JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Amanat Nasional (PAN) di Komisi X DPR RI yang juga tokoh pendidikan Jawa Timur, Prof Dr Zainuddin Maliki mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim serius menangani Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) mengingat kurva wabah pandemi virus Corona (Covid-19) belum kunjung landai.
Menurut wakil rakyat dari Dapil X Provinsi Jawa Timur tersebut kepada Beritalima.com Jumat (30/7) malam, keluhan terus bermunculan dari orang tua murid, pelajar maupun tenaga pendidik karena banyak hal, seperti tidak tersedianya sarana dan prasarana dalam memberlakukan PJJ.
Pelajar, kata Zainuddin, terutama yang jauh dari kota atau lokasinya di pedalaman sulit mendapatkan sinyal karena PJJ harus dilakukan dengan menggunakan smartphone atau telepon seluler. Itu hanya masalah sinyal saja. Belum lagi masalah lain yang dikeluhkan pelajar karena mereka tidak memiliki smartphone karena ekonomi, orang tua pelajar tersebut tidak sanggup untuk membeli.
“Kalaupun mereka paksakan untuk membeli, kebutuhan keluarga lainnya yang tidak kalah penting tidak bisa mereka penuhi. Maklum, tidak semua orang tua itu memiliki kemampuan di bidang ekonomi,” ungkap penulis buku Sosiologi Pendidikan itu.
Demikian pula halnya dengan orang tua di desa atau pedalaman yang masih gagap teknologi (gaptek). “Jangankan nun jauh di pelosok, di kota saja masih banyak orang tua yang gaptek. Mereka tidak bisa membantu anaknya dalam hal belajar. Ini tentu saja menjadi kendala lainnya dalam masalah PJJ,” kata Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2008-2016 tersebut.
Menurut Zainuddin, tidak jarang di dengar obrolan orang tua murid, putra dan putri mereka jenuh. Segala sesuatunya dikerjakan di rumah. Tak sedikit dari mereka yang mempertanyakan, kapan mereka sekolah seperti sebelum adanya wabah Covid-19.
Namun, untuk memberlakukan belajar tatap muka seperti sediakala, ini tentu bukan pekerjaan mudah karena risiko yang dihadapi juga cukup besar. Banyak kita baca melalui media atau kita saksikan berita tayangan televisi yang menyebutkan, kantor sudah menjadi klaster baru dalam berkembangnya wabah yang telah merenggut ratusan ribu nyawa tersebut.
“Sebab itu, untuk memberlakukan belajar tatap muka seperti sebelum adanya wabah Covid-19, kalau tidak ingin sekolah juga menjadi klaster baru berkembangnya wabah Covid-19 ini, maka protokol kesehatan harus diterapkan secara ketat,” kata Zainuddin.
Karena itu, pasti diperlukan anggaran tambahan untuk menjamin diterapkannya protokol kesehatan. Setiap sekolah harus menyiapkan handsanitizer. Kelas harus disemprot disinfektan secara berkala. Siswa masuk kelas dijamin bisa cuci tangan di tempat ditempat yang harus disediakan.
“Seperti di Jawa Barat, telah dilakukan simulasi protokol kesehatan. Tiap meja dibuat pembatas semacam kotak plastik. Nah, dengan demikian, ini tentu memerlukan anggaran. Sekarang, dari mana uangnya. Pemerintah harus menyediakan anggaran untuk itu,” jelas tokoh pendidikan Muhammadiyah ini.
Zainuddin menyarankan agar anggaran yang sudah disediakan untuk Program Organisasi Penggerak (POP) yang sempat menimbulkan kegaduhan di kalangan masyarakat itu direfocusing, dialihkan untuk membeli kebutuhan sekolah seperti pembelian pulsa untuk guru, memberikan bantuan HP Android kepada siswa tidak mampu, serta menjamin siswa di seluruh pelosok wilayah, termasuk yang tidak terjangkau internet bisa terlayani proses pembelajarannya.
“Masalah refecusing biaya ini bisa dibicarakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dengan Komisi X DPR RI. “Dengan refocusing itu Kemendikbud tentu juga bisa memikirkan bantuan peningkatan kompetensi guru dalam mendesain PJJ yang menarik dan memastikan hasil pembelajarannya lebih efektif, sehingga motivasi siswa tetap terjaga untuk belajar di rumah,” demikian Prof Dr Zainuddin Maliki. (akhir)