Jakarta, Kembali terjadi tragedi kemanusiaan dinegara kita, Kerusuhan suporter akibat kekalahan Arema FC melawan Persebaya Surabaya telah menimbulkan korban sebanyak 187 orang (berita terakhir Minggu sore 2/10/2022), kejadian ini menimbulkan banyak korban karena akibat penggunaan gas air mata yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam melakukan penanganan penonton yang melakukan tindakan turun ke dalam lapangan, Sehingga memicu terjadinya penembakan gas air mata ke arah penonton yang di tribun. Pemerintah harus segera mengusut tragedi Kanjuruhan karena diduga ada unsur pelanggan HAM berat oleh polisi dalam tragedi pada Sabtu malam (1/10/2022).
Menurut pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) Indonesia Wibisono,SH,MH menyatakan sangat prihatin dan mengutuk keras peristiwa ini, karena pihak aparat gagal mengamankan jalannya kerusuhan malah melanggar ketentuan FIFA dalam penggunaan gas air mata didalam penanganan keamanan di dalam stadion.
“Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan. Ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton,” kata wibisono yang juga pengamat militer dan pertahanan.
Lanjutnya, banyak lembaga ormas, media internasional atau pemerhati bola menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur, menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan.
“Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan. Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari. Hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini, kalo terbukti aparat polisi yang bersalah maka ada pelanggaran HAM berat dalam peristiwa ini,” tandas Wibi.
Wibi mengingatkan bahwa penggunaan gas air mata dilarang oleh FIFA, karena Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 FIFA dengan jelas mengatakan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.
Karena hal itu, LPKAN Indonesia menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan peraturan-peraturan sebagai berikut :
Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa
Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI
Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara.
“Maka, atas pertimbangan di atas, kami menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan Pelanggaran HAM berat dengan meninggalnya lebih dari 150 korban jiwa dan ratusan lainnya luka-luka,” lanjut wibisono.
“Pemerintah khususnya menpora harus segera mengusut peristiwa ini, dan ini merupakan tragedi kemanusiaan pertandingan sepak bola terbanyak menelan korban nomer dua didunia setelah peristiwa Lima Peru di tahun 1964 yang berjumlah 340 orang,” pungkas wibisono. (red)