SURABAYA – beritalima.com, Tuntutan berbeda terhadal lima terdakwa yang terlibat dalam kasus jaringan narkoba antar pulau, terjadi di sidang lanjutan yang di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan agenda tuntutan. (12/3/2019).
Perbedaan tuntutan tersebut terungkap saat JPU Hendro Sasmito SH. M.Hum dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim membacakan isi tuntutan di hadapan majelis hakim yang diketuai Maxi Sigarlaki SH.MH.
Dalam tuntutannya, JPU Hendro menuntut terdakwa Aliefianti Amalia, Nina Arismawati, Amalia Munidawati Nura, dengan tuntutan hukuman penjara seumur hidup. Sedangkan untuk terdakwa Budi Santoso dan Enik Setiyawati (terdakwa dalam berkas terpisah) dituntut dengan hukuman 20 tahun dan 18 tahun penjara.
“Karena terbukti bersalah menyimpan, memiliki, atau menguasai narkotika golongan 1 non tanaman, dengan ini JPU menuntut terdakwa Aliefianti Amalia, Nina Arismawati, Amalia Munidawati Nura dengan hukuman penjara selama seumur hidup. Sedangkan untuk terdakwa Budi Santoso dengan hukuman penjara selama 20 tahun dan terdakwa Enik Setyawati dengan hukuman penjara 18 tahun,” urai JPU Hendro.
Atas tuntutan JPU tersebut, kelima terdakwa kemudian di beri kesempatan, oleh hakim Maxi untuk menyampaikan nota pembelaan (pledoi), baik dari kelima terdakwa sendiri dan juga dari Penasihat Hukum (PH).
Arif Budi Prasetijo dari LBH Taruna Indonesia, ketika di temui usai sidang menyampaikan bahwa pada intinya dari terdakwa dan PH merasa keberatan atas tuntutan JPU yang berbeda pada kelima terdakwa.
“Kami sebagai PH dan juga dari 3 terdakwa tadi sangat keberatan atas tuntutan JPU. Keberatan kami oleh karena adanya perbedaan tuntutan JPU. Setidaknya kelima terdakwa kan harusnya di tuntut sama. Karena sama-sama melakukan. Ini akan sampaikan pada pledoi kami sebagai PH dan juga ada dari terdakwa sendiri,” kata Arif.
Kejadian menarik saat Enik Setyawati menangis saat mendengar tuntutan JPU. Hakim Maxi langsung menasehati Enik tersebut.
“Kamu kan sudah tahu resikonya, gak usah menangis. Kamu berani berbuat ya berani bertanggung jawab,” sergah Hakim Maxi.
Sejurus kemudian, hakim Maxi memutuskan untuk menunda sidang 2 pekan mendatang untuk memberi kesempatan kepada PH dan terdakwa menyampaikan pledoi.
Dijelaskan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur Rachman dari Kejaksaan Tinggi, bahwa ketiganya didakwa mengedarkan sabu-sabu lintas Provinsi atas perintah Topan yang kini masih buron (DPO). Mereka disuruh untuk mengambil sabu-sabu di Pontianak, Kalimantan Barat.
Setelah diiming-imingi imbalan berupa uang sebesar Rp20 juta, ketiganya lalu berangkat ke Pontianak melalui Bandara Juanda. Ketiganya berangkat melalui jalur laut dari Pelabuhan Pontianak menuju Pelabuhan Tanjung Emas Semarang untuk mengantar paket sabu pada Agustus lalu.
Mereka kemudian ditangkap di pelabuhan oleh petugas Polda Jatim yang sudah membuntutinya dari Juanda.
Saat menggeledah barang bawaan, polisi menemukan dua bungkus besar berisi sabu-sabu di dalam tas yang dibawa Aliefianti. Total sabu-sabu yang ditemukan seberat 13,5 kilogram.
Namun, rupanya dari keterangan yang diberikan Aliefianti, sabu-sabu itu tidak diserahkan kepada penerima di Semarang. Tetapi, masih akan dikirim ke Mojokerto melalui jalur darat.
Di Mojokerto, mereka bertemu kedua penerima, yakni Budi Santoso dan Etnis Setiawati (pasangan suami istri berkas terpisah) di hotel. Dua penerima itu juga menjadi terdakwa dalam berkas terpisah. (Han)