Labuan Bajo, beritalima.com | Indonesia sudah menyatakan perang terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) bahkan, hal itu juga termasuk hal yang ditegaskan Presiden Jokowi dalam rangkaian KTT ASEAN di Labuan Bajo pekan ini. Terkait itupun Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan bahwa untuk kasus TPPO, dimana orangnya sudah tertangkap, tidak berlaku restorative justice.
“TPPO itu adalah kejahatan serius yang tidak bisa didamaikan, pelakunya harus dihukum,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat ditanya wartawan usai menghadiri dan memimpin Pertemuan ASEAN Political and Security Council (APSC), di Labuan Bajo, Selasa (9/5/2023).
Menurut Mantan Ketua MK ini, menegaskan bahwa satu hal penting yang akan dibahas di KTT ASEAN dan mendapat perhatian khusus adalah soal TPPO. Pasalnya, itu sudah merupakan menjadi penyakit yang sangat mengancam bagi kehidupan masyarakat.
“Dan ini nanti akan diputuskan oleh negara negara ASEAN bentuk kerja samanya bagaimana,” katanya.
Menkopolhukam juka menegaskan bahwa Indonesia sudah menyatakan perang terhadap TPPO, dan menyatakan tidak berlaku restorative justice, tidak ada perdamaian antara korban dengan pelaku.
“Dan kebetulan saya ini bicara dari NTT. NTT ini daerah yang paling banyak Tindak Pidana Perdagangan Orang-nya. Menurut catatan, setiap tahun tidak kurang dari warga NTT yang pulang dari luar negeri sudah menjadi mayat, karena diperjualbelikan sebagai budak oleh mafia perdagangan orang ini,” jelasnya.
Pemerintah sudah membuat kebijakan dan menyediakan segala perangkat yang diperlukan untuk menindak tegas tindak pidana perdagangan orang. Sekali lagi ia menekankan, tidak ada perdamaian antara pelaku tindak pidana dengan korban dan dengan aparat.
Prioritas capaian dari Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini pada komponen ASEAN Matters diantaranya adalah kesepakatan dan implementasi Kerjasama penanganan Tindak Pidana Penyelundupan Orang (TPPO) akibat penyalahgunaan teknologi.
Saat ini korban TPPO tidak hanya WNI tetapi juga terdapat warga negara dari negara-negara anggota ASEAN lainnya. Para korban TPPO ini dibawah ke negara ASEAN lainnya sehingga diperlukan kerja sama aparat hukum antar negara ASEAN. [Red/*]