SURABAYA – beritalima.com, Sidang lanjutan kasus dugaan memberikan keterangan palsu kedalam akta otentik dengan terdakwa Hj Siti Asiyah, seorang nenek berusia lebih dari 70 tahun kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Agenda sidang adalah pembacaan keterangan satu saksi fakta dan dua saksi ahli.
Jaksa penuntut umum membacakan keterangan saksi Sumardji yang merupakan pembeli tanah di Kelurahan Menanggal yang sudah mempunyai Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).Sedangkan keterangan ahli dibacakan dalam berkas perkara pemeriksaan.
Keterangan ahli yang dibacakan adalah dari Supriyanus Mahudiyono dari Badan Pertanahan Negara (BPN) dan Prof Dr. Marcus Priyo Gunarto sebagai ahli hukum pidana.
“Mohon izin yang mulia, kami sudah berusaha memanggil saksi dan ahli tetapi belum bisa hadir. Kalau kita bacakan bagaimana?” kata jaksa Suwarti di ruang sidang Cakra PN Surabaya, Kamis (23/7/2020).
Kemudian jaksa memaparkan saksi korban dan saksi ahli mengenai dugaan tindak pidana yang dilakukan terdakwa dengan membuat surat kehilangan di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jatim.
Saat dimintai tanggapan, terdakwa Hj Siti Asiyah pun membantah keterangan yang dibacakan oleh jaksa. Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak terdakwa pun akan digelar sepekan mendatang.
Ditemui setalah sidang, kuasa hukum Hj. Siti Asiyah, Zahlan Azwar mengaku dirinya sependapat dengan ahli pidana Prof Dr. Marcus Priyo Gunarto yang menyatakan bahwa perkara pidana ini seharusnya ditunda terlebih dahulu prosesnya, hingga gugatan perdata Hj Siti Asiyah yang diperiksa di Pengadilan memiliki putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“Perkara ini perdatanya masih banding, jadi sesuai dengan Perma No 1 Tahun 1965 sudah seharusnya pidana ini dinyatakan NO,” papar Zahlan di PN Surabaya.
Tak hanya itu saja, Zahlan juga merasa keberatan jika Kliennya Hj Siti Asiyah dinilai oleh saksi tadi telah memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik.
Menurut Zahlan secara hukum akta otentik yang dipalsukan oleh Kliennya tidak ada. Sebab sambung Zahlan, pada saat melapor kepolisi, Hj Siti Asiyah membawa syarat-syarat lengkap Leter C sebagai alas haknya.
“Klien saya kan tidak tahu barang yang hilang itu apa.? Nah, karena tidak tahu itulah makanya dia melapor kepolisi minta surat keterangan hilang. Itu hanya surat laporan polisi, bukan akta otentik. Jadi kalau dibilang pasal 266 salah satu unsurnya adalah akta otentik ya tidak masuk unsur itu,” tutup Zahlan Azwar.
Perkara ini bermula pada hari Senin tanggal 08 Mei 2017, terdakwa Hj. Siti Asiyah mendatangi Polda Jawa Timur melaporkan tentang kehilangan 1 lembar petok D No.241 atas nama Umar, Nomor Persil 13 yang dikeluarkan oleh Kelurahan Menanggal tanggal 10 Mei 2016 dengan Register 593/ 28/ 436.10.124/ 20 Kelurahan Menanggal Kecamatan Gayungan, Surabaya.
Setelah itu terdakwa Hj. Siti Asiyah menerima Surat Tanda Laporan Kehilangan/Rusam Barang/Surat Berharga No : STPLK / 394 / V / 2017 / SPKT JATIM bertanggal 08 Mei 2017.
Celakanya, ternyata objek tanah yang dinyatakan oleh terdakwa Hj. Siti Asiyah sebagai miliknya tersebut ternyata dimiliki Yuliani dan Sumardji dengan SHGB No. 574 dan SHGB No 558. (Han)