Eko: Manajemen Garuda Harus Terbuka, DPR Minta Pemerintah Bertindak Cepat

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Praktisi media, Eko Cahyono mengatakan, ke depan baik Pemerintah maupun manajemen PT Garuda Indonesia harus lebih terbuka sehingga kesulitan keuangan yang dialami maskapai penerbangan plat merah tersebut dengan cepat dapat ditentukan langkah-langkah penyelamatan, tidak seperti saat ini.

Itu dikatakan alumnus Universitas Indonesia (UI) tersebut dalam diskusi bertajuk ‘Garuda Indonesia Anjlok, Bagaimana Upaya Penyelamatan BUMN di Era Pandemi?’ yang digelar di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (17/6).

Selain Eko, juga tampil sebagai pembicara dalam diskusi yang digelar Biro Humas dan Pemberitaan DPR RI bekerja sama dengan Koordinatorit Wartawan Parlemen tersebut Ketua Komisi VI DPR RI, Faisol Riza dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa serta pengamat penerbangan, Hendra Soemanto.

Memburuknya kinerja manajemen maskapai kebanggan bangsa Indonesia itu, kata Eko, karena adanya penyimpangan yang dilakukan empat atau lima Direksi Garuda dengan cara menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepada dia.

“Beberapa temuan yang kami dapatkan dari laporan keuangan Garuda, memang dari 2014 sudah terjadi kerugian Rp 4,8 triliun, 2015 untung Rp 1,075 triliun, 2016 untung Rp 124 miliar, 2017 untuk Rp 2,9 triliun. Namun, 2018 maskapai ini rugi Rp 2,4 triliun dan 2019 untung Rp 112 miliar.

Namun, begitu menginjak Pandemi Maret 2020, anjlognya keuangan PT Garuda luar biasa, rugi Rp 16 triliun lebih. “Kalau Pandemi Covid-19 tidak berakhir 2001 atau awal 2022, bisa diperkirakan tentu bakal lebih besar lagi kerugian yang dialami PT Garuda Indonesia,” kata dia.

Itu baru bicara kerugian, kata Eko, bagaimana pula dengan utang jangka pendek dan panjang yang sudah lebih dari Rp 71 triliun. “Saya tidak tahu bagaimana reaksi dari Komisi VI yang menjadi mitra kerja Kementerian BUMN karena dalam Rapar Kerja dengan Komisi VI DPR RI awal bulan ini menawarkan empat opsi untuk penyelamatkan PT Garuda Indonesia.

Pertama, kata dia, Pemerintah terus mendukung dan memberikan pinjaman kepada PT Garuda Indonesia. Kedua: menggunakan perlindungan hukum kebangkrutan untuk restrukturisasi. Ketiga, soal restrukturisasi PT Garuda dan menjadikan perusahaan baru. Keempat, Garuda harus di Liquidasi dan diserahkan kepada swasta.

Faisol Riza menceriterakan, beberapa waktu lalu, saat Kementerian BUMN menyampaikan RKP dan RKK, salah satu yang diinginkan supaya DPR RI menyetujui dan membantu PT Garuda dengan dana talangan yang diambil dari dana Penyelamatan Ekonomi Nasional (PEN).

Kita di Komisi VI, lanjut wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Jawa tersebut, mendiskusikan lebih dalam tentang apa yang dibutuhkan Garuda pada saat itu. “Bahkan, kami di Komisi VI beberapa kali memanggil Direksi PT Garuda dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa membutuhkan dana talangan yang waktu itu disebut Rp 8 triliun.

Setelah melalui pembahasan cukup panjang, lanjut dia, Komisi VI setuju memberi dana talangan. Namun, Pemerintah datang kembali dengan skema lain bahwa itu bukan dana talangan, diusulkan untuk sepenuhnya sebagai Permodalan Nasional Madani (PNM).

Dengan penanaman modal ini, diharapkan cepat penanggulangan kerugian maupun tanggungan dari Garuda. “Kita kembali mendiskusikan. Belum diputuskan, Pemerintah datang lagi dengan skema berbeda, dengan Mandatory Convertible Bond (MCB) atau obligasi wajib konversi, karena Garuda merasa kalau PNM itu akan menyebabkan dinamika internal di Garuda akan lebih panjang.

“Itulah yang terakhir kita putuskan MCB Rp 8 triliun dengan waktu kurang lebih 3 tahun itu di kembalikan kepada negara, kira-kira semua happy gitulah. Kita berharap bahwa Garuda tidak ada lagi masalah,” kata dia.

Saat kita meminta laporan, mengecek di lapangan, ternyata dana yang disebut Rp 8 triliun dari Pemerintah berbentuk dana talangan tersebut baru di kucurkan Rp 1 triliun.

Dalam diskusi internal kami di Komisi VI, kata dia, urusan Garuda ini tidak terlalu sulit dan berat diselesaikan Pemerintah. Tidak perlu berlarut-larut seperti ini, agar tidak mengulang cerita sedih, merpati dan yang lain-lain, sehingga bukan hanya image di tengah pandemi ini, kita tidak mampu menyelamatkan Garuda yang menjadi kebanggaan nasional itu. “Ini akan tersiar ke mana-mana dan mungkin berakibat pada sektor-sektor yang lain yang kita rasa membutuhkan perhatian lebih serius dari pemerintah.”

Catatan lain, lanjut dia, perusahaan penerbangan dimanapun hampir mengalami hal yang sama termasuk Singapore airlines. Cuma sikap pemerintah yang berbeda-beda. Ada yang kmau menyuntikan PMN, ada juga yang apa membuka ruang bagi swasta. “Saya kira Garuda ini tidak juga bisa selamat, termasuk dengan skema yang mungkin diperdiluas kepemilikannya.”

Persoalannya sekarang komitmen pemerintah karena ini menyangkut regulasi, keseriusan, keputusan, terutama dalam hal ini yang bikin bahasa Jawanya itu gelo- gelo. “Seperti tarik ulur Kementkeu membantu Garuda,” demikian Faisol Riza. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait