JAKARTA, Beritalima.com– DPD RI menerima Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II BPK RI dalam Sidang Paripurna IX yang digelar secara virtual, Selasa (12/5). Selain itu menerima IHPS II BPK RI, Paripurna juga mensahkan Pandangan DPD RI atas RUU Perlindungan Data Diri dan RUU Minerba.
Sidang dipimpin Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Matallitti didampingi Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono dan Sultan Bachtiar Najamudin itu dilaksanakan secara virtual dengan memperhatikan ketentuan Protokol Penanganan Covid-19.
Agenda Sidang Paripurna DPD RI IX Masa Sidang III Tahun Sidang 2019-2020 secara virtual adalah yang pertama. “Membuka Sidang Dewan yang terhormat ini atas nama Pimpinan dan seluruh Anggota DPD RI, menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya para dokter, tenaga medis serta para korban pandemi virus corona di Indonesia semoga mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT,” ucap Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono membuka sidang.
Ketua Komite IV DPD RI Elviana menyampaikan apresiasi kepada Ketua BPK RI yang telah menyampaikan dokumen IHPS II Tahun 2019 kepada DPD RI. “Komite IV menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan dalam penyusunan hasil pengawasan atas pelaksanaan UU APBN dan pertimbangan bagi DPR RI terhadap RUU yang berkaitan dengan APBN, Komite IV akan menindaklanjuti dan membahas dokumen IHPS itu sesuai dengan fungsi dan lingkup tugas Komite IV DPD RI,” ucap Elviana.
Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI Sylviana Murni mengatakan, BAP DPD RI akan melakukan tugas penelaahan dan menindaklanjuti kepada laporan BPK yang berindikasi kerugian negara dengan berkordinasi dengan alat kelengkapan DPD RI lainnya.
“BAP akan menindaklanjuti dan sekaligus berkordinasi dengan masing-masing komite dan jika dalam telaahan ada indikasi kerugian negara, selain itu BAP akan terus berkordinasi dengan Pemerintah Daerah dan update terhadap laporan masyarakat terkait dengan bantuan sosial terdampak covid-19, kami menemukan fakta masih banyak masalah bantuan sosial dan mendorong penguatan kerjasama antar instansi pemerintah berwenang sehingga memegang prinsip akuntabilitas dan tertib administrasi,” tukas Sylviana.
Ketua BPK RI, Agung Firman Sampurna menyampaikan, IHPS II tahun 2019 merupakan ikhtisar dari 488 LHP yang terdiri atas 71 pada Pemerintah, 397 LHP pada pemerintah daerah, BUMD, dan BLUD, serta 20 LHP BUMN dan badan lainnya. Berdasarkan jenis pemeriksaannya, 488 LHP itu terdiri atas 1 LHP keuangan (1 persen), 267 LHP kinerja (54 persen) dan 220 LHP dengan tujuan tertentu (45 persen).
“IHPS II tahun 2019 mengungkapkan 4.094 temuan yang memuat 5.480 permasalahan, meliputi 971 (18 persen) permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), 1.725 (31 persen) permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan Rp6,25 triliun, serta 2.784 (51 persen) permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan Rp1,35 triliun,” jelas Agung.
DPD RI menaruh perhatian agar temuan-temuan yang disampaikan Ketua BPK RI itu dapat menjadi pedoman dalam menggunakan anggaran negara sebaik mungkin dan secermat mungkin khususnya digunakan untuk mendukung percepatan pembangunan di daerah-daerah.
“Mendengar laporan yang telah disampaikan BPK RI, kami meminta kepada segenap Anggota DPD untuk menjadikannya sebagai catatan penting bahan pelaksanaan tugas di daerah. Dengan laporan yang ada diharapkan setiap Anggota DPD dapat bersinergi dengan Pemerintah Daerah menindaklanjuti rekomendasi dari BPK demi terwujudnya tata kelola keuangan pemerintah yang transparan dan akuntabel,” tukas Nono.
Paripurna juga sahkan Pandangan DPD RI terhadap dua RUU yakni Pandangan DPD RI terhadap RUU tentang Pelindungan Data Pribadi dan RUU tentang RUU Perubahan Atas UU No: 4/2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Menurut Komite I, RUU Perlindungan Data Pribadi, harus ada pelindungan dan jaminan keamanan terhadap data pribadi. Apalagi baru saja terdapat kasus kebocoran data pribadi akibat peretasan di salah satu website jual beli online. Pelindungan data pribadi ini merupakan salah satu Hak Asasi Manusia yang diakui dan dijamin Konstitusi.
Karena itu, Komite I berpandangan, RUU tersebut harus dapat memberikan landasan hukum yang kuat untuk menjaga kedaulatan negara, keamanan negara, dan pelindungan terhadap data pribadi milik warga negara Indonesia.
“RUU tentang Pelindungan Data Pribadi ini harus memastikan bahwa penegakkan hukum berjalan dengan efektif dan berkeadilan. Sanksi-sanksi yang diatur di dalamnya haruslah dapat diterapkan,” ucap Wakil Ketua Komite I DPD RI, Djafar Alkatiri.
Komite I juga berpandangan, RUU ini perlu dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan sejumlah regulasi yang ada. Ada sekitar 31 UU yang berkaitan dengan data pribadi. Selain itu, RUU ini juga harus tidak tumpang tindih kewenangan dan kelembagaan yang menangani perlindungan data pribadi.
RUU ini juga diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap penguatan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi digital dan industri teknologi informasi lokal dan daerah yang berdaya saing sebagai faktor pendukung perkembangan industri nasional. (akhir)