Ketua Ketua Dewan Peternakan Nasional Teguh Boediyana menyampaikan beberapa isu penting, diantaranya adalah pertama, terkait dengan sapi potong. Tidak kurang dari 5 juta peternak rakyat yang menggantungkan sebagian kebutuhan hidupnya dari sapi yang mereka pelihara. Mengingat lahirnya UU No.41/2014 tentang Perubahan atas UU No.18/2009 yang lahir sebagai hasil penggunaan Hak inisiatif DPR Rl telah menimbulkan efek pada mereka.
“Sebagai warganegara yang taat hukum, kami dapat menerima Putusan MK No. 129/PUU-Xlll /2015 di mana importasi produk hewan ruminansia dapat dilakukan dari zona atau negara yang bebas PMK. Tetapi yang kami lihat secara kasat mata saat ini dan tertuang dalam PP No.4 tahun 2016 terdapat pasal yang bertentangan dengan Undang undang,” ungkap Ketua Depernas, Selasa (18/7/2017) di ruang rapat Komisi IV DPR RI dihadapan Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron dari Fraksi Demokrat.
Ditambahkan Hean, masuknya daging ruminansia dari negara yang secara nyata-nyata sebagai negara yang belum bebas Penyakit Mulut dan Kuku dan juga tidak memiliki zona yang bebas PMK, benar-benar sangat menyakitkan. Terlebih dengan harga yang “murah“yang dipastikan distortif terhadap harga sapi local yang selama ini sudah terbentuk.
“Kami masih mengkhawatirkan kemungkinan berjangkitnya PMK (entah kapan) yang dipastikan akan merugikan peternak rakyat. Sesungguhnya masalah daging dan berbagai kasus yang ada tidaklah akan timbul seandainya saja Program Swasembada Daging Sapi 2010 dan diteruskan dengan PSDS 2014 sukses dan kita tidak tergantung pada daging impor” jelasnya.
Namun yang menjadi kenyataan pahit bagi dia adalah tahun 2014 impor daging sapi setara kurang lebih dengan 250 ribu Ton. Padahal target PSDS tahun 2014 impor hanya sekitar 50 Ribu Ton. Oleh karena itu, dijarapkan Depernas Komisi 4 DPR memberikan perhatian yang ekstra serius pada hal hal yang melanggar Undang-undang.
“Kami mengharap Hak Pengawasan yang dimiliki DPR RI dapat digunakan dengan sungguh sungguh demi masa depan peternakan di tanah air,” ujarnya.
Kedua, masalah perunggasan khususnya ayam ras. Ketiga, peternakan sapi perah. Saat ini dapat dikatakan bahwa usaha peternakan sapi perah rakyat pada kondisi kritis. Produksi susu segar rakyat dari waktu ke waktu tidak menunjukkan kenaikan tetapi justru penurunan. Keempat, ternak Kerbau. Seharusnya ternak kerbau mendapat perhatian karena di sementara daerah seperti Sumatera Barat, NTB, Kalimantan Utara memiliki potensi yang besar. Dan kelima adalah ayam local, seperti halnya dengan ternak kerbau, sejauh ini potensi ayam local belum mendapat perhatian yang maksimal. Potensi yang ada belum diwujudkan sebagai kekuatan ekonomi riil. Serta keenam, potensi domba/kambing perah ataupun potong.
“Hari ini akan menjadi sejarah dalam perjalanan pembangunan peternakan di tanah air. Oleh karena itu kami mengharapkan bahwa Komisi IV benar – benar memperhatikan apa yang menjadi aspirasi yang telah dan akan kami sampaikan serta menindak lanjuti apapun yang dibahas hari ini,” tegasnya.
Ia pun tidak menginginkan masukan dalam RDPU ini hanya menjadi catatan yang selanjutnya hanya menjadi bagian dari arsip di Komisi IV. Tapi dia berharap bahwa peran dan Fungsi pengawasan Komisi lV tidak hanya dilakukan melalui Rapat Kerja dengan Mitra Kerja Menteri Pertanian, tetapi harus dilakukan check lapangan.
“Kami dari Depernas siap menjadi partner dari Komisi lV untuk membantu pelaksanaan Komisi IV dalam melakukan pengawasan jalannya pembangunan dan penggunaan APBN untuk peternakan,” pungkasnya. dedy mulyadi