JAKARTA, Beritalima.com– Hampir semua kebutuhan pokok naik tajam belakangan ini seperti minyak goreng, gula pasir seharga Rp 20.000 per kg di agen, gula merah naik menjadi Rp 21.000 per kg, bahkan beras sekarang naiknya sudah Rp 125.000 per karung, cabai merah keriting dan harga telor.
“Kenaikan harga pangan ini ternyata tak diikuti peningkatan kesejahteraan petani. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Petani semakin miskin yang ditunjukkan dengan terus merosotnya Nilai Tukar Petani (NTP). Pada April 2020 tercatat 100,32 dan itu terus turun sejak Januari 2020,” kata anggota Komisi IV DPR RI, H Johan Rosihan.
Legislator Dapil I Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) itu dalam keterangan tertulis melalui WhatsApp (WA) mengatakan, enurunan NTP ini menandakan harga yang dibayar petani semakin tinggi. Padahal harga yang diterima para petani semakin turun.
Karena itu, Johan mempertanyakan dimana peran dan upaya pemerintah untuk mengatasai anomali harga pangan pada masa pandemi Virus Corona (Covid-19) seperti sekarang? Saat ini, menurut Johan, gejolak harga pangan seakan bergerak tanpa terkendali dan hal itu menjadi penyumbang utama inflasi di saat terjadinya perlambatan ekonomi di awal tahun ini karena faktor konsumsi rumah tangga yang ambruk.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi masyarakat hanya tumbuh 2,84 persen. Padahal, periode yang sama tahun lalu konsumsi rumah tangga masih mampu tumbuh 5,02 persen. Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut menyerukan agar pemerintah segera gencar melakukan operasi bahan pangan supaya harga di pasaran tetap stabil,
Selanjutnya Johan menyebut, pemerintah perlu meningkatkan upaya-upaya yang lebih realistis dan praktis. Misalnya dengan membuat penetapan harga dasar dari komoditas pangan dan selalu meningkatkan pengawasan dan implementasinya di pasaran. Selain itu, kata Johan, ketersediaan pangan juga harus selalu diperhatikan untuk menghindari kenaikan harga pangan yang drastis akibat adanya defisit pangan di banyak provinsi saat ini.
Johan menilai, kenaikan harga pangan yang tajam juga karena adanya defisit stock pangan di banyak provinsi akibat dari panjangnya rantai pasok bahan pangan serta kesulitan dalam distribusi pangan. “Masalah tersebut tidak pernah ditangani Pemerintah secara serius,” aku Johan.
Johan mencontohkan, dari tahun ke tahun harga beras selalu naik. Padahal Pemerintah selalu mengklaim bahwa kita surplus beras. “Harga di tingkat konsumen selalu naik. Sedangkan petani selalu berada pada posisi yang dirugikan petani. Soalnya, produksi dari petani tidak terserap dengan harga yang layak,” dengan H Johan Rosihan ST. (akhir)