SURABAYA, beritalima.com – Asosiasi Mainan Indonesia (AMI) menggelar sosialisasi terkait Permenperin No.24/M-IND/PER/4/2013. Peraturan ini menginstruksikan kalau semua produk harus memiliki sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Acara yang diikuti puluhan produsen dan importir serta pedagang mainan anak ini digelar di Surabaya, Kamis (23/2/2017). Narasumber yang hadir diantaranya Direktur Direktorat Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka Kementerian Perindustrian, Muhdori.
Selain itu juga Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan, Ganef Judawati, di samping Ketua Umum AMI, Sutjiadi Lukas.
Menurut Sutjiadi Lukas, AMI sebagai wadah positif bagi produsen, importir, dan pedagang mainan tanah air merasa ikut bertanggung jawab untuk mensosialisasikan dan membina anggotanya terkait peraturan pemerintah.
Dia berharap produsen, importir, dan pedagang mainan anggota AMI segera mengurus dan mensertifikasikan SNI pada setiap produk mainan yang dihasilkan atau didatangkan dari luar negeri agar sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
Menurut Lukas, pelaksanaan serfitikasi SNI memang membutuhkan waktu yang cukup panjang, meskipun dipahami hal tersebut untuk meningkatkan kualitas produk mainan di Indonesia. Tidak hanya mainan dari dalam negeri yang perlu mendapat sertifikasi SNI, mainan impor pun memerlukan SNI.
Diungkapkan, adanya peraturan ini malah banyak pedagang mainan yang akhirnya malas berjualan, karena terlalu ribetnya pengurusan perijinan. Sehingga penjualan secara total turun 15-20 persen.
“Industri mainan lokal yang sudah terdaftar SNI tumbuh 15 persen. Saya rasa cukup baik. Namun penjualan turun 15-20 persen,” kata Lukas.
“Penurunan penjualan itu banyak faktor penyebabnya, di antaranya situasi ekonomi, dan banyak hambatan seperti pemberlakuan SNI, otomatis penjualan berkurang hingga berkurangnya para pedagang,” lanjutnya.
Memang, menurut dia, tujuan SNI menyelamatkan generasi muda. Namun, ia berharap pemerintah tidak mempersulit para pedagang. Sehingga mereka bisa tenang.
Lukas berharap dengan adanya sosialisasi ini menimbulkan kebaikan. Tidak ada keresahan. “Semoga dengan pertemuan ini bisa membuat tenang, sehingga bisa meningkatkan penjualan produk mainan,” ujarnya.
Ditambahkan, saat ini pemerintah mengurangi kran import barang. Dulu pedagang bisa main 1-2 kontainer, sekarang tidak lagi. Import turun juga akibat perlakuan SNI. Sementara itu untuk eksport mengalami kenaikan. Dan ini juga karena dibantu pemerintah.
Dalam hal ini, pabrik mainan akan bersemangat. Kenapa demikian, bea masuk bahan baku disubsidi pemerintah dan perijinan mudah, membuat kenaikan sampai 10 persen. Angka tersebut dianggap cukup, mengingat situasi dunia lagi lesu.
“Kita juga berharap bisa mempengaruhi pedagang untuk terus bersemangat. Adanya subsidi, namanya menerima bantuan dari pemerintah, harus terbuka. Saat ini yang menjadi percontohan adalah PT Harapan Plastik. Kita berharap ini sebagai contoh terhadap perusahaan lain,” katanya.
Sementara itu Muhdori dari Kementerian Perindustrian memaparkan, peran industri mainan sangat besar. Negara juga berperan terhadap hal tersebut dengan memberikan subsidi perusahaan Harapan Plastik.
“Sementara ini masih satu, nantinya kami harap akan banyak yang menyusul. Banyak faktor yang harus dilakukan agar perusahaan bisa mendapatkan subsidi dan pastinya industri mainan akan tumbuh,” ujar Muhdori.
Menurutnya, bagaimanapun juga pemberlakuan SNI sangat penting dan wajib hukumnya. Jika sudah SNI maka akan dilakukan pembinaan. Sejauh ini hanya 60 persen yang memiliki kepatuhan.
Kepatuhan tidak hanya dilihat dari standar SNI, tapi juga kepatuhan penulisan label. Jadi, wajib mengurus surat keterangan penggunaan label. Dan sekarang sudah dipermudah, di antaranya penulisan label bisa di packaging atau di produknya. (Ganefo)
Ki-Ka: Sutjiadi Lukas, Muhdori, Ganef Judawati, narsum dari kepolisian, dan moderator.