JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus membedakan warna Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik warga negara Indonesia (WNI) dengan warga negara asing (WNA).
Soalnya, warna KTP WNI sama dengan yang dimiliki WNA, dikhawatirkan atau ada pihak mencurigai, hal itu dapat dimanfaatkan untuk ikut memilih dalam pemilu serentak mendatang. “Jadi, KTP WNI harus dibedakan dengan WNA agar tidak muncul kecurigaan demikian,” kata Firman kepada awak media pekan ini.
Menurut wakil rakyat dari Dapil Jawa Tengah ini, pembedaan warna e-KTP itu lebih efektif untuk mengantisipasi kemungkinan adanya warga negara asing yang tidak memiliki hak pilih untuk ikut memberikan suara dalam pemilu serentak nanti.
Dikatakan, walau teori tersistematis disiapkan pemerintah, itu tak akan efektif saat pemungutan suara di TPS. “Saya memahami, sistem digital yang dibuat untuk mencegah kemungkinan terjadi penyusupan warga negara asing dalam pemilu serentak sudah baik.”
Dikatakan, kondisi di TPS yang serba ketidakadaan peralatan canggih pendeteksian, terutama di daerah-daerah yang jauh akan membuat pemilu jebol.
Menurut dia, tak perlu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mengatasi semua kemungkinan itu. Apalagi waktu pemilu serentak yang tinggal satu setengah bulan lagi. Sudah tidak cukup waktu untuk membuat Perppu,” tegas dia.
Ketua Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan, semua persiapan pencegahan yang siapkan pemerintah untuk menjamin pemilu jujur, adil (jurdil) serta demokratis, secara sistem sudah memadai. Tetapi, dari sisi penerapannya di TPS tidak efektif.
“Kami kalangan akademisi was-was kalau pemilu yang kita harapkan tidak maksimal, mengingat begitu berbedanya situasi di lapangan dengan yang diperkirakan oleh penyelenggara pemilu,” ujar dia.
Ditegaskan, KPU sebagai penyelenggara pemilu harus memberikan kewenangan kepada pengawas di TPS untuk melakukan introgasi bila ada orang yang melakukan emalsuan identitas dan menyerahkannya ke aparat kemananan untuk diproses lebih lanjut.
“Pengawas harus diberi kewenangan melakukan penyelidikan, introgasi dan bila ternyata ada yang memalsukan identitas, tidak bisa berbahasa Indonesia dan lain sebagainya, pengawas juga berwenang menyerahkan oknum itu kepada aparat berwenang,” papar dia.
Firman dan Trubus juga mengingatkan kepada partai-partai politik peserta pemilu untuk memperkuat relawan-relawan untuk melakukan pengawasan di TPS. Ke depan, lanjut dia, DPR dan pemerintah harus cermat membuat undang-undang pemilu, supaya tidak ada celah untuk dimanipulasi. (akhir)