SURABAYA, beritalima.com – Permahi DPC Surabaya menggelar Forum Group Discussion (FGD) pada sabtu 14/7 di Graha Tourindo Surabaya. FGD ini mengusung tema probblematika surat ijo kota Surabaya. Kegiatan yang mengambil tempat di graha tourindo Surabaya ini di lakukan sebagai bentuk respon keluarga besar Permahi surabaya akan problematika surat ijo yang semakin hangat diperbincangkan. Permahasalan ini tengah menjadi sorotan seluruh elemen masyrakat, terutama kalangan mahasiswa dan praktisi hukum.
Kegiatan yang dikemas dalam konsep halal bihalal ini dihadiri oleh praktisi, pengamat dan akademisi termasuk kader, pengurus dan alumni PERMAHI Surabaya. Hariyadi, salah satu pemantik diskusi tersebut mengatakan bahwa pengkajian problematika ini dapat memeberikan cara dan langkah yang belum pernah di lakukan oleh pejuang surat ijo sebelumnya. “kita bisa menyampaikan inilah kesalahan perda, ini kesalahan retribusi, ini kesalahan HPL yang dimiliki yang bertentangan dengan peraturan dan bisa kita berikan solusi yang menguntungkan” ujar salah satu alumni PERMAHI Surabaya yang sekaligus menjadi advokat ini.
Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Willy Innocenti (Aktivis PERMAHI DPC Surabaya) bahwa permasalahan ini mesti segera diberikan penyelesaian yang berkeadilan baik bagi penghuni tanah maupun pemerintah kota. Willy menambahkan “konsep adil bagi penghuni tidak di cantumkan dalam pasal 10 Perda Surabaya nomor 16 tahun 2014 tentang pelepasan aset pemkot. Artinya, jika penilaian asset ditaksir dari segi NJOP dan harga setempat maka pertimbangan tentang bagaimana penghuni membayar retribusi hingga merawat tempat juga harus diperhatikan supaya kedua belah pihak mampu mendapatkan keadilan.”
Kegiatan tersebut juga nantinya akan menjadi tolak awal bagi Permahi Surabaya untuk mengadvokasi warga kota Surabaya yang merasa dirugikan tentang kebijakan Pemerintah kota Surabaya.
Sejak tahun 2015, surat ijo telah menjadi masalah tak kunjung henti hingga kini. Pada umumnya tanah yang masuk dalam jangkauan surat ijo merupakan tanah yang telah ditempati puluhan tahun hingga menjadi warisan turun temurun. Beberapa dari warga ada yang mempunyai kepemilikan sertifikat ‘Eigendom verpounding’ hingga pada akhirnya Pemerintah Kota Surabaya menerbitkan Perda Nomor 16 Tahun 2014 tentang pelepasan tanah aset Pemerintah Kota Surabaya.
Red : Arianto