SUABAYA, beritalima.com – Sore ini beritalima.com secara kebetulan bertemu dengan Dr. KPHA Tjandra Sridjaja Pradjonggo, SH. MH. (Ketua DKP AAI) salah satu Tim Penasehat Hukum Basuki Tjahaja Purnama (BTP) / Ahok di Bandara Juanda Surabaya.
“Adanya demo-demo besar yang dilakukan oleh kelompok Anti Ahok justru telah merugikan kelompok tersebut karena upaya tekanan massa untuk mengintervensi Majelis Hakim telah membuktikan adanya keyakinan Kelompok tersebut bahwa Ahok sebenarnya tidak bersalah. Tekanan massa untuk membuat ketakutan dan memaksakan kehendak supaya Majelis Hakim menghukum Ahok sebagai bukti massa tersebut menyadari tidak adanya kesalahan pada diri Ahok ” Pungkas Dr. KPHA Tjandra Sridjaja Pradjonggo, SH. MH saat ditemui di Bandara Juanda Surabaya ( 21/12).
Tjandra menambahkan, tanggapan terhadap pendapat JPU atas Eksepsi diajukan karena dinilai JPU telah salah memahami substansi Eksepsi antara lain :
JPU telah melanggar asas hukum lex specialis derogat legi generali, karena UU No.1/PNPS/1965 adalah aturan pidana khususnya.[feature_slider caption=”on” nav=”bullets” animation=”crossfade” easing=”easeInOutCubic”]
JPU menginterpretasikan Pasal 156a KUHP memiliki 2 delik sehingga mengesampingkan UU No.1/PNPS/1965 adalah tidak tepat / salah karena pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi telah tegas : Sanksi pidana dalam Pasal 156a KUHP (pasal sisipan) terkait dengan penafsiran suatu ajaran agama atau penyimpangan dan penyalahgunaan agama tertentu merupakan sanksi yang bersifat ultimum remedium. Oleh karena itu untuk menerapkannya maka sebelumnya diperlukan peringatan keras sesuai dengan Pasal 2 dan 3 UU No. 1/PNPS/1965.
Sebagaimana diketahui keputusan MK bersifat final and binding, tidak perlu diinterpretasi lagi oleh JPU.
JPU tidak mampu mengungkap adanya niat dari BTP untuk menista agama Islam dan/atau menghina Para Ulama. Karena kenyataannya apa yang diungkapkan itu adalah sesuai dengan yang disampaikan Kyai Besar Gus Dur dihadapan umat dan tidak pernah Gus Dur dipersalahkan, sedangkan yang dimaksud dengan “… Orang …” adalah politikus busuk.
Perlu diketahui beberapa kepala Daerah Non Muslim faktanya diusung oleh Partai – partai berlandaskan Islam (Muslim) dan diterima dengan baik tidak seperti yang dikatakan oleh politikus busuk dimaksudkan oleh BTP.
JPU tidak cermat dalam prosedur terbitnya fatwa tersebut yaitu tidak pernah dilakukan Tabayyun dari diri BTP terlebih dahulu. Dan JPU tidak jeli dalam memposisikan fatwa MUI yang bukan merupakan sumber hukum positif dan tidak memiliki kekuatan mengikat sehingga selayaknya bukan dasar / acuan bagi JPU dalam membuat dakwaannya.
Alasan JPU mengenai praperadilan adalah hak dari Tersangka untuk diajukan / tidak tetapi JPU sudah seharusnya melaksanakan tugasnya dengan cermat sesuai hukum yang berkeadilan. Secara profesional dan mandiri bukan trial by the mob (tekanan massa jalanan).
Sebenarnya Kegaduhan ini bersumber dari perbuatan yang meng edit ucapan BTP di kepulauan seribu.
Bahwa faktanya demo besar untuk menciptakan rasa ketakutan tidak bisa dipungkiri dengan kehadiran ratusan aparat kepolisian dan barakuda untuk mengamankan jalannya persidangan sehigga jelas maksud pendemo untuk memaksakan kehendak agar Majelis Hakim takut dan menghukum BTP karena pendemo sadar BTP sebenarnya tidak bersalah. Bila mereka yakin BTP bersalah maka tidak diperlukan tekanan massa untuk membuat takut persidangan. (di)