Catatan: Yousri Nur Raja Agam
HARI-hari di bulan September, memang banyak diperingati sebagai hari-hari bersejarah. Baik hari besar nasional, maupun internasional. Hari ini, tanggal 15 September, sejak tahun 2008, ditetapkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menjadi Hari Demokrasi Internasional (HDI).
Tiap tahun pada tanggal 15 September, seluruh bangsa-bangsa di dunia diingatkan tentang demokrasi. Dalam resolusi Majelis Umum PBB, ditegaskan bahwa demokrasi bukanlah milik negara atau wilayah. Demokrasi adalah nilai sejagat berdasar pada keinginan orang yang diungkapkan secara bebas. Baik untuk menentukan sistem politik, ekonomi, sosial, budaya dan peranserta penuh dalam segala aspek kehidupan.
Lahirnya kesepakatan menetapkan Hari Demokrasi Internasional, menindaklanjuti hasil International Conference of New or Restored Democracies (ICNRD) pada 1988 di Manila, Filipina. Sebelumnya berlangsung Konferensi keenam (ICNRD-6) di Doha, Qatar mulai 29 Oktober hingga 1 November 2006. Qatar merupakan dewan penasihat, memutuskan untuk menetapkan adanya Hari Demokrasi Internasional. Untuk itu, Qatar dipercaya memimpin penyusunan teks resolusi Majelis Umum PBB. Di samping itu mengadakan konsultasi dengan negara-negara anggota PBB.
Inter Parliamentary Union (IPU) mengusulkan tanggal 15 September, sebagai Hari Demokrasi Internasional, ini didasarkan pada saat Deklarasi Universal Tentang Demokrasi. Peringatan lalu dirayakan setiap tahun, mulai 2008. IPU mengadakan acara khusus di House of Parliaments, Jenewa. Parlemen Nasional diundang untuk menyelenggarakan kegiatan yang terkait dengan demokrasi. Waktu itu IPU mengajukan tema: “Menyoroti tentang Peran Parlemen sebagai Landasan Demokrasi”.
Peringatan HDI tujuannya untuk meninjau keadaan demokrasi di dunia.dan menegakkan prinsip-prinsip demokrasi. Seluruh negara anggota dan organisasi yang bernaung di bawah PBB untuk memperingati HDI secara tepat, dan berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat. Kehidupan demokrasi penting dikembangkan untuk diterapkan di masyarakat. Agar tercipta kehidupan bersama yang nyaman.
Demokrasi bisa dilaksanakan dengan memusyawarahkan masalah yang terjadi secara bersama. Kemudian, mengambil keputusan penting secara bersama. Dengan musyawarah itu akan menekan kemungkinan terjadinya konflik antar masyarakat.
Budaya demokrasi dapat menghindari tindak sewenang-wenang terhadap warga negara, karena negara demokrasi mengakui supermasi hukum. Dengan demikian, budaya demokrasi ini berkembang dengan baik, karena negara demokrasi menghormati kebebasan berekspresi.
Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata Yunani yaitu “demos”yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein”atau “cratos” yang berarti kekuasaan dan kedaulatan. Kata demokrasi, berarti memiliki tujuan yang mendalam di mana melibatkan pihak di berbagai tingkat, dari tingkat individu, lokal, nasional, hingga internasional.
Jadi cita-cita demokrasi dapat mencapai ke seluruh lapisan masyarakat di mana pun berada.
Demokrasi memiliki nilai-nilai yang penting, di antaranya adalah kebebasan, penghormatan terhadap HAM (Hak Asasi Manusia), dan prinsip menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu).
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia merupakan cikal bakal untuk mewujdukan elemen yang tercantum pada tujuan demokrasi yang lalu dikembangkan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Hubungan antara demokrasi dan HAM tertuang dalam pasal 21 ayat 3 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Pasal tersebut memberikan pesan bahwa pemerintah atau negara memfasilitasi pemilihan umum melalui pemungutan suara, rahasia atau bersifat bebas yang setara.
Demokrasi di Indonesia
Bagi kita di Indonesia, sebelum adanya penetapan HDI ini, demokrasi sudah berjalan. Negara kita telah menetapkan makna demokrasi itu pada dasar negara Pancasila. Dicantumkan pada butir keempat tentang musyawarah untuk mencapai mufakat. Selengkapnya berbunyi: Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Untuk memilih pemimpin dan perwakilan rakyat itu, juga sudah berlangsung Pemilu. Pertama tahun 1955, berlangsung Pemilu untuk memilih anggota parlemen atau DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), kemudian terhenti. Pada tahun 1971, Pemilu kembali diselenggarakan. Direncanakan berlangsung tiap lima tahun. Namun, Pemilu parlemen atau Pemilu legislatif (Pileg) itu baru terlaksana kembali tahun 1977.
Setelah Pemilu 1977, rutin diadakan setiap lima tahun, yaitu tahun 1982, 1987, 1992 dan 1997. Namun tahun itu terjadi gerakan reformasi, sehingga terjadi penggantian Presiden Republik Indonesia, dari Soeharto kepada BJ Habibie. Sekaligus, tahun 1999, kembali diadakan Pemilu. Dan, selanjutnya sampai sekarang berjalan setiap lima tahun, yakni: 2004, 2009, 2014 dan 2019.
Indonesia memang terus berusaha meningkatkan dan menyempurnakan pelaksanaan demokrasi dalam pemerintahan. Pada Pemilu 2004 dilaksanakan Pemilihan Presiden (Pilpres) secara langsung. Tidak lagi berdasarkan pemilihan yang dilakukan oleh MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Jadi pada tahun 2004 ada dua kali Pamilu, yakni Pileg dan Pilpres. Begitu pula tahun 2009 dan 2014.
Berbeda dengan lima tahun sebelumnya, Pemilu 2019 digelar “Pemilu serentak”. Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres), diselenggarakan dalam waktu bersamaan.. Keputusan itu merupakan tindak lanjut dari permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil.
Dalam gugatannya, koalisi meminta agar pileg mulai dari DPRD, DPD, DPR, dan pilpres harus dilakukan secara serentak. Sehingga pemilu yang selama ini dilakukan dua kali waktu pencoblosan disatukan menjadi satu kali.
Dasarnya pelaksanaan pemilihan yang tidak serentak membuat pengawasan maupun checks and balances antara DPR dan Presiden tidak berjalan dengan baik. Selain itu Pemilu serentak dilakukan untuk efisiensi baik dari sisi anggaran maupun waktu. Pemilu serentak juga bisa meminimalisasir kemungkinan konflik sosial akibat ketegangan politik berkepanjangan.
Selain pelaksanaan Pileg dan Pilpres yang dilakukan secara serentak, kemudian juga diikuti dengan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) — gubernur, walikota dan bupati– juga dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia. Sampai 2020, belum seluruh daerah ikut Pilkada serentak, karena masajabatan pejabatnya, belum berakhir. Rencananya tahun 2024, akan berlangsung “Pemilu Serentak” — Pileg, Pilpres dan Pilkada. Pemilu ini, merupakan perwujudan demokrasi di Indonesia.
Selain kegiatan demokrasi dalam pemilihan kepala pemerintahan, tentunya budaya demokrasi layak dilaksanakan untuk menetapkan pejabat negara dan pemimpin organisasi. Mulai dari organisasi yang berada di sekitar kita, sampai tingkat regional, nasional maupun Internasional.
Nah, pada Hari Demokrasi Internasional 15 September 2021 tahun ini, PBB menyuarakan hubungan antara demokrasi di masa pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Krsis virus corona menjadi kesempatan bagi negara-negara di seluruh dunia untuk tetap menerapkan prinsip demokrasi terkait penanganan wabah.
Peemerintah di setiap negara agar transparan, cepat tanggap, dan akuntabel dalam menangani pandemi Covid-19 ini sembari tetap memperhatikan HAM untuk rakyatnya. (*)