Oleh:
Rudi S Kamri
Alkisah ada “seseorang” melaporkan ke warga kompleks melalui toa masjid adanya pencurian kotak amal di masjid. “Seseorang” itu berharap warga beramai- ramai menangkap si maling. Usut punya usut ternyata si maling adalah anak imam masjid itu. Maka ada upaya peredaman masalah dan pengalihan isu. Salah satu caranya minta Ketua RT menangkap “seseorang” itu karena disangkakan melakukan penyesatan informasi ke publik yang meresahkan masyarakat.
Cerita fiksi di atas adalah analogi kasus di Kabupaten Darmasraya, “seseorang” itu adalah SUDARTO.
Kalau Sudarto ditangkap karena telah memberikan informasi ke publik tentang terjadinya kasus intoleran di negeri ini, seharusnya saya dan jutaan anak negeri pun juga ikut ditangkap. Karena kami juga menggaungkan resonansi kuat tentang perlawanan terhadap intoleransi yang masih terjadi di beberapa tempat di negeri ini.
Sudarto bagi saya adalah PAHLAWAN toleransi di negeri ini. Dia gigih berjuang untuk melawan kepekokan massal yang diakibatkan karena pemahaman beragama yang salah dan keblinger. Hebatnya Sudarto melakukan perjuangan di pusat intolerasi sering marak terjadi. Perjuangan Sudarto perlu nyali dan urat berani yang tidak terukur. Itulah hebatnya sosok Sudarto.
Ditangkap, difitnah dan diadili adalah bagian perjalanan kepahlawanan seorang Sudarto. Itu konsekuensi dari perjuangan. Hampir semua pahlawan di negeri ini mengalami hal serupa. Malah ada yang mengalami hal yang lebih tragis. Pahlawan hak buruh, Marsinah lebih tragis lagi nasibnya. Budiman Sujatmiko juga mengalami hal yang lebih seram.
Bagi saya penangkapan Sudarto oleh aparat keamanan setempat adalah policy dari otoritas daerah itu. Bukan kebijakan Kapolri apalagi Presiden. Dan hal itu saya yakin akan terjadi “fireback” buat instansi keamanan setempat. Siap-siap saja sang Kepala otoritas keamanan setempat menerima sanksi. Karena nyata-nyata dia telah secara sengaja melakukan tindakan subordinasi (ketidaktaatan) atas Perintah Presiden. Karena dalam setiap kesempatan Presiden Jokowi selalu menekankan tidak ada tempat intoleransi di negeri ini dan rakyat berhak bersuara untuk melawan adanya intoleransi.
Jadi saya merasa tenang. Sudarto pasti segera dibebaskan. Presiden dan Kapolri pasti tidak mau tindakan penangkapan ini mencederai kehidupan demokrasi dan keberagaman di negeri ini. Dan saya juga haqul yakin Presiden Jokowi dan Kapolri tidak mau penegakan hukum di negeri ini terkoyak oleh kesalahan aparat di bawah. Kasus Sudarto adalah pembelajaran bagi Kepala Daerah dan aparat keamanan untuk tidak pakai kacamata kuda dalam penegakan hukum di negeri ini.
Jadi mari kita tunggu saja akhir kisah kepahlawanan Sudarto. Ketegasan Kapolri untuk menegur bawahannya akan membuktikan suara keadilan masyarakat di negeri ini tidak hanya bergema di ruang hampa. Semoga !!!
Salam SATU Indonesia
08012020