Akselerasi Pembauran Kebhinekaan

  • Whatsapp
DR. EDI PURWINARTO, M.Si

Oleh
Dr. EDI PURWINARTO, M.Si.
Wakil Ketua I FPK (Forum Pembauran Kebangsaan) Provinsi Jawa Timur

Bhinneka Tunggal Ika merupakan salah satu pilar kebangsaan. Empat pilar kebangsaan kita adalah Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat pilar ini yang menyangga eksistensi Negara. Dua yang pertama sebagai dasar dan pandangan hidup, sedang yang keempat sebagai komitmen keutuhan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Indonesia berada dalam kebhinekaan. Dari tinjauan keturunan, Indonesia berpenduduk yang sangat plural. Warganya berbeda dalam suku, ras, dan etnis. Sedangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berbeda dalam bahasa, adat istiadat, seni budaya, pendidkikan, perekonomian, politik/ideologi, dan sebagainya. Bhinneka Tunggal Ika sebagai komitmrn tentunya sangat terkait dengan pelaksanaan dua pilar, yaitu Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Apakah saat ini kedua pilar tersebut dilaksanakan secara murni dan konsekwen.
Berbicara perbedaan, sangat erat kaitannya dengan konflik. Perbedaan mempunyai potensi konflik. Namun demikian, perbedaan tidak selalu menjadi konflik, sepanjang dimanaj dengan baik. Bhinneka Tunggal Ika adalah merupakan hasil olahan perbedaan sehingga sungguhpun warga negara Indonesia berbeda tetapi tetap satu. Rumusan ini adalah hasil karya para pendahulu kita karena memegang teguh nilai yang terkandung dalkam pandangan hidup kita, yaitu Pancasila.

Keputusan musyawarah mufakat
Sila keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan/perwakilan adalah cerminan budaya masyarakat Indonesia dalam mengambil keputusan. Rumusan ini oleh para pendiri bangsa, tentunya dipilih sudah melalui proses pengamatan akar budaya masyarakat Indonesia. Artinya bahwa watak masyarakat Indonesia dalam mengambil keputusan yang seperti itu, yaitu melalui musyawarah mufakat.
Adalah demokrasi yang menjadi pemikiran untuk melakukan penggeseran pengambilan keputusan, dari musyawarah mufakat ke voting. Pergeseran seperti ini harus menjadi renungan kita bersama karena hakekat demokrasi adalah untuk tujuan kesejahteraan, dan bukan untuk membangun konflik. Mungkin bagi kita tidak perlu membahas lebih jauh. Mereka yang berposisi sebagai policy maker yang seharusnya melalukan kajian. Kondisi ini dapat mengaburkan sosialisasi empat pilar kebangsaan. Dalam komitmen pengamalan Pncasila secara murni dan konsekwen, apakah pengambilan keputusan tepat dengan cara voting.
Realita konstruksi sistem dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bisa jadi akan melahirkan pendapat, inkonsistensi terhadap Pancasila. Bahkan memunculkan pendapat, kita harus kembali ke Pancasila dan Undang Dasar 1945 secra murni dan konsekwen. Ini dapat dikatakan sebagai anomali politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari sinilah kita dituntut untuk melakukan perenungan atas perjalanan demokrasi disaat kita mendengungkan reformasi. Reformasi harus dalam kerangka melakukan penataan sistem politik yang lebih baik, bukan sebaliknya. Reformasi dimaknai sebagai perubahan, tetapi bukan berubah asal berubah. Kita merdeka tahun 1945. Bukanlah reformasi melahirkan kata merdeka sekali. Dengan bahasa lain, semua boleh berubah.

Jambore Kebangsaan
Kita tidak pernah tuntas menyelesaikan masalah konflik yang muncul dari perbedaan. Sungguhpun harus kita akui bahwa konflik yang ada dalam eskalasi yang sangat sumir, dan masih dalam batas wajar. Namun demikian, eskalasinya bisa naik turun. Oleh karenanya, upaya untuk percepatan penyelarasan harus dilakukan. Apalagi dengan mengamati kondisi saat ini. Janganlah konflik yang bersumber dari suku yang kemudian berkembang menjadi konflik mengarah ke politik dan ancaman NKRI. Konflik yang terjadi di Papua dan Papua Barat saat ini sungguh merupakan fakta akibat dari perbedaan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Ini menjadi perhatian serius yang harus mendapat perhatian. Oleh karenanya, dalam konteks itulah jambore melakukan eksplpr akar masalah tumbuh dan berkembangnya konfik, sekaligus untuk dijadikan rujukan bersama.
Forum Pembauran Kebangsaan Provinsi Jawa Timur tentunya sebagai lembaga yang dibentuk oleh Gubernur Jawa Timur harus mengambil peran dalam percepatan penyelarasan atas perbedaan. Melalui Jambore Kebangsaan ditetapkan tema : Akselerasi Pembanuran Kebhinnekaan Untuk Kokohnya Persatuan dan Kesatuan Bangsa.
Penetapan tema tadi sejalan dengan Nawa Bhakti Satya ke sembilan, yaitu harmoni (tata kehidupan yang harmoni).
Jambore ini mencermati langkah apa yang seharusnya dilakukan untuk mengelola perbedaan menjadi persatuan dan kesatuan bangsa sehingga dapat membangun kondisi yang kondusif demi tercapainya cita-cita nasional, yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat lahir bathin. Proses akselerasi dilakukan melalui metode sharing dan permainan berbaur antar suku dan etnis, sehingga membangkitkan rasa kebersamaan dan menghilangkan sekat perbedaan. Inilah yang disebut membangun sistem kultural melalui metode pelembagaan permissive, yang konon dalam era saat ini lebih efektif dibanding dengan menggunakan metode manipuklatif.
Melalui Jambore Kebangsaan inilah diharapkan melahirkan pemikiran dan kesadaran bagaimana kita masing-masing berucap dan bertindak secara bijak untuk menyelaraskan hubungan dan komunikasi antar personal, atau antar kelompok sehingga menghilangkan konfli. Sebaliknya semakin tumbuh subur persaudaraan, kesamaan dalam semboyan saya dan kita Indnesia.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *