YUA : APH Harus Mencermati Temuan BPK di RSJ Lawang

  • Whatsapp

MALANG, beritalima.com| Yayasan Ujung Aspal (YUA) menyikapi soal temuan BPK RI yang diduga belum ada tindak lanjut, hingga muncul dicatatan pada tahun 2017. Menurutnya meski mengembalian uang yang dikorupsi dikembalikan, secara administrasi selesei, hal itu jelas bertentangan dengan pasal 4 Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal ini menyebutkan pengembalian uang tidak menghapus tindak pidananya.

“Sesuai dengan pasal 4 UU Tipikor tahun 1999, yang menyatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan tindak pidananya,” ungkap Alex Yudawan Ketua YUA Jawa Timur, dihubungi awak media Senin (13/05).

Bacaan Lainnya

Menurutnya pengembalian kerugian negara itu hanya memengaruhi besar-kecilnya hukuman yang akan diterima. Karena itu, ia menegaskan bahwa laporan BPK tersebut harus segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, baik itu kepolisian, Kejaksaan. Sehingga menurutnya ada kepastian hukum terhadap permasalahan tersebut.

“Kepolisian maupun kejaksaan harus menindaklanjuti dengan serius berbagai temuan penyimpangan yang diperoleh BPK. Laporan investigatif ini juga bisa dijadikan pintu masuk bagi penegak hukum untuk membersihkan praktik praktik Korupsi, dan APH harus mencemari sifat extraordinary crime atau kejahatan luar biasa yang melekat pada tindak pidana korupsi. Jika tidak ditindaklanjuti berbahaya karena dipastikan akan melahirkan “semangat korupsi dulu”, kalau ketahuan kembalikan,” tutupnya.

Sebelumnya diberitakan bahwa, BPK RI di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, Kabupaten Malang, berdasarkan surat dari Dirjen BUK No PS.03.01/I/1829/2015 teranggal 29 Juni 2015, kepada Dirut RSJ Lawang Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang, yang menginstruksikan untuk memberikan sanksi kepegawaian kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang tidak melaksanakan ketentuan dan kepada panitia penerima hasil pekerjaan yang dalam membuat berita acara serah terima tidak sesuai kondisi sebenarnya, dan menginstruksikan PPK untuk mengenakan denda keterlambatan sebesar Rp189 juta, kepada penyedia barang/jasa serta menyerahkan bukti setor ke BPK. Dan temuan tersebut diduga masih muncul pada tahun tahun berikutnya hingga pada temuan 2017. [red]

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *