Abdul Gafar Usman : Jangan Anggap WTP Tidak Ada Lagi Persoalan

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com – Pengelolaan administrasi keuangan di setiap instansi atau lembaga pemerintah, mendapat penilaian dari BPK yaitu mendapat opini Wajar Tanpa Pengeculian (WTP). Namun yang disebut WTP adalah memberikan jaminan bahwa tidak ada lagi penyelewengan tata kelola keuangan. Jadi tata kelola keuangan harus sesuai dengan administrasi keuangan yang dikelola instansi dan lembaga pemerintah.
Demikian hal itu diungkapkan Drs. H. Abdul Gafar Usman, MM Ketua Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah RI, asal Provinsi Riau, Kamis (8/6/2017) kepadaberitalima.comusai rapat BAP di ruang rapat BAP DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Walaupun terjadi korupsi, dikatakan Abdul Gafar Usman, sifatnya personal dan tidak ada hubungannya dengan tata kelola keuangan. Seperti beberapa waktu lalu Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK menangkap 7 orang termasuk auditor BPK yang kena OTT. Jadi WTP ini nilai yang diberikan oleh aturan kewenangan BPK mengenai tata kelola administrasi keuangan. Lalu jangan beranggapan bahwa kalau sudah mendapat WTP sudah tidak ada lagi penyelewengan.
“Oleh karena itu dalam temuan itu ada rekomendasi dari BPK yaitu, WTP, WDP, dan disclaimer. Sejauh mana instansi pemerintah mengelola keuangan sesuai aturan – aturan tata kelola keuangan. Jadi tata kelola keuangan itu yang dinilai. Setelah itu ada lagi namanya rekomendasi agar ke depan perlu ada perubahan,” tandas Abdul Gafar Usman.
Maka dari itu jika ada kerugian negara, maka itu harus dikembalikan pada negara, baik WTP, WDP, maupun disclaimer. Menurutnya WTP, WDP, dan Disclaimer bukanlah suatu proyek BPK. Jadi proyek itu harus dilihat juga tata kelola keuangan menurut Keppres dan PP.
“Tidak seperti yang dibayangkan ketika BPK datang ke instansi atau ke lembaga pemerintah, diperkirakan adanya temuan penyelewengan administrasi keuangan. Lalu muncul bergaining dan mengeluarkan opini WTP. Itu harapan kita kepada instansi yang diperiksa kepada auditor. Jadi auditor BPK itu yang memeriksa adminiatrasinya bukan memeriksa keuangannya,” jelasnya.
Namun dijelaskan Gafar, selama ini orang berasumsi bahwa opini WTP dan WDP merupakan suatu hal yang gengsi dan tidak ada masalah. Maka dari itu diharapkan Gafar adanya kejujuran dari yang diperiksa dan kejujuran yang memeriksa. “Memang selalu kita sampaikan agar yang diperiksa dan yang memeriksa tidak keluar dari koridor, karena UU memberikan kewenangan kepada BPK untuk melakukan itu,” pungkasnya.
Hal lain menurut anggapan masyarakat, bahwa laporan BPK yang tiap triwulan disampaikan sebenarnya tidak sesungguhnya. Tapi dijelaskan Abdul Gafar Usman, sudah sesungguhnya baik secara adminiatraai maupun secara hukum. Namun yang menjadi persoalan adalah prosesnya apakah memang sudah sesuai apa belum.
Hal lain usai auditor BPK ditangkap OTT KPK, terlihat dua pandangan yaitu positif dan negatif. Negatif tercoreng nama kelembagaan yang selama ini diberikan kepercayaan kepada masyarakat. Sedangkan penilaian positif, harus introspeksi ke depan bahwa apa yang disampaikan selama ini benar ada. Namun faktanya tidak seperti yang diharapkan.
Seperti contoh beberapa tahun lalu, tepatnya tahun 2013, saat tengah kunjungan bersama BPK ke Australia, mendapat informasi dari salah satu daerah di Provinsi Riau. Hal itu langsung melaporkan kepada BPK hingga BPK langsung menurunkan inspektur kebawah. Sayangnya informasi yang diterima Abdul Gafar Usman itu tidak punya alat bukti melainkan sebatas informasi. Namun intinya, yang menerima dan memberi hukumnya sama.
“Cara yang paling tepat adalah OTT yang dilakukan KPK, namun isu yang disampaikan selama ini agar auditor BPK benar – benar melakukan pekerjaannya. Kedua, OTT menjadi introspeksi ke depan agar BPK menjadi lembaga dipercaya UU dan masyarakat. Namun sekarang ini tidak ada instansi negara yang tidak diperiksa, semuanya kena OTT,” Imbuhnya. dedy mulyadi

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *