Wartawan Harus Melawan Berita Hoax

  • Whatsapp

KUPANG, beritalima.com – Perkembangan informasi dan teknologi kian pesat, akses terhadap informasi semakin mudah dijangkau oleh semua kalangan.

Harusdiakui banyak informasi bohong atau hoax bertebaran di dunia maya. Karena itu, wartawan harus melawan berita Hoax.Anna Djukana menyampaikan hal itu pada acara Workshop Jurnalis Damai yangdiselenggarakan oleh Perkumpulan Relawan Cis Timor dan Komunitas Peace Maker Kupang (Kompak) yang terdiri dari komunitas orang muda lintas agama dan jurnalis – jurnalis muda di Kupang, Rabu (22/3/2017).Pemimpin Redaksi Harian KURSOR ini memaparkan materi tentang “Jurnalisme Damai untuk Mendukung Issue- Issue Keberagaman”, yang diikuti wartawan Media Cetak, Elektronik dan Media Online di Kupang.

Menurut Anna, laporan jurnalistik yang berperspektif kepentingan bersama untuk tidak mengobarkan konflik melalui media massa jangan hanya menjadi sebuah wacana atau diskusi.“ Jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana memunculkan semangat bersamaagar bisa membuat paradigma baru penulisan berita tentang konflik.

Pendekatanjurnalisme damai memberikan jalan kepada berbagai pihak yang bertikai untuk menyelesaikan konflik secara kreatif dan tidak memakai jalan kekerasan,” katanya.Ia mengatakan, informasi yang tidak benar cenderung menciptakan suasana tidak kondusif dan konflik horisontal di masyarakat.

“Ketika di media sosial mulai ramai dengan pendapat pengguna media sosial (Medsos) yang tidak mengerti dan tidak belajar tentang kode etik maka tugas jurnalis atau media untuk menyajikan pemberitaan dengan verifikasi maupun investigasi mendalam,” ujarnya.

Dijelaskan Anna, perbedaan jurnalisme damai dan jurnalisme perang/konflik dapat dilihat dari beberapa sisi diantaranya orientasi peliputan dan cara pandangterhadap akhir konflik.

Jurnalisme damai akan membongkar ketidakbenaran dua belah pihak (cover up), sementara jurnalisme perang hanya mengungkapkan ketidakbenaran salah satu pihak sedangkan pihak lainnya ditutupi.“Dalam menjalankan tugas peliputan konflik, seorang jurnalis tidak dibenarkan berpihak pada salah satu pihak. Selain itu, dalam penulisan berita, pemilihan diksi atau kata itu penting untuk meredam dampak atau situasi konflik. Tak cukup sampai disitu, jurnalis perlu melakukan verifikasi agar apa yang diinformasikan benar – benar akurat dan berimbang,” jelasnya.

Sementara itu, Ningsi Bunga mewakili Perkumpulan Cis Timor dan Kompak mengatakan, kegiatan kedua lembaga tersebut fokus pada pendidikan perdamaian, kampanye, jejaring dan advokasi. Sejauh ini, Kompak dan Cis Timor konsisten mengorganisir kaum muda dari berbagai kelurahan, suku, agama dan pendidikan untuk terus aktif dan menambah pengetahuan terkait keadilan dan kesetaraan manusia yang berbasis agama, suku dan juga budaya.

Dalam gerakan ini, kata Ningsih, Cis Timor dan Kompak juga fokus pada jejaring sebagai upaya kampanye nilai – nilai toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman dan kelompok – kelompok minoritas yang ada di Indonesia khususnya di NTT.

Untuk melengkapi gerekan tersebut, maka dilakukan pertemuan khusus dengan jurnalis – jurnalis muda sebagai wujud kontribusi membangun kerukunan agama, suku dan identitas lainnya di NTT.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kupang, Alex Dimoe berharap melalui kegiatan Workshop Media atau diskusi – diskusi maupun pelatihan yang diikuti oleh para jurnalis, setidaknya bisa memberikan pemahaman sekaligus pencerahan sebagai pedoman dalam menjalankan fungsi dan perannya, dan jugasebagai bekal dalam melakukan peliputan terkait konflik maupun soal keberagaman. (Ang)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *