SURABAYA, beritalima.com – Arbitrase internasional mirip dengan litigasi pengadilan negeri, tapi bukannya mengambil tempat sebelum pengadilan negeri itu terjadi sebelum juri swasta yang dikenal sebagai arbiter. Ini adalah sebuah konsensual, netral, mengikat, pribadi dan dilaksanakan berarti penyelesaian sengketa internasional, yang biasanya lebih cepat dan lebih murah dari proses pengadilan negeri.
Penggunaan arbitrase internasional telah berkembang untuk memungkinkan pihak dari berbagai hukum, latar belakang bahasa dan budaya untuk menyelesaikan sengketa mereka dengan cara yang final dan mengikat, biasanya tanpa formalitas aturan prosedural sistem hukum mereka sendiri.
Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) menggelar workshop program sertifikasi intensif arbiter internasional di Surabaya, Sabtu (9/2) hingga Minggu (10/2).
Ketua Bidang Pendidikan, Advokat Rahman Hakim SH MH S.Sos MM mengatakan, kegiatan workshop arbiter internasional ini merupakan yang pertama, bahkan Peradin menjadi satu-satunya organisasi advokat yang pertama menggelar acara seperti ini.
“Acara ini dilaksanakan dengan harapan mencetak para arbiter handal, membahas tentang masalah arbiter lokal dan internasional dan memahami kerangka hukum arbitrase internasional,” ujar pria kandidat Doktor ilmu hukum Surabaya itu.
Rahman menjelaskan, Pendidikan dan pelatihan diikuti 35 advokat nasional ini menghadirkan pembicara dari Singapura, Prof. Steve, K.Ngo, Chairman Arbitration & International Dispute Resolution Practice Group ASEAN Legal (Asian ARB & ADR Alliance).
Arbiter internasional ini, lanjut Rahman, nantinya diharapkan sebagai kontribusi positif dari Peradin bagi nusa dan bangsa. Arbiter bertugas menyelenggarakan kegiatan-kegiatan perdamaian, arbiter sebagai penyelesaian sengketa yang pas dari para pengusaha terkait perkara-perkara bisnis.
“Perkara-perkara perselisihan itu nanti diselesaikan melalui arbitrase karena cepat, efektif, efisien dan praktis tidak lama memakan waktu, beda dengan peradilan umum harus ke PN, Banding hingga Kasasi,” terang Rahman.
Berbeda dengan arbiter, peradilan sering kali putusan yang dikeluarkan menciptakan persoalan-persoalan baru yang notabene tidak pernah ada, padahal prinsip hukum itu untuk mencari kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.
“Nah arbiter menyelesaikan secara kekeluargaan, tanpa menciptakan persoalan baru, menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru,” tegasnya.
Selain Diklat, Peradin juga menggelar MoU antara Peradin dengan Untag Surabaya terkait pembukaan kelas pendidikan arbitrase. Peradin diwakili langsung oleh ketua BPP Peradin Dr Firman Wijaya SH MH dan dari pihak kampus diwakili dekan Untag Surabaya Dr H. Slamet SH Mhum.
“Untuk angkatan pertama ini, pesertanya khusus internal Peradin yang secara nasional dipilih di forum arbiter saat ini,” terangnya.
Ketua Umum Peradin, Dr Firman Wijaya SH MH mengatakan, workshop arbitrase ini sangat penting bagi advokat, arbitrase sebagai pilihan penyelesaian sengketa di tengah kompleksitas, utamanya spesifik menyangkut masalah infrastruktur. Menurutnya, sangat diperlukan model-model menyelesaikan sengketa terkait dengan infrastruktur, satu sisi ini baik bagi pemerintah, tapi bukan berarti tidak berisiko, resiko-resiko itu tentu harus bisa diantisipasi melalui instrumen-instrumen hukum alternatif. Altenatifnya itu tidak bisa menggunakan instrumen-instrumen hukum yang umum, karena sifat kompleks dan resiko tinggi.
“Kita punya kewajiban mengawal program pemerintah, namun di sisi lain juga social event perlindungan masyarakat mengawal keamanan program,” terangnya.
Peradin, lanjut Firman, akan siap menjadi partner pemerintah bersama LPJK untuk membangun solusi hukum jika muncul dampak infrastruktur yang mungkin tidak diprediksi, Karena bagaimanapun setiap aktivitas pembangunan memiliki dampak positif dan negatif.
“Tidak mungkin kasus infrastruktur dibawa ke proses pengadilan, akan mengganggu program pemerintah sendiri, karena kalau sengketa yang berlarut-larut maka itu sama saja akan mengancam program pemerintah itu sendiri,” tegasnya.
Melalui MoU dengan Untag ini, menurut Firman, Surabaya akan menjadi pilot project Jatim dalam hal arbitrase. Peradin sendiri telah menjalin MoU dengan beberapa perguruan tinggi di Jakarta.
“Dari Surabaya kami akan kembangkan lagi ke beberapa daerah terutama di kota-kota besar yang menunjang program infrastruktur,” tegasnya. (rr)