Ilustrasi: ayobandung.com
JAKARTA – Dewasa ini, mulai bermunculan sejumlah kasus pelecehan seksual yang beredar di kalangan masyarakat. Motif yang dilakukan oleh para pelaku juga bermacam-macam, salah satu bentuk dari penyimpangan seksual yang sedang ramai bermunculan adalah Eksibisionisme.
Eksibisionisme sendiri berasal dari kata Exhibit yang artinya memamerkan atau menunjukkan. Eksibisionisme merupakan penyakit kesehatan mental yang berpusat untuk mengekspos / mempertontonkan alat kelamin seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual semata, misalnya: payudara, alat kelamin, atau bokong. Dari kesuluruhan kasus yang terjadi, para pelaku dominan melancarkan “aksinya” kepada kelompok teman-teman, kenalan atau orang asing yang tidak dikenal.
• Asal Mula Eksibisionisme
Eksibisionisme pertama kali digambarkan sebagai penyakit jiwa dalam sebuah jurnal ilmiah yang diterbitkan pada 1877 karya dari seorang dokter dan psikolog Prancis bernama Charles Lasegue (1809-1883). Sebelumnya, seorang Sejarawan Yunani Kuno, yakni Herodotus juga sudah memberikan penjelasan mengenai perilaku Eksibisionisme dari abad kelima SM dalam karyanya bernama Historia, yang merupakan catatan tradisi, politik, geografi dan peremuan berbagai budaya di Mediterania dan Asia pada waktu itu. Para pelaku biasa disebut dengan Exhibitionist. Beberapa jenis perilaku juga dapat dimasukkan sebagai suatu bentuk tindakan Eksibisionisme, diantaranya:
1. Anasirma: Mengangkat rok ketika tidak mengenakan celana dalam, dengan tujuan untuk memamerkan alat kelamin.
2. Flashing: Membuka secara sementara anggota tubuh yang biasanya tertutup. Pada perempuan, misalnya memamerkan secara singkat payudara dengan gerakan mengangkat dan menurunkan pakaian dan bra atau juga memamerkan secara singkat alat kelamin laki-laki atau perempuan.
3. Martimaklia: Ini merupakan salah satu jenis parafilia yang melibatkan ketertarikan seksual agar orang lain menonton tindakan seksual yang dilakukan oleh pelaku.
4. Mooning: Mempertunjukkan bokong dengan cara mendodorkan celana dan juga celana dalam. Perilaku ini cendreung berstandar ganda berbasis gender: jika dilakukan oleh kaum laki-laki, perilaku ini lebih sering dianggap sebagai lelucon semata, humor, hinaan atau ejekan dan tidak ada hubungannya dengan rangsangan seksual, sedangkan jika dilakukan oleh perempuan, justru dianggap sebagai rangsangan seksual kepada seseorang yang menjadi sasaran untuk ditunjukkan.
5. Streaking: Sebuah aksi dimana seseorang berlarian dengan kondisi telanjang bulat melintasi tempat umum. Tujuannya biasanya bukan bersifat seksual, melainkan nilai ketegangan dan “kejutan”, dapat dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan.
6. Kandaulisme: Ketika seseorang menelanjangi pasangan seksualnya dengan cara yang eksplisit.
7. Reflektoporn: Aksi menelanjangi diri dan mengambil gambar (foto atau video) dengan menggunakan cermin, kemudian mengunggah gambar tersebut ke internet atau forum publik.
8. Skatologia telepon: Beberapa peneliti mengklaim bahwa perilaku ini adalah varian daripada Eksibisionsime, meskipun tidak terdapat komponen interaksi fisik secara langsung.
• Lantas, hal apa yang menjadi faktor seseorang menjadi exhibitionist ?
Menurut penelitian dari Harvard University, terdapat sejumlah faktor yang dapat menyebabkan seseorang dikatakan sebagai Exhibitionist. Faktor biologis akibat produksi hormon testosteron yang berlebih dapat membuat seorang pria memiliki tingkah laku seksual yang menyimpang. Selain itu, kekerasan secara emosional yang terjadi pada masa kanak-kanak serta disfungsi daripada peran sebuah keluarga juga menjadi penyebab penyakit seksual ini. Seorang anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) pada masa kanak-kanak ternyata juga memiliki hubungan pada kehidupan dewasa yang menderita Eksibisionisme. Tak hanya itu, masih banyak faktor lain yang menyebabkan seseorang menjadi Exhibitionist, diantaranya: mengalami gangguan kepribadian antisosial, cenderung mengidap pedofilia, penyalahgunaan alkohol dan lain sebagainya.
• Apa saja ciri dan tanda seorang exhibitionist ?
Dilansir dari hellosehat.com, jika seseorang merasakan hasrat seksual yang tinggi untuk memperlihatkan alat kelaimnnya kepada orang yang tidak dikenal selama setidaknya enam bulan dan hasrat tersebut telah diekspresikan dalam perilaku. Hal ini merupakan kriteria seseorang yang mengidap Eksibisionsime.
• Kasus Eksibisionisme
Berdasarkan data dari Match.com, salah satu situs kencan online yang mendunia, setidaknya 45% wanita pernah dikirimkan foto alat kelamin pria atau yang lebih popular dengan sebutan dick pic, oleh calon teman kencannya. Namun, tak hanya pria saja, kaum wanita juga memiliki kecenderungan mengidap penyakit mental ini, meskipun jumlahnya tidak sebanyak pria.
Dalam sebuah survei yang dilakukan di Swedia dengan jumlah responden sebanyak 2.450 orang, tingkat eksibisionisme pada pria dibanding wanita adalah 4,1 untuk pria dan 2,1 untuk wanita.
Selain itu, gangguan Eksibisionisme ini diperkirakan mempengaruhi sekitar 2-4 persen populasi laki-laki di dunia dan kurang umum terjadi pada perempuan.
• Lalu, apakah pelaku eksibisionisme sebagai gangguan kejiwaan dapat dipidana ?
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, telah diatur bahwa setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan atau yang bermuatan pornografi lainnya. Para pelaku dapat dipidanakan dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda hingga Rp 5 miliar.
Namun, untuk dapat menjawabnya kita akan mengacu pada alasan penghapus pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal tersebut berkenaan dengan kondisi kejiwaan terdakwa. Pada hal ini, tentulah hakim yang berkuasa memutuskan tentang dapat atau tidaknya terdakwa dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukannya, meskipun ia dapat pula meminta nasihat dari dokter penyakit jiwa. Terkait dengan kejiwaan seseorang, dalam ilmu hukum pidana dikenal dengan alasan penghapus pidana, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapus kesalahan dari sang pelaku suatu tindak pidana, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Jadi, dalam alasan pemaaf dapat dilihat dari sisi orang / pelakunya (subjekif).
Mengenai alasan pemaaf dapat dilihat pada Pasal 44 ayat (1) KUHP, yang berbunyi: “Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.” Kemudian,
dijelaskan pula pada Pasal 44 ayat (2) KUHP, berbunyi: “Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa.”
Kesimpulan yang dapat diambil adalah, Eksibisionisme sendiri merupakan gangguan jiwa yang dialami oleh seseorang yang suka memamerkan alat kemaluannya kepada khalayak banyak. Dapat diartikan, bahwa para pelaku Eksibisionisme yang termasuk mengalami gangguan kejiwaan pada dirinya terbilang dapat terhindar dari pidana.
• Bisakah Eksibisionisme disembuhkan ?
Dikutip dari hellosehat.com, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan penyakit Eksibisionisme ini adalah dengan mencari pertolongan kepada psikolog atau psikiater. Terapi psikologis dapat dilakukan untuk mengurangi munculnya kembali perilaku ini. Selain itu, penggunaan obat seperti: antidepresan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) perlu dikombinasikan dengan terapi psikologis diatas. Beberapa psikiater mungkin akan menyarankan menggunakan obat antiandrogen, yaitu obat yang dapat menurunkan produksi hormon testosteron yang terdapat pada pria.
• Hal apa yang dilakukan, jika bertemu dengan seorang exhibitionist yang sedang “beraksi” ?
Menurut Stephen Hart, seorang psikolog forensik, cara terbaik yang dapat dilakukan ketika bertemu dengan seorang exhibitionist yang sedang melancarkan aksinya adalah dengan pergi dari situasi tersebut secepat mungkin dan tidak memberikan respon pada wajah. Jika exhibitionist mendekat, segeralah berlari dan berteriak meminta pertolongan. Sedangkan menurut Pamela Kulbarsh, ketua Psychiatric Emergency Response Team, menyarankan jika Anda berhasil “ditangkap” dan tidak cukup kuat untuk melawan, Anda bisa melakukan hal-hal yang dapat menghancurkan fantasi pelaku, seperti buang air kecil di celana, ludahi diri Anda sendiri, berpura-pura pingsan dan lain sebagainya.
Penulis: Fazjri Abdillah