SURABAYA, Beritalima.com|
Gangguan penglihatan atau kebutaan masih menjadi masalah serius di Indonesia. Tercatat hasil penelitian pada 2014-2016 terdapat 6,4 juta masyarakat dari 15 provinsi di seluruh Indonesia mengalami gangguan mata. Dari 6,4 juta orang di Indonesia yang mengalami gangguan mata, 1,3 jutanya mengalami buta, sementara 5,1 juta sisanya masuk dalam kategori sedang dan berat.
Kebutaan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya ulkus kornea. Ulkus kornea merupakan salah satu kelainan pada mata yang dapat mengganggu fungsi penglihatan pada mata.
Dari masalah tersebut Dr. Prihartini Widiyanti drg., M.Kes, S. Bio, CCD, berkolaborasi dengan dokter spesialis mata, dan tim PPDS (Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis) Departemen Mata RSU Dr Soetomo – FK Unair menciptakan “Hidrogel Kornea Berbasis Kolagen sebagai Alternatif untuk Kebutaan Akibat Ulkus Kornea”.
Dr. Yanti menjelaskan bahwa penelitian yang berlangsung sejak tahun 2015 tersebut terus berkembang dengan memvariasikan material untuk mendapat karakterisitik kornea artificial agar lebih mendekati kebutuhan klinis.
Seperti halnya keadaan yang harus lembab yang memfasilitasi pertumbuhan sel untuk mendukung penyembuhan.
“Bahan yang digunakan Menurut Dr. Yanti, dalam pengembangan hidrogel kornea terdapat beberapa bahan diantaranya kolagen dan kitosan. Kolagen yang digunakan,” lanjutnya, merupakan kolagen tipe 1 yang banyak ditemukan di tubuh makhluk hidup dengan mayoritas menggunakan kolagen sapi.
“Sumber kolagen ada beberapa macam seperti sisik ikan kakap merah, kolagen sapi dan kaki ayam. Kolagen tipe 1 terdapat di semua vertebrata dan karakteristiknya berbeda- beda,” terangnya.
Sementara kitosan yang digunakan berasal dari ekstraksi makhluk hidup yakni cangkang udang dan kepiting. Tidak hanya itu, karena hidrogel kornea tersebut sintetik maka ada campuran dari bahan kimia.
“Tergantung karakteristik yang kita tuju kalau misalnya kita menguatkan di kejernihannya akan lebih memerlukan material sintetik, karena bahan alam relatif lebih banyak pengotornya.
Tapi kalau kita mau memfokuskan pada biokompatibilitasnya atau tingkat penerimaan dari tubuh ya tentu kita pakai bahan alam,” ungkapnya.
“Uji coba yang dilakukan dengan
Pengujian yang dilakukan,”sambungnya, diantaranya uji in vitro dan uji in vivo. Dalam uji in vitro atau uji lab, menurut Dr. Yanti banyak melewati tahapan, mulai dari uji kimia, uji fisika dan uji biologi.
Selanjutnya, in vivo atau uji biologis di dalam makhluk hidup dilakukan bersama dengan tim yang terdiri dari dokter spesialis mata dan PPDS mata untuk insersi /mengimplankan ke hewan uji.
“Jadi awal uji itu ada stepnya ada uji skala lab yang kita sebut sebagai uji in vitro. Itu banyak sekali mulai dari konfirmasi sifat fisik, sifat mekanik,kimia dan biologi (sitotoksisitas yaitu menguji apakah material aman untuk diaplikasikan ke tubuh) harus kita kawal dulu. Baru kemudian kita akan menuju pada uji in vivo pada makhluk hidup yaitu uji biologis. Jadi penelitian kami sudah sampai ditahap implan ke hewan coba dibantu dengan dokter spesialis mata. Namun kami menyadari masih memerlukan langkah yang panjang untuk dapat diaplikasikan karena masih memerlukan optimasi pada beberapa karakteristik biomaterialnya,” terangnya.
Dengan adanya penelitian tersebut, Dr. Yanti berharap, kedepannya akan menjadi benar-benar solusi untuk masalah perlukaan karena ulkus atau trauma pada kornea. (yul)
1. Dr. Prihartini Widiyanti drg., M.Kes, S. Bio, CCD bersama dengan tim sedang melakukan penelitian Hidrogel Kornea Berbasis Kolagen sebagai Alternatif untuk Kebutaan Akibat Ulkus Kornea
2. Dr. Prihartini Widiyanti drg., M.Kes, S. Bio, CCD ketua tim penelitian Hidrogel Kornea Berbasis Kolagen sebagai Alternatif untuk Kebutaan Akibat Ulkus Kornea
3. Kornea hasil penelitian Berbasis Kolagen sebagai Alternatif untuk Kebutaan Akibat Ulkus Kornea