BANYUWANGI, beritalima.com – Nahas nasib masyarakat di lingkungan Rowo Rejo dan Pulau Merah, Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur. Diera kemajuan zaman serta pemerataan pembangunan, mereka masih kesulitan air bersih.
Untuk keperluan sehari-hari, warga harus menggunakan air dengan kualitas tidak layak. Air sumur keruh berwarna kecoklatan. Upaya masyarakat membangun sumur bor dengan membentuk HIPAM ‘Suko Tirto’ pun harus terganjal dengan alasan yang tidak masuk akal. Pemerintah Desa Sumberagung dan Forpimka Pesanggaran pun tidak memberi dukungan. Dan malah terkesan ikut-ikutan menjegal perjuangan masyarakat.
Kalangan Wong Cilik pun hanya bisa pasrah dan bersabar. Sambil tetap menjalani kehidupan dengan air sumur yang kecoklatan.
“Daerah sini air sumurnya ya begini. Warnanya coklat, tidak bisa diminum. Untuk minum kita ambil dari sumur tetangga, ada yang airnya layak, di Rowo Rejo,” ucap Abang (Nama Samaran), warga lingkungan Pulau Merah, Jumat (29/10/2021).
Sebenarnya, masyarakat setempat melalui HIPAM ‘Suko Tirto’ sudah siap membangun sumur bor untuk ketersediaan air bersih. Bahkan dari hasil komunikasi, pembiayaan seluruhnya akan ditanggung oleh PT Bumi Suksesindo (PT BSI). Termasuk biaya pembuatan saluran pipa kerumah masing-masing warga.
Selain untuk masyarakat Pulau Merah, air bersih dari sumur bor juga akan dimanfaatkan oleh warga lingkungan Rowo Rejo. Pembuatan sumur bor pun awalnya akan dilakukan dilingkungan Rowo Rejo.
Sebagai bentuk taat administrasi, HIPAM ‘Suko Tirto’ pun telah meminta persetujuan dari instansi terkait. Termasuk kepada Kepala Dusun (Kadus) Pancer, Fitriyati dan Kepala Desa (Kades) Sumberagung, Vivin Agustin. Bahkan Kades Vivin telah bertanda tangan lengkap dengan stempel resmi Pemerintah Desa Sumberagung.
Namun ketika persiapan sudah matang dan pembuatan sumur bor siap dilaksanakan, tiba-tiba terjadi penolakan. Aksi penolakan tersebut didominasi warga luar Rowo Rejo maupun Pulau Merah. Yakni warga lingkungan Pancer. Dan anehnya, protes dari tetangga yang terpaut jarak kiloan meter tersebut difalisitasi oleh Kades Vivin maupun Forpimka Pesanggaran.
Hingga akhirnya, program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah, terganjal dan terancam batal.
“Padahal, kalau dari kita, masyarakat calon penerima manfaat sangat berharap program air bersih bisa segera terealisasi,” ungkap Abang.
Hal senada juga dilontarkan Kakak (Nama Samaran) warga lingkungan Rowo Rejo, Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran. Selain berharap program air bersih tetap terlaksana, dia mengaku sangat kecewa dengan sikap Kades Vivin dan Forpimka Pesanggaran.
Menurutnya, seorang pejabat harusnya lebih mengedepankan asas manfaat. Serta mengutamakan kepentingan masyarakat luas. Yang lebih penting. Dengan berpegang teguh pada aturan berlaku, pemerintah tidak boleh kalah dengan gerakan masyarakat yang tanda dasar.
“Air bersih itu kan Hak Asasi Manusia (HAM). Jika program air bersih diganjal, patut diduga telah terjadi pelanggaran HAM. Pejabat harusnya bertindak tegas, bukan malah berpihak pada pelaku penolakan yang mayoritas warga luar Rowo Rejo dan Pulau Merah,” ucapnya kesal.
Program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah, terancam gagal. Terpaksa masyarakat setempat menggunakan air tidak layak untuk keperluan sehari-hari. Dengan air berwarna keruh, kecoklatan dan tidak layak konsumsi.
Menurut masyarakat, kasus program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah, bisa dianggap sebagai bukti bahwa di Banyuwangi, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45), belum diakui sebagai hukum yang paling tinggi dan bersifat fundamental. Mengingat dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 45, telah ditegaskan bahwa, ‘Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’. Dan ketersediaan air bersih merupakan hak konstitusional sekaligus Hak Asasi Manusia (HAM). Seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
“Dalam sumpah jabatan, para pejabat berikrar akan taat dan patuh salah satunya pada UUD 45. Jika pejabat menjegal program air bersih, patut diduga telah terjadi pelanggaran sumpah jabatan. Harusnya sanksinya tidak ringan,” imbuh Kakak.
“Tapi terlepas apa pun, masyarakat sangat berharap program air bersih segera terealisasi,” imbuhnya.
Terkait program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah, Camat Pesanggaran, Sugiyo Darmawan, mengakui bahwa pelaku penolakan adalah masyarakat lingkungan Pancer. Atau masyarakat luar wilayah Rowo Rejo dan Pulau Merah. Camat juga membenarkan bahwa air bersih adalah Hak Asasi Manusia (HAM) yang melekat pada tiap-tiap individu.
Namun sayang, dia tidak berani bersikap tegas menjalankan amanat UUD 45. Serta lebih memfasilitasi pihak yang menolak program air bersih.
Sementara Kades Sumberagung, Vivin Agustin, justru mencak-mencak dan mengaku baru mengetahui adanya program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah, setelah terjadi aksi penolakan. Padahal, dalam surat HIPAM ‘Suko Tirto’ jelas terpampang tanda tangan lengkap dengan stempel resmi Pemerintah Desa Sumberagung. (bi)