SORONG, Berita lima.com – Keberadaan Perusahaan raksasa dalam bidang pengolahan Gas Alam Cair (Liquid Natutural Gas) di Kabupaten Teluk Bintuni hingga saat ini belum memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat 7 suku yang memiliki hak ulayat atas tanah dibangun pabrik gas tersebut di Kabupaten Teluk Bintuni (Telbin). Demikian dikatakan Anggota DPRD Kabupaten Teluk Bintuni asal kampung Moskona, Ruben Masakoda saat ditemui media ini di Sorong, Senin (17/4) kemarin.
Dikatakan Ruben, sejak perusahaan ini berdiri di kabupaten Teluk Bintuni tidak pernah masyarakat merasakan manfaat dari kehadiran perusahaan raksasa ini padahal didaerah lain apabila ada perusahaan sebesar LNG Tanggus sudah pasti daerah tersebut akan makmur karena secara aturan bahwa perusahaan harus menyediakan dana untuk kepada masyarakat selain dana bagi hasil ada juga dana yang disebut dengan dana pembangunan terhadap daerah sekitar lokasi perusahan namun apa yang terjadi dimasyarakat tidak demikian.
Lanjut Ruben, masyarakat meminta kepada pihak perusahaan untuk segera memperhatikan kondisi masyarakat yang membutuhkan sarana air bersih, perumahan, kelistrikan yang hingga kini diabaikan oleh perusahaan padahal perusahaan sudah boleh menikmati hasil dari hak ulayat masyarakat.
“kami minta perusahaan agar dapat memperhatikan kebutuhan masyarakat yang selama ini diabaikan oleh perusahaan seperti listrik yang selalu padam, pihak perusahaan harus dapat menjawab sehingga tidak terjadi permasalahan di kemudian hari seperti pemalangan dan bentuk lainnya yang akan dilakukan oleh masyarakat karena mereka merasa tidak dihargai padahal mereka merupakan pemilik hak ulayat atas tanah dimana dibangun sarana dan prasana dari perusahaan LNG Tangguh,” terang Ruben.
Selain itu juga hingga kini belum ada masyarakat asli dari tujuh suku yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni yang duduk menjadi staf pada perusahaan ini. Perusahaan hanya mendatangkan tenag kerja dari dari luar untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut. Perusahaan seharusnya dapat memberdayakan masyarakat asli sesuai amanat Undang-Undang Otsus 2001 dengan cara memberikan pendidikan kepada putera-puteri daerah sehingga apabila tenag yang didatangkan dari luar sudah selesai kontrak, mereka dapat masuk untuk menduduki jabatan tersebut bukan mendatang atau memperpanjang kontrak dari tenaga kerja dari luar lagi, akhirnya kesempatan bekerja dari putra dan putri asli tidak ada sehingga mereka ibarat seperti ‘ayam mati dalam sekam’. (Charles)