SURABAYA, beritalima.com | Impor vaksin dari negeri tirai bambu (Sinovac) telah tiba di Indonesia pada Ahad (6/12/2020) lalu. Jumlahnya 1,2 juta dosis, dan segera menyusul sebanyak 15 juta dosis sesuai kebutuhan.
Proses uji klinis vaksin fase ke-3 dikabarkan sudah mendekati finish, dan ditengarai hasilnya menggembirakan (97 persen efektif). Oleh karena itu, upaya menjadikan vaksinasi sebagai instrumen pengendalian wabah Covid-19 di Indonesia makin mendapatkan titik terang. Vaksinasi masal pun segera dilakukan oleh pemerintah.
Terkait hal itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan, karena vaksin adalah barang publik, bukan barang komersial, tidak etis jika ada pihak-pihak yang mengomersialisasikan vaksin Covid-19, termasuk komersialisasi oleh lembaga kesehatan (RS), dan atau bahkan komersialisasi oleh institusi negara.
Vaksinasi secara konstitusi adalah hak asasi warga negara yang dijamin oleh Pasal 28 H (1) UUD ’45. Dalam konteks public services, vaksin adalah hak publik sebagaimana dijamin dalam UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan karena itu vaksinasi menjadi tanggung jawab negara.
“Kami meminta dan mendesak pemerintah untuk menanggung biaya vaksinasi bagi seluruh masyarakat, sesuai prosentase yang diperlukan, sehingga kekebalan kelompok (herd immunity) bisa terwujud. Bukan hanya pada 32 juta orang saja yang ditanggung (digratiskan) oleh negara, dan sisanya suruh membayar sendiri,” kata Tulus.
“Apalagi Covid-19 telah dinyatakan sebagai bencana non alam oleh negara. Oleh karena itu, segala hal ikhwal terkait dampak Covid-19 harus dicover negara, termasuk biaya vaksinasinya. Kalau menanggung pasien Covid-19 berkisar Rp 80 jutaan/pasien bisa, kenapa untuk vaksinasi tidak bisa?” lanjut Tulus.
Selanjutnya, saat ini menurut pantauan YLKI dan jaringan LPKSM (Lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat) di daerah, beberapa rumah sakit telah mempromosikan adanya vaksinasi. Terkait hal ini YLKI meminta agar Kemenkes membuat standardisasi harga vaksin, agar tidak terjadi komersialisasi pada vaksin Covid-19.
“YLKI meminta pemerintah agar segera menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk vaksin Covid-19, sebagaimana HET untuk rapid test dan swab test,” imbuh Tulus.
Sebagai bentuk public control, YLKI juga meminta masyarakat konsumen untuk melakukan pengawasan terkait pelaksanaan vaksinasi masal tersebut, guna mengawal agar tidak terjadi penyimpangan baik dari sisi distribusi (peruntukkan) dan atau aspek keamanan dan dampak vaksin.
Pengalaman vaksinasi di Inggris, yang memakan dua orang korban, harus menjadi perhatian serius vaksinasi di Indonesia. Pemerintah harus menjamin bahwa vaksin Covid-19 adalah aman bagi penggunanya.
Disampaikan pula, YLKI dan Jaringan LPKSM se-Indonesia membuka Posko Pengaduan Masalah Vaksin. Tulus mengatakan, laporan dan informasi pengaduan silakan dikirim via www.pelayanan.ylki.or.id, atau seluler via Rio Priyambodo di nomor +6289637408342.
Selain itu, akses pengaduan via LPSKM di daerah disebutkan,
1. LAPK Medan, Padian Siregar, +6285270299959.
2. YLK Babel, Rahmad Jaya, 081367487980
3. LKY Yogyakarta, Tuti, +6281227984092
4. LP2K Jateng, +62812280243
5. lllk, Mukharrom Hadikusumo, SH., +6281333424242.
Tidak hanya itu, tapi juga
6. YLK Sulsel, Ambo Masse, +6282188868107
7. YLK Bali, Putu Armaya, +6281805501479
8. YLK Sulteng, Salman Hadiyanto, +6285256366878.
9. LINPEKO Ponorogo +6281216744800.
10. LKB Bandung, Yayan Sutana, +628122110698, dan
11. LPSM INHU Riau, Arifin Thalib, +628127631162. (Ganefo).