Jokowi Gagal Atasi Penyebaran Covid-19, Pengamat: Penundaan Pilkada Diatur Dalam UU

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum berhasil mengatasi wabah pandemi virus Corona (Covid-19). Bahkan wabah yang berasal dari Kota Huwan, Provinsi Hubei, China itu sampai saat ini belum memperlihatkan tanda-tanda melandai, apalagi berakhir.

Bahkan, DPD RI secara kelembagaan sudah meminta Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara menunda pesta dempkrasi 2020 itu.

Setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 tersebut, kini sejumlah tokoh dan Ormas ikut meminta penyelenggaraan Pilkada 2020 yang sudah diputuskan digelar 9 Desember 2020 itu agar ditunda.

Salah satu tokoh yang meminta penundaan Pilkada serentak itu adalah Marzuki Alie, Ketua DPR RI 2009-2014. Politisi senior Partai Demokrat itu menyebut, negara tidak akan bubar jika Pilkada ditunda. Hal itu disampaikan Marzuki melalui akun Twitter miliknya @marzukialie_ma.
“Negeri ini tidak akan bubar kalau Pemilukada ditunda,” kata Marzuki seperti dikutip suara.com, Jumat (18/9).

Marzuki menyebut, Indonesia justru bangkrut jika tetap menggelar Pilkada. Pasalnya, Indonesia akan dikucilkan negara lain karena dampak Covid-19. Bahkan sudah 59 negara melarang Warga Negara Indonesia (WNI) masuk negara mereka akibat kegagalan Jokowi mengtasi Covid-19 tersebut. “Indonesia akan bangkrut kalau dikucilkan dunia karena dampak Covid-19, apalagi pejabatnya yang tertular,” ungkap Marzuki.

Dalam cuitannya itu, Marzuki juga mengunggah foto tangkapan layar artikel pemberitaan seputar Pemilu di Indonesia dan Selandia Baru Di Selandia Baru, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern segera memutuskan men unda Pilkada setelah kasus Covid-19 kembali melonjak.

Desakan menunda Pilkada Serentak 2020 menguat setelah maraknya pelanggaran protokol kesehatan di masa pendaftaran para pasangan calon (paslon). Merujuk laporan yang diterima KPU RI, per Kamis (10/9) tercatat 60 bakal calon kepala daerah dinyatakan positif Covid-19.
Mereka tersebar di 21 provinsi dari 32 provinsi yang ada di Indonesia.

Perhelatan Pilkada dikhawatirkan menjadi klaster baru penyebaran Covid-19 di Indonesia dan menyumbang lonjakan kasus yang tinggi.
Meski demikian, Jokowi mengumumkan akan tetap menggelar Pilkada Serentak 2020 meski pandemi Covid-19 belum mereda.

Pilkada akan dihelat sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, yakni pada 9 Desember 2020 mendatang. “Penyelenggaraan Pilkada harus tetap dilakukan, tidak bisa menunggu pandemi berakhir karena memang kita tak tahu, negara manapun tak taku kapan pandemi Covid-19 ini berakhir,” kata Jokowi dalam rapat terbatas, Selasa (8/9).

Senada dengan presiden, Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menegaskan Pilkada akan tetap dihelat pada 9 Desember. KPU hanya menjalankan aturan perundangan yang telah disepakati bersama.

“KPU tetap berpedoman pada PKPU No: 5/2020 dan ini tindak lanjut dari Perppu No: 2/2020 yang diundangkan menjadi UU No: 6/2020. Sepanjang belum ada keputusan lain, kami wajib melaksanakannya,” tegas Dewa.

Sementara itu, pengamat Komunikasi Politik Uniersitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com, Jumat (18/9) mengatakan, dia juga berpendapat pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 harus ditunda. Opsi penundaan Pilkada tetap terbuka mengingat terus bertambahnya rakyat Indonesia yang terpapar Covid-19.

Peluang penundaan Pilkada, ungkappengajar Metode Penelitian Komunikasi, Riset Kehumasan, serta Krisis dan Strategi Public Relations diatur dalam UU No: 6/2020 tentang Pilkada. Pasal 122 A menyatakan, penetapan penundaan Pilkada Serentak dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerinah dengan DPR.

Jadi, lanjut pria yang akrab disapa Jamil ini, payung hukumnya jelas, ada ruang untuk penundaan Pilkada. Bolanya ada di KPU, Pemerintah, dan DPR, apakah mau menunda atau tidak.

Untuk itu, KPU, Pemerintah dan DPR hendaknya mendengar suara rakyat dan memberi tenggat waktu kapan akan diputuskan Pilkada tetap dilaksanakan atau ditunda.

“Hemat saya, akhir Oktober 2020 dapat dijadikan tenggat waktu apakah Pilkada ditunda atau tetap dilaksanakan 9 Desember 2020. Tentu dasarnya pada perkembangan pandemi Covid-19. Kalau yang terpapar Covid-19 masih seperti saat ini, terutama di daerah yang akan melaksanakan Pilkada masih zona merah, tentu secara objektif Pilkada sehàrusnya ditunda.,” kata dia.

Kapan Pilkada akan dilaksanakan? Untuk ini ada dua pilihan. Pertama, kalau di wilayah pelaksanaan Pilkada sudah masuk zona hijau. Dengan demikian, wilayah tersebut memang sudah aman dilaksanakan Pilkada. Kedua, hingga vaksin Covid-19 sudah dapat digunakan.

Menurut informasi, awal 2021 vaksin Covid-19 sudah dapat digunakan. Kalau vaksin ini sudah diberikan kepada masyarakat, tentu sudah aman dilaksanakan Pilkada.

Dua pilihan itu dilakukan semata-mata untuk menyelamatkan nyawa anak bangsa. “Untuk apa dilaksanakan Pilkada, kalau hal itu dapat membuat cluster baru Covid-19. Pemimpin yang bijak, tentu mendahulukan keselatan rakyatnya, bukan mementingkan kepentingan partai politik dan pemerintah,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait