Zamroni : Perlu Penegakan Supremasi Hukum Dalam Pelanggaran HAM Air Bersih Pulau Merah

  • Whatsapp

BANYUWANGI, beritalima.com – Polemik program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah, Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, masih terus bergulir. Kondisi kian menghangat dengan pengakuan Kades Sumberagung, Vivin Agustin, yang menyebut baru mengetahui adanya program setelah terjadi konflik.

Padahal jauh sebelum adanya polemik, yakni tanggal 6 September 2021, Vivin telah bertanda tangan resmi dalam surat Pemberitahuan Pembangunan Sarana Air Bersih Roworejo-Pulau Merah, Dusun Pancer. Surat tersebut dilayangkan HIPAM ‘Suko Tirto’ kepada Kepala Administratur Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, Panca Maju Putra Sihite, S Hut, M Sc.

Bacaan Lainnya

Bahkan dalam surat, juga terdapat tanda tangan Kadus Pancer, Fitriyati. Dengan kata lain, Kades Sumberagung dan Kadus Pancer, hampir bisa dipastikan telah mengetahui adanya program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah ini.

Makin menambah sengsara masyarakat yang mendamba ketersediaan air bersih, pejabat pemerintah diatasnya, mulai dari Camat dan instansi terkait belum ada yang merespon serius.

Padahal, Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, gamblang menyatakan, ‘Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’. Dan ketersediaan air bersih merupakan hak konstitusional sekaligus Hak Asasi Manusia (HAM). Seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Bahkan, pada 28 Juli 2010, Sidang Umum PBB mengeluarkan Resolusi No. 64/292 yang secara eksplisit mengakui hak atas air dan sanitasi adalah HAM.

Perlu diketahui, program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah ini berawal dari curhatan masyarakat setempat. Mereka mengeluhkan kualitas air bersih kampung mereka. Setelah membentuk HIPAM ‘Suko Tirto’ masyarakat kemudian meminta agar perusahaan tambang emas PT Bumi Suksesindo (PT BSI) membantu kesulitan warga dengan melakukan pengeboran dan pengairan lewat pipa-pipa ke rumah-rumah penduduk.

Berdasarkan data HIPAM, air bersih nantinya akan dialirkan menuju sekitar 500 rumah warga dan akan dimanfaatkan oleh 1700-an masyarakat.

PT BSI selaku pihak yang dimintai masyarakat untuk pengadaan air bersih menyatakan sanggup dan menjamin akan menanggung semua pembiayaan hingga air bersih mengalir ke rumah warga. Persiapan pun dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat, mulai dari ‘selametan’ sampai persoalan izin administratif lainnya.

Seperti diketahui, meski Kades Sumberagung, Vivin Agustin berkoar melalui sejumlah media bahwa dia baru mengetahui adanya program air bersih setelah terjadi polemik. Faktanya dalam surat HIPAM ‘Suko Tirto’ tertanggal 6 September 2021, dia telah bertanda tangan lengkap dengan stempel pemerintah desa. Tanda tangan Kadus Pancer, Fitriyati, bersama sejumlah Ketua RT dan RW juga ada.

Tak disangka sebulan setelah ditandatangani. Ketika pembuatan sumur bor dilokasi yang ditentukan yakni di Rowo Rejo, akan dilaksanakan. Masalah tiba-tiba datang. Kades Sumberagung dan Kades Pancer, berbalik mempermasalahkan program air bersih yang sangat ditunggu masyarakat tersebut.

“Program air bersih dikait-kaitkan dengan tambang. Itu kan dua hal berbeda. Air bersih ini untuk kepentingan masyarakat banyak. Air bersih itu kebutuhan vital untuk kehidupan sehari-hari. Silahkan menolak tambang, tapi jangan usik hak masyarakat untuk mendapatkan air bersih,” ucap Ketua HIPAM ‘Suko Tirto’, Faishol Farid, Selasa (19/10/2021).

Tentang alasan penolakan program air bersih, awalnya HIPAM dianggap belum disahkan sebagai bagian dari Pokmas (Kelompok Masyarakat). Demi mulusnya rencana air bersih, HIPAM mengurus proses pembentukan Pokmas hingga selesai. Namun, ternyata masalah masih juga dibuat-buat. HIPAM kemudian dianggap belum mengundang seluruh warga Pancer dan minta persetujuan mereka.

Padahal menurut HIPAM ‘Suko Tirto’ hal ini tidak terlalu perlu. Karena air bersih nantinya hanya untuk mencukupi kebutuhan warga di Rowo Rejo dan Pulau Merah. Dan lokasi pembuatan sumur bor pun berjauhan dari Lingkungan Pancer yang merupakan domisili masyarakat kontra.

Meski demikian, pertemuan besar pun diselenggarakan dan HIPAM bersedia diminta keterangan ataupun berdiskusi dengan warga. Setelah mediasi selesai, tetap saja ada alasan untuk mengganjal kepentingan program air bersih ini.

Truk yang mengangkut alat pengeboran dipaksa keluar oleh warga kampung lain yang tidak setuju. Yakni kampung Pancer. HIPAM ‘Suko Tirto’ dituduh menerima duit proyek miliaran. Padahal sesuai kesepakatan, masyarakat tidak memegang kendali keuangan dan proyek semua ditanggung PT BSI. Masyarakat hanya tinggal ‘tunggu beres’ hingga air mengalir ke rumah mereka.

Belum lagi muncul tudingan bahwa pembuatan sumur bor untuk program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah merupakan bor tambang dan sebagainya. Serta anggapan lain yang sudah mulai tidak masuk akal. Padahal pengeboran air bersih ini jelas-jelas jauh dari lokasi pengeboran emas dan tidak ada hubungannya dengan pertambangan.

Masyarakat Rowo Rejo dan Pulau Merah menyesalkan ketidak berpihakan aparat setempat pada hak asasi mereka. yakni Hak Asasi Manusia atas ketersediaan air bersih untuk kehidupan. Kades Sumberagung dan Kadus Pancer yang diharapkan mendukung dan membela kepentingan masyarakat justru bersekongkol untuk menggagalkan program air bersih tersebut.

Camat dan Kapolsek Pesanggaran yang seharusnya berperan aktif juga malah tidak melakukan keberpihakan kepada warga yang butuh air bersih. Padahal mereka tahu bahwa kualitas air diwilayah setempat kurang bagus.

“Masyarakat berharap program air bersih ini bisa segera direalisasikan,” imbuh Agus Prihandoyo, anggota HIPAM ‘Suko Tirto’ kepada awak media.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua MPC Pemuda Pancasila Banyuwangi, Zamroni SH, menilai perlunya ada ketegasan pemerintah dan aparat dalam pelaksanaan program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah. Karena ketersediaan air bersih untuk penghidupan yang layak merupakan Hak Asasi Manusia yang melekat pada setiap individu.

“Bahkan itu kan amanat UUD 45 dan Undang-Undang HAM (Hak Asasi Manusia). Artinya harus dijunjung tinggi, dipatuhi dan ditaati,” katanya.

Saat sumpah jabatan, masih Zamroni, baik pejabat pemerintah maupun aparat tentunya telah mengucap bahwa akan taat, patuh dan menjalankan UUD 45. Dan jika UUD 45 tidak dijalankan, tidak menutup kemungkinan perbuatan tersebut merupakan sebuah pelanggaran berat.

“Jika memang benar program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah itu keinginan masyarakat. Masyarakat bisa menuntut haknya sesuai prosedur yang berlaku,” ungkapnya.

Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini juga menyebutkan, jika memang benar aksi penolakan dilakukan oleh masyarakat luar, menurutnya penegakan supremasi hukum sudah perlu dilakukan. Karena jika tetap dibiarkan, dikhawatirkan akan memicu konflik yang lebih panas. Dan ketika itu terjadi, maka yang paling dirugikan adalah masyarakat.

“Karakteristik masyarakat Banyuwangi itu ramah dan mengedepankan musyawarah dengan pikiran dingin. Masyarakat Banyuwangi, bukan masyarakat yang suka memaksakan pendapat. Dan jika gerakan dengan dasar ‘Pokok e’ muncul, maka sudah saatnya Pemkab dan Polresta Banyuwangi, benar-benar turun ke lapangan,” pinta Zamroni. (bi)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait