JAKARTA, Beritalima.com– Legislator sekaligus ekonom senior Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Dr Hj Anis Byarwati mempertanyakan berapa besar Omnibus Law yang menjadi inisiatif Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantu pemulihan ekonomi Indonesia setelah tertekan akibat dampak wabah pandemi virus Corona (Covid-19).
Kepada Beritalima.com, Sabtu (8/8) malam, Anis mengatakan, hal itu dia pertanyakan karena Pemerintahan Jokowi menyebut Omnibus Law sebagai transformasi utama, termasuk pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Menurut Doktor lulusan jurusan ekonomi syariah Universitas Airlangga (Unair) ini, Omnibus Law Cipta Kerja memiliki beberapa titik kelemahan. Kelemahan itu berawal dari minimnya penjelasan tentang arah Omnibus Law.
Pemerintahan Jokowi begitu sering mengumandangkan ‘perbaikan iklim investasi’. Namun, Pemerintah tak menerangkan secara detail bagaimana Omnibus Law berjalan memperbaiki roda perekonomian Indonesia.
Pemerintah mengganggap Omnibus Law untuk menstimulus perekonomian nasional yang terhempas krisis apalagi di tengah pandemi Covid-19. Namun, menurut Anis yang juga Anggota Komisi XI DPR RI ini, perlambatan ekonomi Indonesia saat ini tidak bisa diselesaikan dengan hanya regulasi, karena permasalahan ekonomi Indonesia terletak pada hal yang lebih mendasar.
Permasalahan ekonomi Indonesia, ungkap Anis, antara lain akibat produktivitas tenaga kerja masih rendah. Menurut laporan Indeks Kompetisi Global yang dirilis World Economic Forum (WEF) tahun lalu, kemampuan pekerja Indonesia berada di peringkat ke 65 dari 141 negara dengan skor 64.
Peringkat ini kalah dari Malaysia yang berada di peringkat ke 30 dengan skor 72.5, walaupun kita masih unggul dari Thailand dan Vietnam yang berada di peringkat 73 dan 93. Sementara RUU Cipta Kerja hanya fokus untuk menghasilkan lapangan kerja baru, bukan untuk meningkatkan produktivitas pekerja.
Berdasarkan data ini, Anis menilai, RUU Cipta Kerja tidak menjawab permasalahan. Omnibus Law hanya menyentuh problem ekonomi struktural negara dengan fokus utama mempermudah investasi dengan melonggarkan regulasi, bukan ke arah ekonomi fundamental.
“Saat ini, problem ekonomi di Indonesia masih bersifat fundamental (mendasar) seperti yang sudah dijelaskan di atas yaitu tentang produktivitas pekerja,” ulas Anis.
Jika Jokowi gagal mengatasi masalah fundamental ini, ekonomi Indonesia tidak akan bangkit dari stagnasi. RUU Cipta Kerja dimaksudkan untuk mempermudah investasi. “Tetapi dengan meletakkan prioritas pada isu ketenagakerjaan, ini adalah diagnosis yang keliru,” tegas Anis.
Mengutip data World Economic Forum, permasalahan utama yang menghambat investasi di Indonesia korupsi dan ketidakpastian hukum yang melingkupinya. Riset WEF menunjukkan, terdapat 16 faktor yang menjadi penghalang iklim investasi di Indonesia dan korupsi menjadi kendala utama.
Indonesia saat ini berada di urutan ke-85 dari 180 negara di Indeks Persepsi Korupsi Perception Index 2019 yang di rilis oleh Transparency International. “Dengan memperhatikan poin-poin itu, agaknya, kita tidak bisa berharap Omnibus Law akan menjadi solusi terhadap permasalahan ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)