Menyoal Buruknya Penegakan Hukum di Indonesia.
Oleh: Saiful Huda Ems.
Penangguhan penahanan atas terduga pelaku makar dan kepemilikan senjata api ilegal yang dilakukan oleh mantan Danjen KOPASSUS Soenarko, yang dimintakan oleh tiga pejabat negara yakni Menhankam RI Letjen TNI (purn) Ryamizard Ryacudu, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, bagi kami khususnya para advokat sangatlah memprihatinkan dan sangat menciderai rasa keadilan masyarakat. Impian untuk mewujudkan Negara Hukum (Rechsstaat) yang oleh para pendiri negara ini cita-citakan, serasa berantakan hanya karena insiden ini. Kamipun menjadi bertanya-tanya, seriuskah para pejabat negeri ini untuk mewujudkan keadilan?
Presiden Jokowi yang kami cintai sepertinya tidak pernah ikut campur dalam soal penanganan hukum yang dilakukan oleh institusi POLRI seperti ini, bahkan ketika sahabat sejatinya sendiri, yakni Ahok berurusan dengan hukum, Presiden Jokowi tidak pernah sekalipun mengintervensi kasusnya, hingga Ahok yang menjadi korban dari fitnah keji itu mendekam di dalam penjara. Lalu mengapa MENHANKAM RI, PANGLIMA TNI dan MENKO KEMARITIMAN berani-beraninya melakukan intervensi terhadap kasus yang menimpa Soenarko dan Kivlan Zen? Apakah mereka bertiga sudah merasa berdiri di atas hukum, hingga berani-beraninya menjadikan jabatan kenegaraannya sebagai jaminan untuk menangguhkan penahanan atas seseorang? Dimana letak dasar hukumnya?
Pasal 31 ayat (1) KUHP sangat jelas menegaskan, bahwa atas permintaan tersangka atau terdakwa, Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim sesuai dengan kewenangannya masing-masing, dapat mengadakan penagguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang berdasarkan syarat yang ditentukan. Jaminan disini bisa Penasehat Hukum (advokat pen.) atau Keluarga Tersangka. Jadi selain Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim tidak dapat mengadakan penangguhan penahanan, dan selain Penasehat Hukum atau Keluarga Tersangka tidak bisa dijadikan sebagai jaminan. Nah, lalu bagaimana bisa jabatan negara dijadikan jaminan penangguhan penahanan atas pelaku makar yang mengancam kedaulatan negara? Bukankah ini akan menjadikan fungsi dan tugas advokat menjadi berantakan?
Pertimbangan penangguhan penahanan berdasarkan jasa-jasanya di masa lalu tidaklah boleh dijadikan alasan, karena pada hakikatnya semua manusia pastilah mempunyai jasa-jasanya sendiri dalam kehidupannya, dan barometer atau standar dari yang dinamakan jasa itu sangatlah sulit untuk dijelaskan bukan? Karena itu kami sangatlah merasa kecewa dengan adanya insiden permintaan penangguhan penahanan yang dilakukan oleh ketiga pejabat negara tsb. Ini merupakan bentuk dari intervensi terhadap lembaga penegak hukum. Hormatilah POLRI yang sudah capek-capek menyidik seseorang, dan ketika prosesnya sudah matang lalu tiba-tiba mau dimentahkan oleh pihak lain.
Terus terang saja kami sebagai rakyat sangatlah merindukan adanya kekompakan diantara sesama institusi negara, khususnya TNI dan POLRI. Berbagai fitnah yang mencoba mengadu domba antara TNI dan POLRI selama ini terus menerus kami lawan secara militan. Olehnya jangan sampai kejadian penangguhan penahanan pada Soenarko dan Kivlan Zen yang dimintakan oleh ketiga pejabat negara yang berlatar belakang TNI ini menjadi penguat bagi berkembang luasnya fitnah tentang keretakan hubungan TNI dan POLRI. Kasihanilah Presiden Jokowi karena dengan insiden penegakan hukum yang berantakan ini pastilah akan mencoreng nama baiknya. Kasihanilah pula POLRI yang sudah mati-matian berusaha menciptakan keamanan, namun para pelaku kejahatan yang sudah ditangkapnya mau dibebaskan begitu saja. Lalu pada siapa lagi kami mau menggantungkan harapan untuk terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat? Semoga kita semua bersedia untuk mengevaluasi diri…(SHE).
Jakarta, 21 Juni 2019.
Saiful Huda Ems (SHE). Advokat dan Penulis yang menjadi Ketua Umum Pengurus Pimpinan Pusat HARIMAU JOKOWI.