JAKARTA, Beritalima.com– Anak buah Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Letjen Punawirawan Prabowo Subianto di Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan kasihan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terkesan bekerja sendirian menghadapi krisis pada masa wabah virus Corona (Covid-19) melanda Indonesia.
Hal ini disampaikan pria yang akrab disapa Hergun tersebut menanggapi kekecewaan Jokowi terhadap tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju (KIM) ketika Rapat Kabinet Paripurna 18 Juni 2020 yang terungkap lewat video di channel YouTube Sekretariat Presiden.
Presiden sepertinya kerja sendiri. Mana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)? Penyerapan anggaran kesehatan baru 1,8 persen, likuiditas perbankan, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)? Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyom warung di BI belum laku. “Lah, kok begitu. Ini seolah mempertegas kurangnya koordinasi di dalam Komite Sistem Stabilitas Keuangan (KSSK).” ucap Hergun dalam keterangan pers yang diterima awak media, Senin (29/6).
Berdasarkan penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seperti dimuat media, 16 Juni lalu, stimulus bidang kesehatan yang dianggarkan sekitar Rp 75 triliun baru terealisasi 1,54 persen.
Kemudian, untuk stimulus di bidang perlindungan sosial, realisasinya sudah 28,63 persen. “Untuk insentif dunia usaha, realisasinya baru 6,8 persen, dukungan untuk UMKM realisasinya juga masih 0,06 persen. Untuk pembiayaan korporasi realisasinya masih 0 persen. Benarkah serapan rendah karena tidak kerja, ataukah belum ada uangnya?” ungkap wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Barat ini.
Seperti diketahui, Jokowi juga menginstruksikan supaya belanja-belanja di kementerian yang dilaporkan masih biasa-biasa saja segera dikeluarkan dan dibelanjakan secepat-cepatnya. Hal ini menurut Hergun, penting karena semakin cepat uang beredar di tengah masyarakat, akan membantu pemulihan ekonomi nasional karena sisi konsumsi juga meningkat.
Apalagi, penanganan dampak pandemi Covid-19 dianggarkan Rp 686,2 triliun yakni bidang Kesehatan Rp 87,55 triliun, Perlindungan Sosial Rp 203,90 triliun, UMKM Rp 123,46 triliun, Insentif Usaha Rp 120,61 triliun, Sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda Rp106,11 triliun dan Pembiayaan Korporasi Rp 44,57 triliun.
Legislator asal Sukabumi ini menyebutkan, situasi perekonomian sedang menurun. Pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 merosot menjadi 2,97 persen. Kredit juga sedang dilakukan restrukturisasi, seperti UMKM yang jumlahnya diperkirakan mencapai Rp 400-500 triliun. Jadi, situasi perbankan hari-hari ini sensitif baik terhadap likuiditas maupun kualitas kredit. “Krisis kali ini berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya. Namun yang namanya perilaku pemilik uang tetap sama. Air mengalir ke tempat yang lebih rendah. Nasabah pastinya akan memilih bank dengan risiko lebih kecil,” jelas dia.
Kata dia, krisis bukan tidak mungkin bisa saja terulang tahun ini jika tidak menjaga suasana confidence di industri keuangan, khususnya perbankan. Situasi memang belum krisis, tetapi krisis bisa dipicu dari sini. Karena itu, psikologis nasabah harus dijaga. Bank sekecil apa pun yang jatuh akan menimbulkan luka bagi kepercayaan nasabah, kecuali ada penjaminan 100 persen. Jika hal itu terjadi, akan seperti teori domino, roboh satu mengajak roboh lainnya.
Hergun menambahkan, persoalan flight to quality ini sedang menunggu momentum untuk bergerak. Siklus krisis Covid-19, krisis keuangan, krisis sosial dan terakhir krisis politik. “Kita semua harus menjaga agar tidak sampai masuk ke krisis keuangan. Jika toh harus kena, tetapi tidak menghancurkan seperti tahun 1998 lalu. Sudah waktunya pula, kita semua punya sense of crisis,” demikian Heri Gunawan. (akhir)