Wawancara Kursi Kosong, Terobosan Baru atau Kemunduran?

  • Whatsapp

beritalima.com – Presenter Najwa Shihab menggelar monolog dengan mewawancarai kursi kosong yang menurutnya diperuntukkan untuk Menkes Letnan Jenderal TNI (Purn) Terawan. Namun hal itu membuat banyak pihak yang menyayangkan monolog tersebut.

“Tidak hadirnya seorang narasumber bukanlah hal aneh dalam acara talk show media. Yang aneh itu jika wawancara dilakukan tanpa narasumber dan dijadikan parodi,” kata salah satu pendiri dan juga penasehat BRD (Beranda Ruang Diskusi) Dar Edi Yoga kepada media beberapa saat yang lalu, Kamis, (1/10/2020).

Menurut Dar Edi, adalah hak narasumber untuk tidak hadir dalam sebuah acara talk show atau dialog penyiaran untuk media elektronik, maupun menolak wawancara dan memberikan statemen untuk media cetak. Najwa harus menghormati itu.

Monolog yang terkesan sarkasme, menurut Dar Edi dapat menjadi preseden negatif kegiatan talk show ke depan, dengan menjadikan kursi kosong atau bantal sebagai pengganti narasumber yang sudah beberapa kali diundang tapi tidak hadir.

“Agenda kegiatan seorang Menkes tentu sangat padat, dan beliau pasti memiliki skala prioritas mana yang sangat penting, penting, kurang penting dan tidak penting untuk dihadiri,” ujar Dar Edi.

Dari sini, menurutnya, pemirsa bisa menilai apakah Najwa terlihat ingin dimengerti atau berusaha untuk mengerti tentang kesibukan Menkes Terawan untuk hadir di acara Najwa. Menurut Dar Edi Yoga, dari dahulu dokter Terawan tidak haus dengan pemberitaan, karena baginya kerja dalam diam dengan menyelesaikan berbagai persoalan adalah hal yang utama.

“Ketika dia berseteru dengan IDI terkait metode cuci otak, tidak pernah Terawan berupaya membela diri dengan membuat jumpa pers atau hadir di acara televisi untuk klarifikasi,” ujar Dar Edi.

Padahal, tambahnya, berbagai penghargaan internasional telah dia terima atas penemuan itu. Dan puluhan ribu orang telah tertolong dengan metoda penyembuhan Terawan.

“Walaupun Terawan dibully seperti apapun, dia tidak akan pernah mau menanggapi. Ibarat jika ada yang menampar pipi kanannya maka dia akan memberi pipi kirinya,” ujar Dar Edi Yoga.

Sementara itu dosen hukum media Unika Atmajaya Jakarta C. Chelsia Chan, SH.LL.M mengingatkan bahwa Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang disusun bersama stakeholder penyiaran dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat tahun 2012 yang berlaku bagi dunia penyiaran, secara khusus Pasal 30 ayat (1) telah mengatur bahwa lembaga penyiaran harus menghormati hak seseorang yang menolak berpartisipasi dalam sebuah program siaran. 

“Di sisi lain Pasal 35 mengatur bagaimana pewawancara suatu program siaran wajib mengikuti ketentuan untuk tidak memprovokasi narasumber, tidak memprovokasi narasumber dan/atau menghasut penonton dan pendengar. Terlepas bahwa program siaran tersebut mengangkat masalah yang erat hubungannya dengan kepentingan publik,” tegas C. Chelsia Chan, SH.LL.M.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait