Filosofi Tembang Dayohe Teko

  • Whatsapp

Beritalima.com | Sebagaimana kita ketahui bahwa orang-orang jaman sekarang atau jaman now lebih banyak yang mementingkan duniawi. Apakah itu dalam bekerja, berorganisasi, dan menjalankan ibadah wajib kepada Allah SWT.

Setidaknya ada niat atau maksud yang ingin didapatkan sebagai imbalan. Pada umumnya adalah masalah kebendaan, atau demi nikmat duniawi semata. Mereka bekerja karena imbalan, berorganisasi karena ada kepentingan, dan beribadah kepada Allah SWT karena ingin mendapatkan surga dan kemuliaan.

Mereka melakukan sesuatu hal tidak disertai dengan niat yang tulus ikhlas. Semua karena ingin pujian, dan mendapatkan imbalan. Begitulah adanya manusia jaman now, sehingga bencana alam, seperti banjir, tanah longsor sebagai murka Allah SWT yang dikirimkan kepada manusia yang tidak kunjung sadar akan tingkah lakunya sendiri.

Musibah yang telah terjadi tidak dijadikan sebagai bahan instropeksi diri. Tetapi mereka malah lupa bahwa semuanya saling berhubungan, berkaitan dengan keserakahan manusia di muka bumi ini. Sebagaima tembang Dayohe Teko berikut ini.

Ee.. dayohe teko…ee gelarno kloso …

ee.. klasane bedah…ee tambalno jadah..

ee.. jadahe mambu .. ee pakakno asu…

ee..asune mati …ee guwakno kali..

ee.. kaline banjir.. ee guwak neng pinggir..

Arti kata dan kalimat Tembang Dayoh adalah:
Dayohe teko : Tamunya datang.
Gelarno kloso : digelarkan tikar.
Klosone bedah : tikarnya robek
Tambalno jadah : Ditambal jadah (ketan).
Jadahe mambu : Ketannya bau
Pakakno asu : kasihkan ke anjing.
Asune mati : anjingnya mati.
Guwakno kali : buang ke kali
Kaline banjir : kalinya banjir.
guwak ning pinggir : buang di pinggir.

Filosofi Tembang Dayohe Teko tersebut diatas sejatinya sebagai sindirin buat manusia serakah yang masih tidak sadar dengan perbuatannya sendiri, saling menyalahkan orang lain, dan tidak mau belajar dari pengalaman masa lalu. Tamu agung yang seharusnya disambut dengan karpet merah, tetapi sang tuan rumah malah menyepelekan, berkutat pada kegiatan yang tidak terpuji, yaitu membuang “bangkai anjing”.

Salah kaprah kehidupan inipun, dikarenakan banyak pejabat negara yang tidak memperhatikan nasib rakyatnya. Banyak pekerja atau tukang yang “suka ngapusi”, dan para cerdik cendekia yang hanya mengejar kepuasan duniawi, tidak mau belajar hakikat hidup. Sehingga alam menjadi murka, mengirimkan bencana banjir, tanah longsor supaya manusia sadar atas tingkah lakunya yang tidak benar selama ini.

Pesan moral dari Tembang Dayohe Teko tersebut ditujukan kepada seorang pemimpin, cerdik cendekia supaya mau mawas diri, dan menjalankan ibadah wajib kepada Allah SWT. Bukan hanya sebagai bahan renungan dan permasalahan yang dianggap sepele. Seperti bahan gosip murahan yang sering kita dengar dari tetangga rumah.

Begitulah filosofi tambang Dayohe Teko, yang sering kita nyanyikan waktu kecil. Dimana tembang tersebut mempunyai arti yang mendalam terhadap mereka yang telah dituakan. Supaya bekerja dengan profesional, tidak hanya basa basi, mementingkan dirinya sendiri, keluarga, dan kelompoknya saja. Serta lupa akan kewajibannya yang utama yaitu menjalankan kewajiban dengan tulus ikhlas, supaya menjadi manusia berbudi pekerti luhur.

Semoga niat baik dan tulisan yang singkat ini akan membuka mata batin kita semua. Sudah saatnya kita berserah diri, berdo’a memohon petunjuk agar dijauhkan dari bencana. Karena semua itu berpulang kepada diri kita sendiri, yang selalu bangga dan bangga dengan perbuatan salah dan dosa.

Pesan moral dari Tembang Dayohe Teko tersebut juga kami tujukan kepada calon Kepala Daerah yang mau maju di bursa Pilkada serentak 2020. Berkontestasi, dan berdemokrasilah dengan santun, utamakan akal sehat dan menjunjung tinggi jiwa ksatria. Jangan menghalalkan segala cara, menebar “black campaign, money politic”. Siapapun nantinya calon orang nomor satu didaerah yang mendapat kepercayaan dari masyarakat jangan juwawa, dan yang masih belum beruntung harus legowo.

Sekali lagi, semoga tulisan singkat ini ada manfaatnya khususnya buat saya pribadi, kaum cendekiawan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan calon Kepala Daerah. Filosofi Tembang Dayohe Teko ini mari kita jadikan sebagai kritik yang sifatnya membangun. Bagaimana pendapat Anda.

Tetap semangat sahabatku, salam hangat dari kami.

Surabaya, 16 Januari 2020

Cak Deky

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *