SIDOARJO, beritalima.com | Bincang-bincang dengan wartawan digelar BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Jawa Timur usai acara Peringatan Nuzulul Quran dan buka puasa bersama anak yatim, Kamis (23/5/2019).
Dua persoalan yang diungkap Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jatim, Dodo Suharto, adalah tentang tingginya klaim Jaminan Hari Tua (JHT) dan banyaknya peserta dari sektor Bukan Penerima Upah (BPU) yang tidak melanjutkan kepesertaan.
Dodo mengatakan, tingginya angka pencairan JHT tak lepas dari banyaknya kasus Putus Hubungan Kerja (PHK). Para pengklaim JHT mayoritas mereka yang baru di-PHK, kendati masih usia produktif.
Klaim JHT selalu menempati peringkat atas dibanding Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Pensiun (JP).
Di Kanwil BPJS Ketenagakerjaan Jatim, sampai April 2019, klaim JHT sebanyak 79.839 kasus sebesar Rp 923,47 miliar, disusul klaim JKK 10.030 kasus senilai Rp 85,58 miliar, klaim JK 1.433 kasus sejumlah Rp 9,44 miliar, dan JP untuk 11.262 pensiunan mencapai Rp 7,58 miliar.
Selain faktor PHK, juga karena aturan yang memudahkan pencairan JHT. Selama ini peserta program JHT kebanyakan langsung mengambil dana JHT begitu mengalami PHK. Padahal, filosofi JHT merupakan tabungan untuk hari tua.
Karena itu, BPJS Ketenagakerjaan mengusulkan pada pemerintah agar peraturan pencairan JHT minimal menunggu 5 tahun 1 hari seperti jaman Jamsostek (Persero) dulu. Atau seperti di luar negeri, pengambilan JHT nunggu usia pensiun.
Selain itu, banyaknya peserta BPU yang tidak melanjutkan kepesertaan juga membuat BPJS Ketenagakerjaan harus mencari solusi. Di Kanwil Jatim, peserta BPU yang tidak melanjutkan kepesertaan mencapai 50% lebih.
Pada tahun 2018 jumlah peserta aktif BPU tercatat mencapai 425.955 tenaga kerja. Sedangkan hingga April 2019 ini kepesertaan BPU hanya mencapai 212.404 tenaga kerja.
“Biasanya mereka hanya daftar dan membayar iuran selama tiga bulan terus tidak dilanjutkan,” ungkap Dodo. Faktornya, menurut Dodo, karena ketidakmampuan.
Untuk itu, pihak BPJS Ketenagakerjaan mengusulkan kepada pemerintah agar BPU yang masuk kategori tak mampu mendapatkan jaminan sosial dari pemerintah.
“Kami sedang mengusulkan agar iuran mereka ini ditanggung pemerintah. Karena salah satu faktor penyebab kenapa mereka tidak lagi meneruskan kepesertaan karena tidak mampu membayar,” tambahnya.
Dodo juga mengutarakan, sektor BPU yang kepesertaannya aktif adalah Gojek, karena sistem pembayaran iuran mereka dipotong langsung dari saldo mereka.
Peserta sektor BPU yang lain belum ada yang memiliki sistem pembayaran iuran seperti Gojek. Akan tetapi, kata Dodo, untuk ke arah seperti itu saat ini pihaknya sedang melakukan penjajakan kerja sama dengan Bank BNI. Semoga terlaksana. (Ganefo)