SURABAYA, beritalima.com|
Wanita cantik yang selalu energik ini mengaku, bahwa kebijakan pemerintah untuk menggalakkan penggunaan kendaraan listrik, perlu dikaji ulang. Mengingat bahwa saat ini pemerintah masih membutuhkan bantuan anggaran untuk pemulihan ekonomi. Hal tersebut diungkapkan oleh Agustin Poliana, anggota DPRD provinsi Jatim.
Menurut politisi PDI-P ini, setelah melakukan berbagai kunjungan kerja, terutama di UPT Bapenda Lamongan. Pihaknya menuturkan bahwa sesuai dengan hasil penemuan di lapangan, capaian sampai triwulan pertama itu sudah sesuai dengan target.
“Pertama pendapatan lebih dari 20% itu sesuai dengan target, berarti UPT Bapenda bisa tercapai targetnya, sehingga harapan kita untuk potensi dalam mendapatkan penghasilan itu bisa bertambah, besar kemungkinannya. Karena sampai hari ini target yang diberikan ke masing-masing UPT semuanya hampir rata-rata tercapai dan tidak ada kendala,” terang anggota komisi C DPRD provinsi Jatim ini.
Agustin menyebutkan bahwa yang jadi persoalan itu nanti apabila muncul kendaraan listrik. Tentu saja akan menambah persoalan. Mengingat kebijakan tersebut melibatkan penambahan anggaran, sementara usai pandemi Covid-19 ini, masyarakat membutuhkan banyak asupan berupa bantuan demi menggiatkan usaha yang pernah mereka tekuni.
“Hadirnya kendaraan listrik akan menambah persoalan baru, karena pajaknya (BBN=Biaya Balik Nama) hanya ditarik 10% untuk pajak kendaraan bermotor listrik. BBN hanya 10% padahal targetnya di tahun 2025 itu adalah 6 juta kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat dengan bahan dasar listrik bisa terpenuhi.
Nah ini kan semakin menambah persoalan baru,” tukasnya.
Agustin menuturkan, persoalan baru yang bermunculan adalah adanya kerutan kemacetan di jalan. Meskipun perluasan jalan ditambah, diperlebar, tidak akan bisa mengimbangi banyaknya kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat.
“Semakin banyak masyarakat yang beralih menggunakan mobilitas kendaraan listrik, penghasilan pemerintah jauh berkurang, namun anggaran untuk mengcover kebutuhan kendaraan listrik semakin membesar karena subsidi, baik untuk penggunaan kebutuhan listrik, karena kendaraannya harus selalu di charger, juga timbulnya kemacetan di jalur lalu lintas,” sambungnya.
Agustin juga menyampaikan,
karena murahnya harga kendaraan listrik, itu menghambat proses pembangunan jalan, artinya jalan ditambah tapi tidak sebesar penambahan kendaraan.
“Jadi ya harus dipertimbangkan kembali. Yang kedua terkait dengan pendapatan pemerintah sendiri, ada subsidi 7 juta warga MBR terkait kendaraan listrik ini, kan juga artinya siapa yang diuntungkan, siapa yang dirugikan tetap saja konsumen. Artinya yang jadi masalah itu kan pajak-pajaknya, tidak bisa ditarik maksimal karena ada ketentuan undang-undang di sana,” pungkasnya.(Yul)