JAKARTA, Beritalima.com– Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyinggung amandemen konstitusi terdahulu yang mengebiri hak bagi non-partisan untuk maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden.
Karena itu, DPD RI mewacanakan amandemen kelima UUD 1945, yang merupakan sebuah ikhtiar untuk mengembalikan atau memulihkan hak konstitusional DPD RI dalam mengajukan pasangan capres-cawapres.
Sebab akibat amandemen yang terjadi 1999 hingga 2002, DPD RI sebagai lembaga non-partisan menjadi kehilangan hak mencalonkan pasangan capres-cawapres.
“Disebut memulihkan karena bila melihat sejarah perjalanan lembaga legislatif, hilangnya hak DPD RI untuk mengajukan kandidat capres-cawapres adalah kecelakaan hukum yang harus dibenahi. Bila DPD RI bisa mengajukan Capres-Cawapres, hal itu sangat rasional,” tutur dia.
Itu dikatakan LaNyalla dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk ‘Gagasan Amandemen V UUD NRI 1945: Penghapusan Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Membuka Peluang Calon Presiden Perseorangan di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Selasa (8/6).
Dijelaskan senator dari Dapil Provinsi Jawa Timur ini, amandemen UUD 1945 terdahulu, presiden-wakil presiden dipilih Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR saat itu terdiri atas DPR dan Utusan Daerah serta Utusan Golongan.
Artinya, baik DPR selaku Anggota MPR maupun Anggota MPR dari unsur Utusan Daerah sama-sama memiliki hak mengajukan calon. Kemudian pada amandemen ketiga UUD 1945, DPD RI lahir menggantikan utusan daerah dan utusan golongan dihilangkan.
“DPD RI lahir melalui amandemen ketiga, menggantikan Utusan Daerah. Maka, hak-hak untuk menentukan tata kelembagaan di Indonesia seharusnya tidak dikebiri. Termasuk hak mengajukan Capres-Cawapres,” kata dia.
Lagipula, kata LaNyalla, DPD memiliki legitimasi yang kuat. Menurut dia, bola Utusan Daerah dipilih secara eksklusif oleh anggota DPRD Provinsi, maka anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat.
“Ini menjadikan DPD sebagai lembaga legislatif Non-Partisan yang memiliki akar legitimasi kuat. Sehingga hak DPD untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden adalah rasional,” tegas LaNyalla.
Ketua DPD RI pun berbicara mengenai hasil survei Akar Rumput Strategis Consulting (ARSC) yang dirilis 22 Mei lalu. Dari hasil tersebut ditemukan 71,49 persen responden ingin calon presiden tidak harus dari kader partai.
Hanya 28,51 persen yang menginginkan calon presiden dari kader partai. Hasil studi itu harus direspons dengan baik.
“Seharusnya DPD bisa menjadi saluran harapan 71,49 persen responden dari hasil survei ARSC yang menginginkan calon presiden tidak harus kader partai. Karena itu, saya menggagas bahwa Amandemen ke-5 nanti, harus kita jadikan momentum melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa,” terang dia.
Menurut LaNyalla, bila parpol yang direpresentasikan melalui DPR RI dapat mengajukan pasangan capres-cawapres, DPD RI sebagai representasi daerah idealnya juga mendapat kesempatan sama mengusung.
Misalnya, hak mengajukan satu pasangan capres-cawapres perseorangan dalam gelanggang pemilihan presiden dan wakil presiden, sebagai perwakilan daerah. “Ingat lho, anggota DPD RI itu 136 orang, yang untuk duduk di Senayan juga dipilih, dengan dapil provinsi,” ujar LaNyalla.
Dia menilai perjalanan arah negara sudah melenceng dari cita-cita pendiri bangsa, dengan adanya ketimpangan pada amandemen konstitusi. Dia pun menyebut perlu ada pembenahan atau koreksi atas hal itu.
“Bukan sibuk melakukan kritik kepada pemerintah atau presiden. Karena presiden hanya menjalankan konstitusi dan peraturan perundangan. Meskipun Presiden bersama DPR membentuk undang- undang. Bahkan Presiden juga bisa menerbitkan Peraturan Pengganti UU,” kata dia.
Karena melihat perkembangan arah bangsa yang sudah mulai melenceng itu, LaNyalla bersama para senator mendatangi kampus-kampus untuk menggugah kesadaran publik.
DPD RI ingin memantik pemikiran kaum terdidik dan para cendekiawan agar terbangun suasana kebatinan yang sama, yaitu untuk memikirkan bagaimana Indonesia ke depan lebih baik seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa Indonesia.
“Mungkin ada yang bertanya, ada apa Ketua DPD RI bicara konstitusi. Bukannya DPD RI adalah wakil daerah, yang harus fokus memperjuangkan kepentingan daerah. Justru dari situlah semua bermula,” ucap LaNyalla.
Sejak dilantik sebagai Ketua DPD RI Oktober 2019, LaNyalla sudah berkeliling hampir ke seluruh provinsi untuk melihat dan mendengar secara langsung aspirasi dan permasalahan yang dihadapi daerah dan stakeholder yang ada di daerah.
Dari hasil menyerap aspirasi itu, LaNyalla menemukan satu kesimpulan, mengapa hampir semua permasalahan di daerah sama. Mulai dari soal Sumber Daya Alam (SDA) daerah yang terkuras, hingga kemiskinan dan indeks kemandirian fiskal daerah yang jauh dari kata mandiri. “Setelah saya petakan, ternyata akar persoalannya ada di hulu. Bukan di hilir. Akar persoalan yang ada di hulu adalah ketidakadilan sosial,” urai dia.