SURABAYA – beritalima.com, Yudi Hartanto, Direktur utama (Dirut) PT Bumi Samudra Jedine (BSJ) periode Februari 2014 sampai April 2015 dimintai keterangan sebagai saksi pada sidang kasus Sipoa atas pelaporan polisi Dikky Setiawan dkk, No. LBP/373/III/2018/IM/JATIM, pada Senin (4/2/2019).
Dibawah sumpah, Yudi membantah semua keterangan Budi Santoso yang menuduh dirinya telah mengeluarkan dana Sipoa sebesar Rp 162 miliar kepada Teguh Kinarto dkk, pada saat dirinya menjabat sebagai Dirut PT BSJ.
“Saya tidak melakukan transaksi apapun, itu bisa di crosschek di transaksi bank ataupun pembukuan PT BSJ. Pengeluaran dana Rp 162 miliar itu tanggal berapa,? bulan berapa,? dan tahun berapa,? dan siapa yang melakukan transaksi pada saat itu,?” kata Yudi saat bersaksi dalam sidang dengan terdakwa Budi Santoso, Klemens Sukarno Candra dan Aris Birawa di Pengadilan Negeri, Surabaya, Senin (4/2/2019).
Kata Yudi, transaksi pengeluaran uang sebanyak itu kesemuanya terjadi setelah dirinya mundur dari Sipoa Grup pada 8 Nopember 2014, karena disuruh mundur oleh Aris Birawa dan Budi Santoso.
“Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya gugatan No 497/Pdt.G/2018/PN.SBY tanggal 21 Mei 2018 antara Widijono Nurhadi melawan Budi Santoso dan gugatan No 500/Pdt.G/2018/PN.SBY tanggal 22 Mei 2018 antara PT Badjatech Mesindopratama lawan Budi Santoso,” kata Yudi menyerang balik Budi.
Yudi juga menolak pernyataan Budi bahwa setelah mengeluarkan uang Sipoa secara besar-besaran mendadak dirinya mundur dari PT BSJ.
“Pada 8 Nopember 2014, mendadak saya disuruh mundur dari PT BSJ oleh Budi Santoso dan Aris Birawa. Sejak saat itu saya tidak aktif lagi sampai RUPS 27 Agustus 2015 dan kondisi perusahaan waktu itu masih dalam keadaan baik dan berjalan lancar,” kata Yudi sekaligus mencoba mengklarifikasi pemberitaan media yang selama ini menyudutkan dirinya.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Sifa’urossidin, Yudi menerangkan bahwa dirinya menjabat sebagai Dirut PT BSJ, pada 17 Februari 2013 diajak Budi Santoso semenjak berinvestasinya berupa pembelian beberapa unit Landed House di Royal Avatar World (RAW).
“Sejak itu saya diberikan jabatan sebagai direktur utama PT Bumi Samudra Jedine (BSJ) plus iming-iming keuntungan,” terangnya.
Meski sebelumnya, tawaran Budi tersebut saya tolak mentah-mentah karena dirinya merasa tidak punya pengalaman dan kapasitas sebagai Dirut pada suatu perusahaan manapun,
Namun saya terus didesak oleh Budi Santoso dengan dalih tidak ada calon lainnya dan kalau Budi sendiri yang jadi Dirut merasaa sungkan dengan investor besar yang mau masuk pada saat itu,
“Budi juga berkata kepada saya sekaligus bisa ikut mengawasi uang saya yang sudah masuk ke Sipoa. Akhirnya tawaran Budi tersebut saya terima,” lanjut Yudi sekaligus mencoba mengklarifikasi tudingan Budi Santoso.
Menurut Yudi, petaka Sipoa terjadi akibat Budi sering mengambil keputusan sepihak tanpa melibatkan persetujuan dari Direksi dan Komisaris terlebih dulu dalam membeli aset-aset berupa tanah dan dalam penjualan,
misalnya untuk penjualan unit RAW 14 lantai. Penjualannya tidak terkumpul pada 1 atau 2 tower lebih dulu sampai habis terjual, tapi Budi selalu membuka tower-tower berikutnya.
“Ini menjadi penyebab biaya pembangunan tidak sesuai cash flow. Itu terjadi sejak periode Juni-Juli 2014. Saya banyak berselisih pendapat dengan Budi. Dia selalu mengambil keputusan sendiri tanpa melibatkan saya,” tukas Yudi.
Serangan lain Budi Santoso yang dibantah Yudi Hartanto adalah soal pengeluaran uang Sipoa sebesar Rp 77.122.750 yang penggunaanya tidak sesuai dengan kepentingan pembangunan proyek dan tanpa persetujuan.
“Itu tidak benar, tidak berdasarkan fakta yang ada. Semua pengeluaran uang di PT BSJ untuk kepentingan persiapan pembangunan proyek, karena masih dalam tahap perencanaan. Semuanya sudah ada persetujuan Budi. Dia sangat mengetahui semua dana yang keluar, karena Budi Santoso menjabat sebagai CEO perusahaan Sipoa Group,” pungkasnya di ruang sidang Candra.
Sementara itu usai sidang, Yudi Hartanto kepada awak media menandaskan bahwa klaim Klemen Sukarno Candra yang menybutkan pada periode saya menjabat sebagai Dirut PT BSJ penerimaan dana sebesar Rp 120.032.184.205 adalah salah.
“Saya memiliki bukti email dari internal audit dari bagian keuangan. Tercatat penerimaan dana di periode Klemen Sukarno Candra adalah Rp 97.117.750.249. Sedangkan sisanya sebesar Rp 64.294.731.927 di periode saya dan Budi Santoso,” tandasnya.
Diketahui, dulu Budi Santoso dan Yudi Hartanto berkawan baik, rekan sejawat dalam penjualan apartemen Sipoa Group.
Setelah Budi Santoso jadi terdakwa pada kasus Sipoa dan beraksi, pertemanan Budi dan Yudi pun tinggal kisah masa lalu. Keduanya kini saling tuding soal kemana larinya uang Sipoa. Masing-masing saling menyalahkan.
Budi dalam persidangan pada 2 Nopember 2018 silam menyatakan kas PT Bumi Samudra Jedine (BSJ) kosong ketika dirinya mulai menjabat Dirut.
Penyebabnya, ada kebijakan Dirut Yudi Hartanto pada tahun 2014-2015, yang melakukan pengeluaran uang besar-besaran hingga mencapai sebesar Rp 180 miliar, dan mengalir ke Teguh Kinarto dan kawan-kawan.
“Uang modal BSJ sebesar Rp 20 miliar pula ikut terbawa keluar. Uang Rp 180 miliar itu antara lain mengalir kepada: (1) Tee Teguh Kinarto dan Widjijono (PT. Solid Gold Prima) sebesar Rp 60 miliar, (2) Widjijono Nurhadi sebesar Rp 20,2 miliar, (3) Nurhadi Sunyoto sebesar Rp 10,38 miliar, (4) Harikono Soebagyo sebesar Rp 41,140 miliar (5) Miftahur Royan (LDII) sebesar Rp 31,1 miliar. Hal ini memaksa kami harus berjuang mencari investor baru,” ujar Budi di Pengadilan Negeri Surabaya waktu itu.
Budi Santoso juga menyatakan, pada periode kepemimpinan Klemens Sukarno Chandra membukukan hasil penjualan unit sebesar Rp. 22,141,572,500,-. Pada periode Yudi Hartanto sebesar Rp 120,32,184,205. Sedangkan pada periode Dirut Budi Santoso sebesar Rp 19.238.725.471.(Han)