NGAWI, beritalima.com- Nama Punden Boja yang terletak di Desa Sumberbening, Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, sudah tak asing lagi bagi warga Ngawi, Madiun, Ponorogo, dan Magetan, Jawa Timur. Apalagi bagi mereka yang telah sukses mengeruk uang tunai dari tempat tersebut.
Bahkan nama Bank Gaib Boja, tak kalah tenar dengan tempat pesugihan lain. Misalnya Tuyul Ketos di Klaten, Jawa Tengah, pesugihan Sendang Balong di Magetan, Jawa Timur, pesugihan Tuyul Sendang Pepe di Gunung Kidul, Yogjakarta dan pesugihan Nyi Blorong di pantai Parangkusumo, Parangtritis, Yogjakarta.
Jika dilihat dari fisiknya, tempat pesugihan ini hanyalah berbentuk sebuah pohon Kamboja yang sudah tua. Mungkin karena itulah masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Bank Gaib Boja, atau ada juga yang menyebut sebagai Bank Gaib Punden Boja.
Menurut spiritualis asal Madiun yang biasa mengantar calon nasabah ke Bank Gaib Boja, Mbah Jio, bank gaib ini sudah banyak memiliki ‘nasabah’ dari berbagai kota.
“Untuk mendapatkan pesugihan di tempat itu, pelaku harus melakukan ritual khusus di bawah punden pohon kamboja. Kalau syarat sesaji yang harus dipenuhi oleh pelaku yakni, minyak jafaron, kembang tiga macam atau yang lazim disebut kembang telon, kemenyan atau yosua, nasi tumpeng serta ayam panggang. Nanti itu yang menyiapkan juru kunci. Tugas saya komunikasi sama yang mbauresko,” kata mbah Jio, kepada beritalima.com, Minggu 16 Juli 2017, malam.
Setelah semua sesaji lengkap, dengan dipandu oleh juru kunci atau penjaga punden, pelaku dapat langsung melakukan ritual. Dan ritual ini harus dilakukan pada malam Jum’at. Akan lebih afdol, jika ritual dilakukan pada malam Jum’at yang keramat, yakni malam Jum’at Legi atau Kliwon.
Bila semua persyaratan sudah dilengkapi, dan si pelaku sudah mantap lahir dan batin, maka juru kunci bersama mbah Jio akan membeberkan tata cara ritualnya. Setelah prosesi ritual usai, pelaku dapat langsung pulang ke rumah. Karena memang, uang tunai yang didapat oleh pelaku dari mencari pesugihan di tempat ini, tidak cair saat itu juga. Namun pelaku harus menyediakan kamar khusus di rumahnya.
“Dalam kurun waktu antara 40-90 hari, maka uang tunai akan secepatnya dikirim,” terang mbah Jio, meyakinkan.
Dijelaskan, di Bank Gaib Punden Boja sesungguhnya ada dua pilihan bagi pelaku yang ingin mendapatkan uang tunai. Pilihan pertama adalah dengan cara meminjam, dan yang kedua adalah dengan cara meminta. Jika meminta, biasanya maka yang didapat oleh pelaku cuma sekedarnya saja. Suatu misal, pelaku betul-betul kepepet karena ditagih utang dan harus segera membayar. Jika seperti ini dan mengatakan hanya ingin meminta pada saat ritual, maka pelaku akan diberi oleh sang penguasa gaib sebatas besarnya utang si pelaku. Namun jika saat ritual pelaku mengatakan ingin mendapat pinjaman, maka akan lain lagi nilai yang diperoleh.
“Pelaku tinggal menyebut angka nominal yang diinginkannya. Asal tidak lebih tiga milyar. Karena penguasa gaib hanya bisa memberikan pinjaman uang tak lebih dari tiga milyar rupiah,” tambahnya.
Menurutnya lagi, walau tempat itu sering didatangi para pencari pesugihan yang menginginkan uang tunai, baik itu yang pinjam milyaran rupiah maupun yang diberi secara cuma-cuma, tapi dana yang bersedia di Bank Gaib Punden Boja, takkan habis dalam waktu dekat. Pasalnya, di tempat tersebut, tersedia uang tunai sebanyak tiga kontainer besar.
“Hingga kini, yang dibuka baru satu kontainer. Itupun belum ada sepersepuluh dari isi container itu yang telah dipinjamkan kepada para nasabah,” terangnya.
Seperti halnya tempat pesugihan ditempat lain, pesugihan Bank Gaib Punden Boja juga meminta tumbal nyawa. Namun penguasa gaib tempat itu, tidak mau diberi tumbal nyawa orang lain, walau itu keluarga si pelaku. Yang diinginkan oleh sang penguasa gaib, nyawa pelaku sendiri. Namun hal ini berlaku jika pelaku tak mampu mengembalikan pinjaman tepat waktu.
“Pelaku diberi kesempatan hingga usia pelaku maksimal 90 tahun untuk mengembalikan pinjaman. Dalam kurun waktu itu, jika pelaku mampu mengembalikan dengan utuh pinjamannya yang tanpa bunga, maka akan bebas,” terangnya.
Siapa sebenarnya sosok gaib penghuni pohon kamboja yang telah berusia kurang lebih 450 tahun itu? Menurut mbah Jio, yang menjadi penguasa gaib Bank Gaib Punden Boja adalah Raden Subakir dan isterinya yang bernama Dewi Amini, yang berasal dari luar Jawa.
Semasa hidupnya, mereka merupakan keturunan darah biru. Mereka juga dikenal sebagai saudagar yang kaya raya pada zamannya. Suatu ketika mereka pergi merantau ke tanah Jawa untuk berdagang. Setibanya di tanah Jawa, mereka kemudian menetap di kerajaan Pajang yang saat itu dipimpin oleh rajanya bernama Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir.
Setelah sekian lama menikmati kemakmuran kerajaan Pajang lewat kegiatan bisnisnya, di tempat mereka menetap terjadi huru-hara besar, yakni pertempuran antara Pajang melawan Mataram, yang ketika Itu dipimpin oleh rajanya bernama Panembahan Senopati.
Penyerangan tersebut dilakukan oleh Panembahan Senopati, semata-mata untuk memenuhi ambisi politiknya untuk memperluas wilayah kekuasaan.
Karena situasi yang kurang mendukung, kemudian Raden Subakir beserta isterinya memilih untuk mengungsi ke arah timur. Perjalanannya kali ini bersama para bangsawan Pajang yang tidak mau mengakui kekuasaan Panembahan Senopati. Salah satu pangeran dari Pajang yang menyingkir bersama keduanya yakni seorang bernama Pangeran Timur.
Sesampainya di Madiun, Jawa Timur, mereka sudah tidak bersama lagi. Raden Subakir dan isterinya memilih menetap di Ngawi, sementara Pangeran Timur memilih menetap di Madiun. Bahkan, Pangeran Timur kemudian menjadi Bupati Madiun yang pertama dengan gelar Adipati Ronggo Jumeno. Tak lama setelah menjadi bupati, Ronggo Jumeno kemudian memberontak kepada Mataram.
Sementara itu, Raden Subakir dan isterinya saat mengungsi membawa serta seluruh harta berharga yang mereka miliki. Terutama barang-barang yang terbuat dari emas. Bahkan disebut-sebut, barang yang terbuat dari emas milik keduanya, jumlahnya mencapai puluhan peti.
Walau bisa dikatakan sebagai rekan seperjuangan, ketika meninggal, keduanya tidak mau dimakamkan di komplek pemakaman para bangsawan Madiun. Ketika wafat, keduanya dimakamkan di Ngawi.
Dikisahkan, mereka dikubur bersama harta bendanya yang melimpah itu. Makam mereka tanpa batu nisan, kecuali sebuah pohon kamboja yang tertanam di atas pusaranya. Pohon kamboja inilah yang kemudian oleh warga disebut Bank Gaib Punden Boja. (Dibyo).
Foto: Istimewa/Ilustrasi.