman, kebebasan beragama dan berkeyakinan berbelok dari aslinya, tidak menyebarkan kedamaian
Istilah dalam jurnalistik bad news is a good news dimana berita buruk adalah berita bagus menjadikan wartawan semangat untuk memproduksi berita buruk yang meresahkan.
Media selama ini berperan besar menumbuhkan asumsi-asumsi berita dengan latar belakang jurnalis di lapangan tidak meliput utuh, tidak meminta konfrimasi dari nara sumber atau pihak yang bertikai secara berimbang. Selain itu, jurnalis di lapangan tidak mempunyai kemampuan mendeskripsi situasi menuliskan laporan yang ia dapat dengan baik.
Diperburuk dengan redaktur yang melakukan editing tidak mempunyai pemahaman tentang isu-isu keberagaman, beragama, berkeyakinan, sehingga berita yang diedit tampil pas-pas atau tanpa perspektif , hasilnya berita berat sebelah bahkan menguntungkan salah satu pihak.
Dibutuhkan membaca aneka literature, memperbanyak diskusi-diskusi, training-training yang melibatkan jurnalis, redaktur tentang keberagaman, KBB. Sehingga media mainstream tidak sekedar terbit dan laku di pasaran tetapi tugas sebagai penjaga nilai dengan mampu menebarkan semangat perdamaian, menghargai keberagaman dan mendukung kebebasan berkeyakinan dan beragama. (Ang)